Advertisement
Proyek Rumah Bersubsidi Serap 2 Juta Tenaga Kerja Selama Pandemi
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan perumahan subdisi di kawasan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (15/1/2022). - JIBI/Bisnis.com/Arief Hermawan P
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pembangunan rumah subsidi telah menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja konstruksi perumahan di masa pandemi Covid-19.
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi), Daniel Djumali, mengatakan selain menyediakan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), properti juga berkontribusi meningkatkan angka tenaga kerja di Indonesia.
Advertisement
"Selama pandemi tahun 2020-2021 itu sedang tinggi-tingginya, tapi properti tetap bisa menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja untuk rumah subsidi," kata Daniel kepada Bisnis.com, Selasa (6/12/2022).
Menurutnya, jika ditelusuri lebih jauh angka tersebut dapat bertambah besar. Pasalnya, tak hanya bidang konstruksi yang mendukung pertumbuhan properti.
Daniel melanjutkan, 2 juta tenaga kerja tersebut untuk kontraktor rumah menengah ke bawah. Terlebih, ada 174 subsektor lainnya yang juga ikut bergerak misalnya dari pasir, batu bata, besi, beton, semen, genteng, hingga peralatan rumah tangga.
"Jadi seharusnya memang sektor properti ini sektor yang harus diperhatikan pemerintah," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan seharusnya pemerintah dapat terus memberikan stimulus agar sektor properti dapat terus berkembang. Salah satunya yaitu dengan perpanjangan restrukturisasi kredit.
Sebagai informasi, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mencakup industri properti. OJK memperpanjang restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2024.
Ada tiga sektor yang akan mendapatkan perpanjangan restrukturisasi, tapi sektor properti tidak termasuk di antaranya. Adapun, ketiga sektor yang dimaksud, yakni segmen UMKM di seluruh sektor, penyedia akomodasi dan makan-minum, serta industri yang menyediakan lapangan kerja besar, yaitu industri tekstil dan produksi tekstil (TPT) dan industri alas kaki.
Ketua Umum Apersi, Junaidi Abdillah, menyayangkan aturan tersebut yang tidak menyentuh industri properti, padahal kebijakan restrukturisasi kredit diperlukan sebagai upaya pemulihan ekonomi.
"Sayangnya industri properti tak masuk di dalamnya, padahal bisnis properti juga menyentuh aspek level bawah, yakni segmen rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah [MBR] dan developer-nya pun kelas menengah ke bawah," kata Junaidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Trump Klaim 95 Persen Rencana Damai Rusia-Ukraina Telah Disepakati
- 46.207 Penumpang Tinggalkan Jakarta dengan Kereta Api Hari Ini
- Ratusan Warga Terdampak Banjir Bandang Kalimantan Selatan
- Kunjungan ke IKN Tembus 36.700 Orang saat Libur Natal 2025
- Kim Jong Un Dorong Produksi Rudal dan Amunisi Korut Diperkuat
Advertisement
Polres Bantul Tak Larang Kembang Api di Malam Tahun Baru
Advertisement
Inggris Terbitkan Travel Warning Terbaru, Indonesia Masuk Daftar
Advertisement
Berita Populer
- Isu Longsor Tekan Kunjungan Desa Wisata Menoreh Saat Nataru
- Buruh Sleman Nilai UMK 2026 Tak Layak, Tuntut KHL Rp4,6 Juta
- Arema FC Lepas Brandon Scheunemann di Bursa Transfer Paruh Musim
- Persija vs Bhayangkara: Ujian Strategi Tanpa Mauricio Souza
- Gus Yahya: Persoalan Internal PBNU Sudah Selesai
- Rusia Tegaskan Dukungan Penuh ke China soal Taiwan
- Jadwal Lengkap KA Bandara YIA-Tugu Jogja Senin 29 Desember 2025
Advertisement
Advertisement



