Advertisement

Ini Dalih BPOM Tidak Awasi Obat Sirop Tercemar EG dan DEG Penyebab Gagal Ginjal

Indra Gunawan
Rabu, 02 November 2022 - 17:57 WIB
Bhekti Suryani
Ini Dalih BPOM Tidak Awasi Obat Sirop Tercemar EG dan DEG Penyebab Gagal Ginjal Kepala Badan POM, Penny Kusumastuti Lukito. - Antara\\r\\n

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Bahan baku obat bernama propilen glikol (PG) dan polietilena glikol (PEG) disebut telah masuk ke produk obat sirop yang menyebabkan ratusan anak mengalami gagal ginjal akut.

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengungkapkan masuknya pelarut kimia tersebut ke industri farmasi lantaran BPOM tidak punya cantolan hukum untuk mengawasi.

Advertisement

"Khusus untuk pelarut PG dan PEG ini masuk tidak masuk BPOM, tapi masuk lewat Kementerian Perdagangan atau non-larangan pembatasan [Non Lartas]. Jadi tidak melalui surat impor dari BPOM. Artinya BPOM tidak bisa melakukan pengawasan mutu dan keamanannya pada saat ke Indonesia,” kata Penny saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI bersama Menteri Kesehatan, Rabu (2/11/2022).

Dia mengatakan pelarut tersebut selain untuk farmasi, bisa digunakan juga oleh berbagai macam industri, seperti cat dan tekstil. Menurut Penny, harusnya bahan baku itu diklasifikasikan lewat berbagai grade. Khusus pharmaceutical grade, harus masuk ke BPOM.

“Namun saat ini peraturan itu belum ada. Sehingga ini masuk, sehingga gap itulah yang dimanfaatkan oleh para penjahat yang memanfaatkan,” ujarnya.

BACA JUGA: Realisasi Belanja APBN DIY Triwulan III 2022 Capai Rp15,13 Triliun

Penny menambahkan, berdasarkan penelusurannya bersama pihak berwajib, banyak importir, distributor dan industri farmasi yang bermain.

“Perubahan dalam sumber bahan baku yang tidak dilaporkan. Dalam peraturannya cara membuat obat dengan baik, izin edar yang kami berikan sudah ada ketentuan. Apabila akan ada perubahan bahan baku harus melaporkan ke BPOM dan tentunya ada izin yang dikeluarkan oleh BPOM,” jelas Penny.

Lebih lanjut, Penny menjelaskan produk PG dan PEG bagi kebutuhan farmasi, wajib memenuhi standar baku mutu untuk memperoleh status pharmaceutical grade. Salah satu indikatornya adalah ketentuan ambang batas aman maksimal 0,1 mg/ml.

Ketentuan lainnya adalah keharusan produsen bahan baku obat mengantongi sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dari BPOM RI.

Menurut Penny, bahan baku obat pharmaceutical grade memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan industrial grade, sebab harus melalui mekanisme purifikasi tingkat tinggi di bawah pengawasan BPOM RI.

Penny pun mengaku telah mengusulkan agar ada perubahan regulasi agar BPOM bisa melakukan pengawasan premature sebelum obat dipasarkan.

“Tentunya hal ini sudah kami laporkan ke Bapak Presiden. Kami juga sudah rapat dengan Kemenkes dan ini harus segera diubah menjadi SKI BPOM agar dilakukan pengawasan premature oleh BPOM,” ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Tidak Berizin, Satpol PP Jogja Menyegel Empat Reklame Papan Nama Toko

Jogja
| Jum'at, 19 April 2024, 15:27 WIB

Advertisement

alt

Sambut Lebaran 2024, Taman Pintar Tambah Wahana Baru

Wisata
| Minggu, 07 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement