Advertisement

Terjadi Besok, Jangan Lewatkan Supermoon Terbesar dan Tercerah, 13 Juli 2022

Arlina Laras
Selasa, 12 Juli 2022 - 01:37 WIB
Sirojul Khafid
Terjadi Besok, Jangan Lewatkan Supermoon Terbesar dan Tercerah, 13 Juli 2022 Fenomena 'Supermoon' terlihat di Desa Alue Raya, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat, Aceh, Rabu (6/5/2020). Fenomena supermoon terakhir pada 2020 bernama flower moon ini bisa terlihat jelas di seluruh Dunia dimana posisi bulan terdekat dengan bumi dan dapat disaksikan mulai Rabu (6/5/2020) hingga tiga hari ke depan. ANTARA FOTO - Syifa Yulinnas

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Bulan akan tiba di titik terdekatnya dengan Bumi, Rabu 13 Juli 2022. Fenomena Supermoon akan terjadi kembali pada Rabu,13 Juli 2022 pukul 5 pagi EDT (Wilayah Amerika dan sekitarnya) atau sekitar pukul 16.00 WIB. Peristiwa ini merupakan fenomena dimana jarak bulan berada dalam titik terdekat dengan bumi (Perigee), di mana mencapai sekitar 357.264 km.

Adapun, melansir dari space.com pada Senin (11/7/2022) fenomena akan terjadi hanya 10 jam sebelum bulan purnama terbit.

Advertisement

Meskipun, secara teoretis bulan purnama hanya akan berlangsung secara sesaat, momen tersebut tidaklah terlihat oleh pengamatan biasa, dan bulan akan tampak cerah dan purnama pada Selasa dan Kamis malam (12 Juli dan 14 Juli), juga, di mana sebagian bulan akan berada pada titik penuhnya

Jadi, ketika bulan bersinar di lingkungan Anda pada Rabu malam, ingatlah ini: Apa yang Anda lihat bukanlah bulan purnama, tetapi bulan yang memudar, di mana bulan tersebut sudah berjam-jam melewati tahap iluminasi penuhnya.

BACA JUGA: Mengingat Sejarah 10 Juli, Satelit Komunikasi Pertama di Dunia Diluncurkan Tahun 1962

Namun, hampir semua surat kabar, radio, dan stasiun TV pasti akan mendesak masyarakat untuk keluar malam itu dan menyaksikan tontonan "langka" dari bulan purnama terbesar atau yang biasa paling terang tahun ini. Istilah ‘supermoon’ yang sebenarnya tidak diketahui oleh sebagian besar sejak lebih dari satu dekade yang lalu.

Lantas, yang menjadi pertanyaan adalah darimana asalnya, dan mengapa istilah ‘supermoon’ menjadi begitu populer?

Klaim yang tidak realistis

Istilah supermoon diciptakan astrolog Richard Nolle pada 1979 yang mengacu pada bulan baru atau purnama yang terjadi ketika bulan berada dalam jarak 90 persen dari titik terdekatnya ke Bumi.

Dan itulah alasan mengapa bulan purnama hari Rabu akan diberi label sebagai "super".

Menariknya, meski istilah ini sudah ada sejak tahun 1979, namun secara mendadak istilah ini mendapat banyak perhatian pada 11 Maret 2011, ketika gempa bumi berkekuatan 9,1 di Tohoku melanda di lepas pantai timur laut Honshu di Palung Jepang.

Lalu, delapan hari kemudian, kondisi bulan berada pada titik terdekat terhadap bumi, sehingga banyak yang mengatakan bahwa, hal tersebutlah yang menjadi salah satu pemicu gempa besar Jepang. Klaim ini datang dari Noelle yang mengatakan bahwa supermoon dapat menyebabkan "tekanan geofisika".

Hingga akhirnya istilah "supermoon" menjadi daya tarik di kalangan media mainstream.

Tentu saja, gagasan bahwa kedekatan bulan purnama bisa memicu gempa Jepang pada tahun 2011 tidak masuk akal (pada kenyataannya, pada hari gempa, bulan sebenarnya lebih dekat ke titik puncaknya bagian dari orbitnya yang terjauh dari bumi).

Bahkan, pada 9 Februari 1971, Gempa San Fernando (kekuatan 6,6) mengguncang bagian California Selatan, di mana malam itu bulan purnama mengalami gerhana total. Pertanyaan dengan cepat muncul, apakah gerhana mungkin menjadi faktor gempa California?

Sekali lagi, jawabannya adalah tidak!

BACA JUGA: Merespons Tantangan Elon Musk, Twitter Hapus 1 Juta Akun Palsu Setiap Hari

The Old Farmer's Almanac pun menyarankan gempa bumi yang terjadi pada setiap tahun dapat diantisipasi berdasarkan seberapa jauh ke utara atau selatan bulan muncul relatif terhadap ekuator langit (ketika "naik tinggi" atau "naik rendah").

Namun, korelasi ini sangatlah kecil. Sebab, seismolog yang telah menghabiskan karir mereka mempelajari sebab dan akibat gempa tidak pernah memberikan peringatan gampa atas dasar bulan yang sejajar dengan perigee atau terjadinya gerhana bulan total, atau ketika posisi bulan tinggi di atas khatulistiwa. Sehingga, tidak bukti apapun mengenai hal ini.

Sindrom 'Supermoon'

Menurut Joe Rao, kolomnis astronomi, disebutkan banyak orang tergila-gila dengan istilah ‘supermoon’.

Apalagi, dengan klaim yang mengungkapkan bahwa fenomena ini akan menjadikan bulan tampak 14% lebih besar dan 30% lebih terang dari biasanya.

Namun, kenyataannya adalah bahwa supermoon tampak 14% lebih besar dan 30% lebih terang tidak dibandingkan dengan bulan purnama pada jarak rata-rata mereka dari Bumi, melainkan, dibandingkan dengan bulan purnama di dekat jarak terjauh mereka dari Bumi (apogee), sehingga apabila merujuk terhadap kondisi seperti itu, maka istilah yang lebih tepat adalah ‘minimoon’.

Tentu, sensasialisme yang melekat pada klaim semacam itu biasanya menghasilkan kekecewaan yang cukup besar di antara massa yang melihat ke atas dan berharap melihat sesuatu yang tidak biasa di langit.

Seberapa terang 'Supermoon' ?

Peningkatan 30% dalam pencahayaan bulan sebenarnya hanya terjadi peningkatan kecerahan sebesar 0,28-magnitudo.

Sekitar satu dekade yang lalu, ada seseorang yang memberi tahu bahwa dia mengharapkan supermoon yang banyak digembor-gemborkan oleh media akan muncul "lebih cerah."

Apalagi, dengan klaim 30% lebih terang, menjadikan dirinya berharap untuk melihat sesuatu yang mirip dengan lampu yang menerangi 3 arah sekaligus; seolah-olah pada malam supermoon itu akan seperti mengubah kecerahan bulan ke tingkat yang lebih tinggi.

Padahal, sejauh ini, peningkatan sebesar 0,28 magnitude pada bulan purnama hampir sama sekali tidak terlihat oleh mata.

BACA JUGA: Bantu Dana Untuk Media Kecil Menengah, Google Luncurkan News Equity Fund

Memperhitungkan ukuran

Dan bagaimana dengan klaim terkait bulan yang tampak 14% lebih besar? Sementara bulan fenomena Supermoon terbesar memang akan terjadi pada 13 Juli 2022?

Penting untuk diketahui, bahwa terkait jarak antar bulan, pengamat pun tidak akan bisa melihat bulan secara telanjang mata. Bahkan, ketika Anda melihat bulan terasa lebih besar ketika saat terbenam ataupun terbit, itu hanyalah akibat dari ilusi bulan.

Namun berkat kekuatan sugesti, lebih dari beberapa orang akan bersikeras bahwa bulan tampak luar biasa besar bagi mereka. Di mana, ada keengganan bagi mereka untuk menerima fakta itu.

Alih-alih menentang pendapat umum, mereka malah bersikeras bahwa mereka menyaksikan sesuatu yang paling tidak biasa. Padahal, supermoon hampir tidak terlihat berbeda dari kebanyakan bulan purnama lainnya.

Pengaruh pasang surut

Selain pengaruh prakonsepsi ini, kebetulan yang hampir terjadi antara bulan purnama minggu ini dengan perigee akan menghasilkan kisaran pasang surut air laut yang sangat besar secara dramatis bahkan bisa menimbulkan banjir pesisir.

Saat bulan purnama, tarikan gravitasi bulan menghasilkan sesuatu yang disebut gaya pasang surut

Fase bulan purnama yang bersamaan dengan perigee atau jarak terdekat bulan ke bumi berpotensi menyebabkan terjadinya peningkatan ketinggian air pasang laut yang lebih.

Fase bulan purnama yang bersamaan dengan perigee atau jarak terdekat bulan ke bumi berpotensi menyebabkan terjadinya peningkatan ketinggian air pasang laut yang lebih signifikan.

Terlalu banyak fenomena 'Supermoon'

Adapun, Pensiunan astronom NASA Dr. Fred Espenak telah membuat daftar supermoon penuh dari tahun 2000 hingga 2100, sebab syarat bulan purnama menjelma menjadi fenomena supermoon, hanya dilihat dari satu indikator, yakni jarak dari Bumi sama atau lebih besar dari 90% jaraknya dari apogee ke perigee.

Dalam beberapa tahun terakhir pun ada tiga supermoon, sementara tahun-tahun lainnya, termasuk tahun 2022 akan terjadi empat kali dan pada tahun 2029 hingga 2033 bisa ada sebanyak lima kali supermoon.

Meskipun tampaknya selalu ada kegembiraan tentang pengumuman supermoon yang akan datang, namun jika ada begitu banyak yang terjadi dalam satu tahun, mungkin ada titik di masa depan di mana masyarakat umum mungkin menjadi bosan sejauh menyangkut supermoon.

Jadi, jangan khawatir apabila pandangan Anda terhalang oleh awan ketika akan melihat supermoon pada 13 Juli 2022 nanti. Sebab, akan ada supermoon lagi bulan depan pada 11 Agustus 2022.

Mengurangi istilah supermoon

Mungkin kita seharusnya lebih seksama dalam melihat terjadinya fenomena bulan paling dekat dengan perigee. Sehingga, otomatis dapat mengurangi jumlahnya menjadi hanya satu per tahun.

Atau, mungkin, kita dapat menyebut fenomena “supermoon” ketika bulan benar-benar berada dalam jarak 221.705 mil (356.800 km) dari Bumi. Itu akan membuat fenomena supermoon lebih jarang terjadi, bahkan rata-rata hanya terjadi setiap 4 tahun sekali. Dengan kriteria ini, jika aturan seperti itu diterapkan, tidak akan ada supermoon pada tahun 2022.

Fenomena terbaru akan terjadi pada tahun 2018 dan tidak akan ada fenomena supermoon hingga tahun 2026.

Dan jika kita benar-benar ingin menganut istilah "super", kita mungkin menerapkan istilah ini hanya untuk bulan purnama yang mendekati Bumi dalam jarak 221.519 mil (356.500 km).

Espenak menganggap ini sebagai "Perige Bulan Purnama Tertinggi". Hanya empat kasus seperti itu yang akan terjadi di abad ke-21, dengan yang pertama tidak akan terjadi hingga 25 November 2034.

Dr Espenak menambahkan: "Di sisi positifnya, setiap publisitas supermoon, menjadikan suatu hal yang baik ketika banyak orang meluangkan waktu untuk melihat langit,”

"Hanya saja, jangan disesatkan oleh tren yang berlebihan."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Kabupaten Sleman Prioritaskan Pembangunan Pertanian

Sleman
| Kamis, 25 April 2024, 10:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement