Advertisement

Berbahaya! Saldo Rekening Bertambah Secara Misterius Bisa Berujung Penjara

MG Noviarizal Fernandez
Sabtu, 06 November 2021 - 20:47 WIB
Budi Cahyana
Berbahaya! Saldo Rekening Bertambah Secara Misterius Bisa Berujung Penjara Petugas menata tumpukan uang rupiah. - JIBI/Bisnis.com/Rachman

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Berhati-hatilah jika saldo rekening bertambah secara misterius. Penggunaan dana salah transfer bisa terjerat pidana.

Perkara salah transfer bukanlah hal baru dalam sengketa perbankan. Beberapa kasus bahkan berujung pidana seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu. Guna mencegah terjadinya sengketa, pemerintah menerbitkan UU No.3/2011 tentang Transfer Dana.

Advertisement

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara Ade Adhari mengatakan, merujuk Pasal 1 ayat (1) UU itu, transfer dana adalah rangkaian kegiatan yang dimulai dengan perintah dari pengirim asal yang bertujuan memindahkan sejumlah dana kepada penerima yang disebutkan dalam perintah transfer dana sampai dengan diterimanya dana oleh penerima. 

“Artinya, suatu transfer dana pasti diawali dengan suatu perintah kepada bank untuk memindahkan sejumlah dana kepada penerima yang telah disebutkan dalam perintah transfer dana,” jelasnya, Jumat (5/11/2021).

Dalam UU Transfer Dana terdapat delik yang berkaitan dengan kegiatan salah transfer dana. Delik tersebut terdapat dalam Pasal 85 yang menyatakan setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang bukan haknya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 atau denda paling banyak Rp5 miliar.

Selain itu, nasabah bisa dijerat dengan pasal 372 KUHP mengenai tindak pidana penggelapan jika nasabah sudah mengetahui asal uang tersebut dan menolak untuk mengembalikan.

Dia juga menegaskan penggunaan Pasal 85 UU Transfer Dana harus dilakukan secara hati-hati. Pasalnya, ada hal yang harus dipastikan berjalan terlebih dahulu yakni ada kewajiban yang seharusnya dijalankan oleh pihak bank sebagai penyelenggara transfer dana.

Kewajiban tersebut tertuang di dalam Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan dalam hal penyelenggara pengirim melakukan kekeliruan dalam pelaksanaan transfer dana, penyelenggara pengirim harus segera memperbaiki kekeliruan tersebut melakukan pembatalan atau perubahan.

Umumnya, kata segera tersebut diartikan harus diperbaiki dalam batas waktu 2x24 jam. Aturan normatif pada ayat ini menghendaki agar pihak Bank sebagai penyelenggara transfer dana dalam menjalankan kegiatan transfer dana.

Selanjutnya pada ayat (2) disebutkan bahwa penyelenggara pengirim yang terlambat melakukan perbaikan atas kekeliruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada penerima. Menurut dia, norma dalam ayat ini penting untuk memberikan perlindungan bagi nasabah atas tindakan kekeliruan transfer dana yang dilakukan oleh pihak bank.

Keberadaan kewajiban membayar jasa, bunga, atau kompensasi kepada nasabah tuturnya,  menjadi penting agar bank sebagai penghimpun dana dari masyarakat senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatan dalam penyelenggaraan sistem transfer dana.

Direktur Eksekutif Diponegoro Center for Criminal Law (Decrim) ini menegaskan bahwa untuk dapat membuktikan adanya delik pada pasal 85 UU dibutuhkan alat bukti yang ketentuan mengenai alat bukti dan pembuktiannya bersifat menyimpang dari KUHAP.

KUHAP telah menetapkan alat bukti yang dapat digunakan (bewijsmiddelen) untuk mengadili perkara pidana, termasuk perkara salah transfer dana. Berbagai alat bukti tersebut ada dalam Pasal 184 KUHAP antara lain keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.

Namun dalam Pasal 76 UU Transfer Dana terdapat perluasan jenis alat bukti dalam membuktikan adanya tindak pidana transfer dana berupa Informasi elektronik, dokumen elektronik, dan/atau hasil cetaknya dalam kegiatan Transfer Dana.

Selain itu, hal penting lain yang diatur dalam UU Transfer Dana adalah berkenaan dengan burden of proof atau bewijslast (pembagian beban pembuktian) yang menyimpang dari KUHAP. Dalam hukum acara yang umum, lanjutnya, pembuktian kesalahan terdakwa menjadi tanggung jawab penuntut umum. Tetapi dalam UU Transfer Dana beban pembuktian menjadi kewajiban Bank yang diatur dalam Pasal 78 UU Transfer Dana yang berbunyi

“Dalam hal terjadi keterlambatan atau kesalahan Transfer Dana yang menimbulkan kerugian pada pengirim asal atau penerima, penyelenggara atau pihak lain yang mengendalikan sistem transfer dana dibebani kewajiban untuk membuktikan  ada atau tidaknya keterlambatan atau kesalahan transfer tersebut,” jelasnya.

Konsekuensi adanya ketentuan ini adalah jika bank tidak dapat membuktikan adanya kesalahan transfer maka pemidanaan terhadap terdakwa tidak dapat dilakukan. Aturan kewajiban pembuktian ditangan bank, tuturnya, merupakan bentuk perlindungan hukum kepada nasabah karena penguasaan sistem penyelenggaaran transfer dana dikuasai oleh bank.

Dia menyatankan agar nasabah pun mesti beritikad baik dengan berhati-hati dan menanyakan perihal dana yang masuk ke rekeningnya dengan melakukan pengecekan atau pemeriksaan atas transfer dana masuk. Keberadaan itikad baik tersebut secara menandakan tidak ada niat jahat atau dolus malus dari nasabah untuk menguasai dan mengakui dana yang masuk ke dalam rekeningnya.

“Secara sederhana, adanya iktikad baik berkonsekuensi pada ketiadaan kesalahan sebagai syarat subjektif dalam kasus ini. Sehingga unsur delik dalam Pasal 85 sengaja menguasai dan mengakui dana hasil transfer yang atau patut diketahui bukan haknya sebagai miliknya menjadi tidak terpenuhi,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal Bus Damri dari Jogja-Bandara YIA, Bantul, Sleman dan Sekitarnya

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 04:37 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement