Advertisement
Studi WHO: kebanyakan Bekerja, Ratusan Ribu Orang Meninggal Dunia Dalam Setahun

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Terlalu banyak bekerja berpotensi meningkatkan kasus kematian.
Sebuah studi terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, jam kerja yang panjang dan kerja berlebihan kemungkinan besar menyebabkan peningkatan ratusan ribu kematian setiap tahun di seluruh dunia. Masalahnya pun dinilai semakin parah.
Advertisement
Pada 2016, peneliti memperkirakan sekitar 745.000 orang meninggal akibat strok dan penyakit jantung iskemik terkait jam kerja yang lebih dari 55 jam seminggu, meningkat 29 persen dibandingkan angka yang sama pada 2000.
Bekerja 55 jam seminggu atau lebih meningkatkan risiko strok hingga 35 persen dibanding bekerja 35 hingga 40 jam seminggu. Risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik pun lebih besar 17 persen.
BACA JUGA: Berniat Beli Rumah? Cek Promo KPR Bank Mandiri, CIMB, dan Panin
"Bekerja 55 jam atau lebih per minggu merupakan bahaya kesehatan yang serius," kata Maria Neira, Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan di WHO, dilansir Science Alert.
"Sudah waktunya kita semua, pemerintah, pengusaha, dan karyawan menyadari fakta bahwa jam kerja yang panjang dapat menyebabkan kematian dini," sambungnya.
Penyakit dan kematian terkait pekerjaan sangat umum pada pria dengan rentang usia 60 hingga 74 tahun, terutama pada orang yang tinggal di wilayah Pasifik Barat dan kawan Asia Tenggara.
Meski studi hanya mengalami peningkatan hingga 2016, WHO menilai situasi tidak mungkin membaik sejak saat itu. Terlebih dengan adanya pandemi virus corona ini.
"Pandemi Covid-19 telah secara signifikan mengubah cara banyak orang bekerja. Banyak bisnis terpaksa mengurangi atau menghentikan operasi untuk menghemat uang, dan orang-orang yang masih dalam daftar gaji akhirnya bekerja lebih lama," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
Karenanya, WHO mendorong pemerintah dan pengusaha untuk memperhatikan tanda peringatan dalam penelitian ini, dengan menetapkan aturan seputar batas waktu dan jam kerja yang fleksibel, serta memungkinkan pembagian pekerjaan antar pekerja.
"Tidak ada pekerjaan yang sebanding dengan risiko stroke atau penyakit jantung. Pemerintah, pengusaha, dan pekerja perlu bekerja sama untuk menyetujui batasan untuk melindungi kesehatan pekerja," tandas Tedros.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Suara.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- 3 Orang Meninggal Dunia di Pesta Rakyat Garut, Dedi Mulyadi Minta Maaf dan Janji Berikan Santunan Rp150 juta per Keluarga
- Rangkaian Kegiatan Pernikahan Anak Gubernur Jabar Dedi Mulyadi Ricuh, 3 Orang Dilaporkan Meninggal Dunia di Pesta Rakyat Garut
- Ada Tambang Ilegal di IKN, Menteri ESDM Serahkan Kasus kepada Penegak Hukum
- Maurene Comey Tak Terima Dipecat oleh Donald Trump Tanpa Alasan yang Jelas
- Permintaan Bebas Bos Pabrik Narkoba Asal Ukraina Ditolak oleh Majelis Hakim PN Denpasar
Advertisement

Nelayan KulonprogoButuh SPBU Khusus untuk Meringankan Ongkos Produksi
Advertisement

Taman Kyai Langgeng Magelang Kini Sediakan Wisata Jeep untuk Berpetualang
Advertisement
Berita Populer
- Harga Pangan Hari Ini, Cabai Rawit Merah dan Bawang Merah Turun
- Cegah Praktik Pungli dan ODOL, Kemenhub Bangun Sistem Elektronik
- Permintaan Bebas Bos Pabrik Narkoba Asal Ukraina Ditolak oleh Majelis Hakim PN Denpasar
- Ini Cara Bedakan Beras Oplosan, Medium dan Premium Versi Bapanas
- Maurene Comey Tak Terima Dipecat oleh Donald Trump Tanpa Alasan yang Jelas
- Puluhan Tersangka Sindikat Judi Online Jaringan China dan Kamboja Ditangkap Bareskrim Polri
- Sampaikan Dupik, Hasto Kritiyanto Tuding KPK Melakukan Rekayasa Hukum
Advertisement
Advertisement