Advertisement
Harga Elpiji Bisa Lebih Murah Setelah Pertamina Impor dari Abu Dhabi

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) baru saja menandatangani perjanjian pembelian liquified petroleum gas (LPG) dari Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC). Langkah tersebut dinilai bisa lebih menghemat biaya yang harus dikeluarkan.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menilai kerja sama itu merupakan salah satu bentuk langkah yang cukup strategis mengingat kapasitas produksi elpiji dari ADNOC yang cukup signifikan, mengingat Indonesia mengimpor elpiji sebanyak 80 persen dari total konsumsi dalam negeri.
Advertisement
"Terkait dengan harga dengan langsung bekerja sama dengan produsen maka seharusnya harga lebih murah dibandingkan dengan harga pihak ketiga," katanya kepada JIBI, Sabtu (6/3/2021).
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menjelaskan, dengan estimasi nilai kontrak senilai US$500 juta per tahun cenderung tidak terlalu mahal, karena melihat tren harga yang sedang naik saat ini.
Dia menambahkan, dengan membeli langsung LPG kepada produsennya akan memberikan harga yang lebih murah, tapi tidak terlalu signifikan penghematannya.
"Sebenarnya yang lebih penting mengurangi impor LPG dengan mengubah sistim distribusi LPG 3 kg dari terbuka menjadi tertutup. Dengan distribusi tertutup bisa mengurangi jumlah LPG yang salah sasaran," katanya kepada Bisnis.com, Sabtu (6/3/2021).
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Sub Holding Commercial & Trading (SH C&T) Putut Andriatno mengatakan nota kesepahaman yang diteken dengan pihak ADNOC masih belum sampai pada pembahasan kontrak volume. Hal itu akan ditindaklanjuti dengan perjanjian jual beli, sedangkan terkait dengan estimasi harga, nantinya akan menyesuaikan sesuai dengan kebutuhan pasokan di dalam negeri.
"Tim belum bisa sampaikan karena masih dalam evaluasi dan akan dibahas dalam tindak lanjut dari kesepakatan tersebut," katanya, Sabtu (5/3/2021).
Sebelumnya, Menteri Energi dan Infrastruktur Uni Emirat Arab Suhail Al Mazroui menjelaskan, kontrak penjualan LPG dan sulfur itu akan berlangsung selama empat tahun dengan nilai kontrak per tahunnya adalah US$500 juta.
Dengan demikian, estimasi nilai kontrak akan berjumlah US$2 miliar selama empat tahun ke depan. Namun, jumlah itu bisa saja berubah mengikuti fluktuasi harga komoditas tersebut di pasar global.
"Saya pikir kontrak LPG bersama dengan sulfur adalah kontrak empat tahun dan itu kira-kira US$500 juta setahun, jadi kontraknya US$2 miliar selama empat tahun dan antara US$2 miliar–US$2,2 miliar tergantung pada harganya. Hal ini penting mengingat masa empat tahunnya tetapi dapat diperbarui," jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- DPR Soroti Asesmen Awal Program Sekolah Rakyat Kemensos
- Dewan Pers: Wartawan Aman dari Jeratan UU ITE jika Patuh Kode Etik
- Kasus Riza Chalid, Kejagung Kejar Aset hingga Perusahaan Afiliasi
- Politik Jepang, Takaichi Incar Posisi Perdana Menteri
- Ribuan Orang Unjuk Rasa di London Tolak Kunjungan Donald Trump
Advertisement

Jadi Tersangka Kasus TKD, Mantan Lurah Srimulyo Mengajukan Praperadilan
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Pengamat Kritisi Kasus Pagar Laut Bekasi yang Hanya Berhenti di Tersangka
- Kuasa Hukum Ungkap Banyak Kejanggalan Terkait Kasus Pembunuhan Kacab Bank
- Putus Jaringan Komunikasi, Militer Israel Semakin Brutal Serang Gaza
- Tok! Bunga KPR Subsidi Tetap 5 Persen
- Trump Perpanjang Tenggat Larangan TikTok hingga 16 Desember 2025
- Sekjen GCC Kutuk Serangan Israel ke Gaza
- Tiba di Indonesia, Sapi Impor Australia untuk Dukung MBG
Advertisement
Advertisement