Advertisement
Respons Perhimpunan Guru Terkait Mendikbud Hapuskan UN
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud) yang menghapuskan Ujian Nasional mulai tahun depan dan menggantikannya dengan Asesmen Nasional (AN).
Koordinator Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan bahwa istilah Asesmen Nasional merupakan sesuatu yang baru. Sebelumnya, pada akhir 2019 Nadiem sempat menyebutkan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).
Advertisement
“Secara umum AKM ini sama, berisi penilaian siswa di aspek literasi, numerasi, dan survei karakter. Sebenarnya AN ini lebih kepada elaborasi saja, tapi poin utamanya publik sudah tahu,” kata Satriwan kepada Bisnis, Jumat (9/10/2020).
Terkait AN, secara prinsip P2G memang sudah menolak UN sejak lama. Dengan dihapuskannya UN artinya aspirasi para pendidik didengar oleh Menteri Nadiem Makariem.
“Saya sangat mengapresiasi kebijakan Mas Menteri karena berani untuk menghapuskan UN. Diganti dengan AN,” imbuhnya.
Satriwan mengharapkan nantinya AN agar jangan sampai jadi beban bagi sekolah, guru, murid, dan orang tua.
“Karena biasanya berkaca pada UN, ada kecenderungan sekolah, guru, kepsek, termasuk kepala daerah, menjadikan hasil UN atau nanti hasil AN dijadikan sebagai potret pemeringkatan kualitas pendidikan di daerahnya. Ini jangan sampai terjadi,” tegasnya.
Hasil AN diharapkan tidak menjadi ukuran siswa atau sekolah berkualitas atau tidak. Menurutnya, lebih lanjut Kemendikbud harus memberikan penjelasan lebih mendalam terkait dengan tujuan AN, terutama kepada Kepala Daerah.
“Karena Kepala Daerah ini biasanya menggunakan hasil ujian seperti ini sebagai ukuran daerah yang mereka pimpin berkualitas pendidikannya. Jadi sebagai pelaksana, Kemendikbud juga nanti jangan meranking sekolah atau siswa, media juga jangan berkontribusi membuat rangkingan,” imbuhnya.
Pasalnya, dengan memberikan pemeringkatan akan berpotensi menjadi beban psikologis bagi anak, misalnya hasil AN-nya rendah disebut bidoh, atau jika tinggi disebut pintar, berkualitas, dan sekolahnya bagus.
“Ini labelling yang muncul di publik dan dibantu juga oleh media. Oleh karena itu dalam rangka menghilangkan beban sekolah, guru, dan anak, maka pemeringkatan hasil AN itu jangan dibuka ke publik dan hanya dijadikan sebagai konsumsi internal kemdikbud untuk follow up kepada sekolah tersebut,” imbaunya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Siap-Siap! Penerapan SLFF di Tol Sebelum Oktober 2024
- Ditanya soal Kemungkinan Maju di Pilkada, Kaesang Memilih Ini
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
Advertisement
Pilkada Kulonprogo: Pendaftaran Panwascam Dibuka, Kebutuhan Formasi Menunggu Hasil Tes
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Penetapan Caleg Terpilih di DIY Menunggu BRPK Mahkamah Konsitusi
- Surya Paloh Enggan Jadi Oposisi dan Pilih Gabung Prabowo, Ini Alasannya
- Izin Tinggal Peralihan Jembatani Proses Transisi Izin Tinggal WNA di RI
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Gaji Prabowo-Gibran Saat Sudah Menjabat, Ini Rinciannya
- Iuran Pariwisata Masuk ke Tiket Pesawat, Ini Kata Menteri Pariwisata
- KASD Sebut Penggantian Istilah dari KKB ke OPM Ada Dampaknya
Advertisement
Advertisement