KPU Perlu Terbitkan Peraturan Pecandu Dilarang Nyalon
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) didorong untuk menerbitkan peraturan terkait mantan pengguna, pecandu, dan bandar narkoba tidak boleh 'nyalon' atau menjadi calon dan dicalonkan sebagai kepala daerah.
"Kami menyayangkan kenapa KPU tidak menerbitkan aturan itu. Kan banyak hal yang diatur oleh KPU, tapi kenapa hal ini (mantan pengguna narkoba) tidak diatur, makanya kami ingatkan dan dorong KPU untuk membuat aturan tentang itu supaya jelas pelaksanaannya," ujar Pakar hukum Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad kepada wartawan di Jakarta, Senin (6/7/2020).
Advertisement
Menurut Suparji, peraturan yang dibuat KPU berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) aturan tentang syarat pencalonan Pemilihan Kepala Daerah yang dimuat dalam Pasal 7 ayat (2) huruf i Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang melarang pecandu narkoba maju di Pilkada.
Ia menegaskan jika partai politik mengajukan calon kepala daerah mantan pecandu narkoba maka KPU bisa menolaknya.
"Ya, bisa (ditolak oleh KPU). Sudah jelas kok regulasinya, antara lain kan UU, dan kemudian revisi dari UU itu, atau syaratnya pelaksanaannya ditentukan antara lain oleh MK. Jadi, kalau ada yang menggunakan itu bisa ditolak. Salah satu syarat kan bebas dari narkoba," katanya.
Suparji menegaskan putusan MK yang melarang pencandu, pengedar, dan bandar obat-obatan terlarang tersebut sudah final yang harus disambut baik dan ditaati semua pihak.
Sebab, katanya, putusan MK itu adalah bagian dari komitmen untuk memberantas narkoba di Indonesia yang ditengarai sebagai kejahatan luar biasa.
"Sampai sekarang juga belum ada pola yang efektif untuk memberantas atau mencegahnya. Jadi dengan putusan MK ini akan mendorong bahwa kepala daerah itu memang betul-betul yang berintegritas, bermoral, dan tidak ada hubungannya dengan narkoba," tegas Suparji.
Ia mengingatkan putusan MK tersebut juga menjadi peringatan untuk partai politik agar merekrut serta mengusung calon kepala daerah yang beritegritas dan tidak cacat moral, hukum, dan politik dengan melihat rekam jejaknya, termasuk pernah terlibat atau tidak dalam penyalahgunaan narkoba.
Selain itu, katanya, jangan menyuburkan adanya praktik dinasti dan olirgarki yang semakin menjamur di iklim demokrasi Indonesia, sebab secara tidak langsung akan menutupi kelemahan masa lalu yang notabene berpotensi terjadinya praktik-praktik penyimpangan.
"Jadi, yang harus diutamakan itu harus betul-betul memiliki integritas, memiliki moralitas, memiliki profesionalisme dan tidak terkooptasi oleh sandera-sandera politik atau kekuasaan. Penyakit besar yang dihadapi sekarang itu kan bagaimana mengatasi persoalan dinasti dan oligarki," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini Daftar Wilayah yang Nihil Permohonan Sengketa Pilkada di MK Termasuk DIY
- Pilkada Jakarta Bersih dari Gugatan Sengketa, Pramono-Rano Karno Sah Menangkan Pemilihan
- Sistem Zonasi dalam PPDB Diminta Berbasis Hak Anak
- Mantan Menkumham Yassona Laoly Dipanggil KPK sebagai Saksi
- Pemerintah Diminta Susun Peta Jalan untuk Mengatasi Masalah PPDB Zonasi
Advertisement
Mulai dari Juru Ketik, Endah Kini Pimpin Bumi Handayani
Advertisement
Mingguan (Jalan-Jalan 14 Desember) - Jogja Selalu Merayakan Buku
Advertisement
Berita Populer
- Pilkada Jakarta Bersih dari Gugatan Sengketa, Pramono-Rano Karno Sah Menangkan Pemilihan
- Percepatan Akses Obat dan Vaksin Inovatif, Kemenkes Akan Bikin Satgas
- Wacana Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan, Hardjuno Wiwoho: Langkah Revolusioner Pemberantasan Korupsi
- Golkar Hargai Ketidakhadiran Jokowi di Undangan HUT Partai
- ASN Singapura Terbaik di Dunia, Begini Kondisi ASN Indonesia
- Presiden Prabowo Hargai PDIP di Luar Pemerintahan
- Aktivis HAM Dokumentasikan Kejahatan Bashar al-Assad Terhadap 6.000 Petugas
Advertisement
Advertisement