Advertisement
Pemerintah Diminta Gratiskan Rapid Test Mandiri, Ini Alasannya

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Pemerintah diminta menggratiskan biaya rapid test mandiri yang dinilai mahal selain menggangu pergerakan orang dan kegiatan angkutan logistik.
Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo menilai tingginya biaya rapid test hingga Rp500.000 seringkali dikeluahkan masyarakat. Apalagi masa berlakunya hanya selama tiga hari.
Advertisement
"Banyak masyarakat yang mengeluhkan mahalnya rapid test. Atas keluhan ini, pemerintah seharusnya memikirkan solusi, bagaimana caranya agar rapid test mandiri bisa gratis," katanya kepada wartawan, Selasa (23/6/2020).
BACA JUGA : Setelah Pasar, Rapid Test Acak di Jogja Akan Digelar di Mal
Legislator asal Boyolali, Jawa Tengah, ini mengatakan karena mahalnya rapid test dirinya sering mendapat keluhan dari ratusan sopir truk yang terpaksa menunda pekerjaannya karena tak sanggup membayar biaya rapid test.
"Kita tahu, ratusan pengemudi truk yang mengangkut logistik menunda pengiriman barang karena tak mampu bayar biaya rapid test. Para sopir truk yang bekerja untuk kepentingan publik mestinya dibebaskan dari biaya rapid test," ujarnya.
Pada Senin (22/6) ratusan sopir truk pengangkut logistik di Pelabuhan Pangkal Balam, Bangka Belitung menunda pengiriman barang karena terkendala biaya rapid test.
BACA JUGA : Jalani Rapid Test, 108 Warga Gunungkidul Dinyatakan Reaktif
Syarat untuk pengiriman barang, pengemudi harus mengikuti rapid test terlebih dahulu. Tingginya biaya rapid test juga banyak dikeluhkan para calon penumpang kereta api dan penumpang pesawat. Bahkan, banyak di antara calon penumpang akhirnya terpaksa membatalkan perjalanan karena terbukti menggunakan surat keterangan rapid test yang sudah kadaluarsa.
"Kejadian-kejadian seperti ini kan membuktikan bahwa biaya rapid test itu terasa membebani. Kondisi ini harusnya jadi perhatian pemerintah," kata Rahmad.
Rahmad mengatakan sejauh ini rapid test masih merupakan cara paling baik untuk melacak penyebaran Covid-19. Rahmad mengakui, rapid test memang membutuhkan dana, sehingga pihak rumah sakit, mau tidak mau harus mematok tarif. "Di sinilah perlunya pemerintah hadir dan mengawasi. Tidak boleh membiarkan rumah sakit melakukan aji mumpung, mematok tarif sesukanya," kata Rahmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
- Pengakuan Keluarga, Pelaku Perusakan Mobil KPU Semarang Kerap Halu & Ngamuk
- Diklaim Tahan Gempa & Tsunami, Jembatan Pandansimo di Bantul Mulai Dibangun
- Cegah Pembuangan Limbah, Petugas Gabungan DLHK Patroli Sungai Bengawan Solo
- Prediksi Curah Hujan Rendah, Petani Wonogiri Diminta Bersiap Hadapi 2024
Berita Pilihan
- Debat Capres-Cawapres Pemilu 2024, Ini Format Lengkapnya
- Kasus Covid-19 Melonjak di Beberapa Negara, Kementerian Kesehatan: Akibat Varian Baru
- Google Doodle Menampilkan Kapal Pinisi Indonesia, Ini Asal Sejarahnya
- Jumlah Perokok Anak di Indonesia Makin Banyak, IDAI Sebut Akibat Tuyul Nikotin
- Empat Anak Tewas di Jagakarsa, Polisi Temukan Pesan Bertuliskan "Puas Bunda, tx for All" di TKP
Advertisement

Akhir Tahun, Taman Pintar Kejar Target 30 Ribu Kunjungan Wisatawan
Advertisement

Cari Tempat Seru untuk Berkemah? Ini Rekomendasi Spot Camping di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
- ASDP Kerja Sama OTA, Beli Tiket Ferry Kini Semakin Mudah dari Ponsel Pintar
- Hari HAM jadi Pengingat Pentingnya Rasa Saling Menghormati di Atas Keberagaman
- Indonesia dan Korea Bersepakat Tinggalkan Dolar Mulai 2024
- Bulog Disarankan Dapat Kuota Impor Gula untuk Menekan Harga
- Komisi Yudisial Diminta Awasi Praperadilan Firli Bahuri dan Eddy Hiariej Hari Ini
- KAI Tebar Diskon Tiket Kereta Api untuk Libur Natal dan Tahun Baru
- Ratusan Pengungsi Rohingya Datang Lagi di Pidie dan Aceh Besar
Advertisement
Advertisement