Advertisement
Firli Bahuri Tegaskan KPK Fokus Pada Pokok Perkara Nurhadi

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan lembaganya saat ini fokus untuk mendalami pokok perkara yang menjerat mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi (NHD).
"Kita sekarang fokus dengan kasus utama, yaitu saudara NHD menerima hadiah janji berupa gratifikasi, jadi itu yang kita kerjakan, itu yang pertama," kata Firli di gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/6/2020).
Advertisement
Hal tersebut dikatakan Firli untuk merespons apakah KPK membuka kemungkinan untuk menindak menggunakan pasal "obstruction of justice" atau merintangi penyidikan bagi pihak-pihak yang membantu pelarian Nurhadi.
Namun, kata dia, KPK akan menampung segala informasi maupun bukti yang mengarah adanya keterlibatan pihak lain membantu pelarian Nurhadi tersebut.
"Tentu kami tidak akan pernah meniadakan atau tidak pernah meninggalkan seluruh informasi itu, kami tampung. Termasuk juga nanti kalau memang ada keterangan, ada bukti terkait dengan hal-hal lain tindak pidana lain tentu kami kembangkan," ujar Firli.
Selain itu, kata dia, KPK juga membuka kemungkinan untuk mengembangkan kasus Nurhadi tersebut menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
"Tetapi yang pasti sekarang perkara pokoknya adalah Nurhadi menerima pemberian hadiah atau janji berupa uang, itu yang pertama. Yang kedua kami akan kembangkan apakah itu juga termasuk dengan tindak pidana pencucian uang. Saya kira itu," kata Firli.
Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono (RHE) dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto (HSO) telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2011-2016, pada 16 Desember 2019. Ketiganya kemudian dimasukkan dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak Februari 2020.
Untuk tersangka Nurhadi dan Rezky telah ditangkap tim KPK di Jakarta, Senin (1/6). Sementara tersangka Hiendra masih menjadi buronan KPK.
Nurhadi dan Rezky ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar terkait pengurusan sejumlah perkara di MA sedangkan Hiendra ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.
Adapun penerimaan suap tersebut terkait pengurusan perkara perdata PT MIT vs PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar, perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp33,1 miliar, dan gratifikasi terkait perkara di pengadilan kurang lebih Rp12,9 miliar sehingga akumulasi yang diduga diterima kurang lebih sebesar Rp46 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Puluhan Ribu Warga Turki Turun ke Jalan, Tuntut Erdogan Mundur
- Hidup Jadi Tenang di 9 Negara yang Tak Punya Utang
- Menkeu Purbaya Jamin Bunga Ringan untuk Pinjaman Kopdes ke Himbara
- Ini Duduk Perkara Temuan BPK Soal Proyek Tol CMNP yang Menyeret Anak Jusuf Hamka
- PT PMT Disegel KLH, Diduga Sumber Cemaran Zat Radioaktif
Advertisement

Pemadaman Listrik Selasa 16 September 2025: Kalasan, Wonosari hingga Bantul
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Kematian Mahasiswa Unnes saat Demo di Semarang Sedang Diinvestigasi
- 7 Jenazah Korban Kecelakaan Bus RS Bina Sehat Dimakamkan di Jember
- Daftar 10 Negara yang Menolak Palestina Merdeka
- Polisi Selidiki Penyebab Kecelakaan Maut Bus Rombongan Rumah Sakit Bina Sehat
- Polisi Peru Tangkap Komplotan Pembunuh Diplomat Indonesia Zetro Purba
- Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus DJKA
- Hubungan Venezuela-AS Memanas, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement