Advertisement
Pembicaraan soal Reshuffle Terlalu Prematur

Advertisement
Harianjogja.com, JAKART - Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam berpendapat argumen, narasi dan penilaian sejumlah pihak tentang kinerja para menteri dalam 100 hari kerja cukup untuk menentukan reshuffle kabinet cenderung “prematur” dan “misleading”.
"Cenderung “prematur” dan “misleading”, tetapi, waktu pendek tersebut setidaknya bisa menjadi langkah awal untuk mengidentifikasi arah kinerja para menteri," kata Khoirul Umam, di Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Advertisement
Dia menilai prematur karena, masa tiga bulan awal memerintah kecenderungannya lebih banyak dihabiskan untuk proses penyesuaian dan pemetaan langkah menuju implementasi kebijakan yang sesungguhnya.
"Terlebih lagi, dalam tradisi siklus keuangan negara, APBN belum cair hingga Maret 2020 ini. Praktis, APBN baru mulai berjalan efektif pada bulan Maret hingga April," kata dia.
Hal itu, menurut Khoirul Umam yang membuat penilaian kinerja Menteri di masa-masa awal biasanya cenderung klise dan bias pemberitaan semata, bukan pada penilaian fundamental terhadap kebijakan-kebijakan mendasar.
Kemudian, dia menilai isu reshuffle itu "misleading" karena sejumlah pihak mengukur kinerja menteri berdasarkan basis penilaian survei opini publik yang dipengaruhi besar oleh persepsi yang terbangun pasca pemilu.
"Dalam situasi tersebut, persepsi publik cenderung mengidap sindrom “post-election bias” atau biasnya cara pandang massa akibat persepsi lama yang terbentuk selama proses politik dan kampanye di Pemilu sebelumnya," ucapnya.
Khoirul Umam mengatakan, selain argumen yang diajukan cenderung bersifat politis, model-model penilaian ala survei itu juga cenderung menggiring opini politik publik secara tidak produktif.
"Lembaga-lembaga survei seharusnya bisa menjadi Lembaga think tank yang baik, dengan tidak mencampuradukkan antara persepsi publik yang dipengaruhi post-election bias dengan instrumen penilaian kinerja, yang umumnya dipahami oleh responden tertentu yang memahami arah perbedaan kebijakan publik," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

Jalan Trisik Penghubung Jembatan Pandansimo di Kulonprogo Rusak Berat Akibat Truk Tambang
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement