Advertisement

Cerita Korban Pinjaman Online Ilegal: Keluarga Diteror, Ancaman Selalu Diterima

Tim Harian Jogja
Selasa, 18 Februari 2020 - 16:07 WIB
Sugeng Pranyoto
Cerita Korban Pinjaman Online Ilegal: Keluarga Diteror, Ancaman Selalu Diterima Ilustrasi uang. - JIBI/Bisnis Indonesia/Rachman

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Sejumlah warga di Jogja resah setelah mendapatkan teror dari platform ilegal yang menyediakan pinjaman online (pinjol) ilegal.

Mereka sebenarnya tidak meminjam lewat pinjol, tetapi nama mereka dijadikan sebagai referensi untuk mendapatkan pinjaman. Sekar warga Sleman mengaku tidak meminjam lewat pinjol, tetapi ia ikut diteror penagih utang atas utang yang dilakukan salah satu anggota keluarga. "Saya itu enggak pernah intens komunikasi dengan saudara yang utang itu. Tiba-tiba saya di-SMS, ditelepon ditagih utang yang tidak saya lakukan," ujar Sekar, Minggu (16/2/2020).

Advertisement

Jika pesan pendek (SMS) atau telepon tersebut tidak ditanggapi, ia akan terus dikejar. Ia mengatakan inti dari SMS atau telepon tersebut agar menyadarkan saudara dan bertanggung jawab untuk segera mengembalikan uang yang dipinjam. Sekar menjelaskan peristiwa itu terjadi sekitar Oktober 2019. Ia mengaku heran karena ikut ditelepon, padahal saudara yang meminjam itu kerap berganti nomor telepon. "Data saya diambil dari Facebook karena memang nomor saya tercantum di profil Facebook. Saudara saya yang lain yang diteror juga yang datanya ada di Facebook," ungkap dia.

Sekar mengaku sangat tidak nyaman dengan pengalaman tersebut. Ia merasa datanya diambil tanpa seizinnya. Bahkan, ketika di-SMS atau ditelepon ketika berkumpul bersama teman-temannya, terkesan dialah yang punya utang. "Saya diteror sekitar sepekan. Setelah itu, tidak lagi. Sepertinya karena sudah dilunasi. Kalau belum lunas, mungkin terus diteror," kata dia.

Ia berharap pemangku kepentingan terkait dengan pinjol bisa mengambil langkah tegas agar pinjaman online ilegal dan meresahkan bisa diberantas. Selain itu, ia berharap masyarakat semakin bijak ketika akan memanfaatkan pinjaman online. "Kalau mau pinjam juga harus nalar. Memang mudah karena cuma butuh KTP, nah justru itu harus waspada. Sesuatu yang sangat mudah didapat pasti ada efek yang besar. Sama kaya iming-iming investasi bodong," kata dia.

Salah satu orang yang mengaku pernah melakukan peminjaman online, Prihartanto mengatakan ia mengaku sempat menerima ancamam saat belum melunasi pinjaman. Namun, ancaman tersebut dikatakannya tidak sampai pada ancaman kekerasan fisik. “Sempat diancam, tetapi tidak sampai yang mau diserang fisik atau yang lain. Cuma dincam mau menyebarkan ke siapa saja gitu,” kata Prihartanto. Ia enggan menceritakan bagaimana detail, peminjaman hingga munculnya ancaman-ancaman dari peminjaman online tersebut.

Lain cerita dengan April. Ia memanfaatkan layanan talangan modal dari sebuah marketplace. Namun, April memasikan layanan talangan modal itu sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan benar-benar untuk modal usaha. Ia juga merupakan salah satu penjual di dalam marketplace itu.

"Modelnya kami nanti dikasih maksimal dana. Kalau sudah terbiasa transaksi di marketplace itu, dana yang ditawarkan masing-masing konsumen beda-beda mulai dari maksimal peminjaman Rp750.000 jatuh tempo setiap tanggal 5 awal bulan. Berhubung aku sambil jualan jadi uangnya itu memang buat belanjain barang jualan dan hasil dari penjualanku itu yang buat kembaliin utangnya lagi," kata dia.

Uang pinjaman itu ia manfaatkan untuk memutar bisnisnya. Ia mengambil keuntungan dari perputaran bisnisnya. Hal itu diakui cukup membantu. "Saya pinjam benar-benar untuk usaha. Kalau enggak gitu akan susah apalagi kalau enggak berpenghasilan cuma tergiur utang nanti pas jatuh tempo pusing," jelas dia.

Ditreskrimsus Polda DIY menyatakan telah menerima sejumlah laporan dari masyarakat terkait dengan debt collector dari pinjol. Namun, Ditreskrimsus tidak bisa melanjutkan ke proses hukum selanjutnya karena rata-rata pelapor meminjam lewat online.

Kasubdit 5 Cyber Ditreskrimsus Polda DIY AKBP Yulianto mengatakan ancaman yang dilontarkan oleh debt collector sebatas penyebaran kontak dan hanya dikirimkan kepada si peminjam pinjaman online.  "Ancaman yang ada baru sebatas ancaman penyebaran kontak, dan itu juga baru dikirimkan kepada si peminjam online, kalau dikirimkan ke grup WhatsApp atau media sosial baru bisa dijerat dengan UU ITE," ujar Yulianto kepada Harian Jogja, Sabtu (15/2).

Sampai saat ini, berdasarkan data dari Ditreskrimsus tidak ada ancaman yang menjurus kepada ancaman yang membahayakan nyawa seseorang utamanya kepada si pelaku peminjam online. "Kalau ada sampaikan ke kami, akan kami lakukan penindakan," ujarnya.

Pada 2019 lalu, Polda DIY pernah menerima dua laporan mengenai debt collector pinjol. Setelah laporan polisi tersebut dilakukan, Yulianto memanggil kepada pelapor dan memverifikasi kasus.

"Setelah kami interogasi, si pelapor memang pinjam kepada fintech, dan mereka mengaku diancam disebarkan kontaknya. Namun yang dikirimkan ancaman tersebut hanya si pelapor, bahkan setelah kami interogasi si pelapor tidak melanjutkan laporannya, ditinggal begitu saja," ujarnya.

Polisi mengharapkan agar peminjam pinjol untuk membayar utang. Kebanyakan pelaku peminjam yang mendapatkan dana segar dari sebuah fintech menerima ancaman karena tidak membayar kewajiban utang.

Berdasarkan data dari Ditreskrimsus, rata-rata pinjaman yang dilakukan oleh peminjam dan segar dari fintech kisaran Rp1 sampai dengan Rp2 juta.

Satgas Waspada Investasi

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY, Parjiman mengatakan untuk pinjol telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Utang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Total perusahaan fintech peer to peer (p2p) lending atau fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK sampai dengan saat ini berjumlah 164 perusahaan.

Satgas Waspada Ivestasi (SWI) pada Januari 2020 menghentikan 120 entitas yang melakukan kegiatan fintech peer to peer lending illegal, sehingga total entitas fintech lending ilegal yang telah dihentikan SWI sejak 2018 sampai dengan Januari 2020 sebanyak 2.018 entitas.

Dikatakannya OJK mengawasi fintech lending yang terdaftar dan berizin atau legal. Daftar fintech lending yang legal dapat diakses di www.ojk.go.id. Diharapkan masyarakat untuk berhubungan dengan fintech lending yang terdaftar dan berizin di OJK dan mewaspadai pinjol ilegal. Masyarakat agar berhati hati memanfaatkan mudahnya penawaran meminjam uang dari perusahaan fintech peer to peer lending.

“Kemungkinan cara-cara seperti itu [ancaman] masih ada dan jika hal ini ketahuan SWI maka fintech lending yang ilegal tersebut akan dihentikan operasionalnya. Masyarakat bisa mengadu melalui Warung Waspada Investasi atau contact center 157,” ucapnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK mengakui masih banyak orang yang tergiur iming-iming tekfin ilegal. Untuk perlindungan konsumen dan meminimalisir maraknya tawaran tekfin ilegal, OJK berpesan agar Kantor OJK daerah semakin memperkuat koordinasinya dengan anggota tim Satgas Waspada Investasi dan mengintensifkan pelaksanaan edukasi dan literasi keuangan bagi masyarakat.

Pada Desember 2019, total jumlah penyelenggara fintech p2p lending terdaftar dan berizin adalah sebanyak 164 perusahaan, dari total tersebut terdapat 25 perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK. Di wilayah DIY sampai dengan November 2019, akumulasi penyaluran pinjaman kepada peminjam (borrower) mencapai Rp834 miliar atau tumbuh sebesar 218,20% (yoy) dengan jumlah rekening borrower sebanyak 212.542 rekening atau tumbuh sebesar 354,84% (yoy) dan jumlah rekening lender sebanyak 10.177 rekening atau tumbuh sebesar 67,31% (yoy).

Tren pembiayaan oleh tekfin p2p lending di DIY masih berada di bawah pertumbuhan nasional. Untuk akumulasi penyaluran pinjaman kepada borrower tumbuh sebesar 291,20% (yoy) dengan jumlah rekening borrower tumbuh sebesar 379,23% (yoy) dan jumlah rekening pemberi pinjaman (lender) tumbuh sebesar 199,23% (yoy).

Kepala Ombudsman RI (ORI) Perwakilan DIY, Budi Masturi mengaku belum pernah menerima laporan dari masyarakat terkait dengan korban pinjol ilegal. "Kalau ada pun kami akan berkoordinasi ke OJK dan aparat penegak hukum," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Korban Apartemen Malioboro City yang Laporkan Pengembang Ke Polda DIY Bertambah

Jogja
| Selasa, 19 Maret 2024, 13:37 WIB

Advertisement

alt

Ribuan Wisatawan Saksikan Pawai Ogoh-Ogoh Rangkaian Hari Raya Nyepi d Badung Bali

Wisata
| Senin, 11 Maret 2024, 06:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement