Advertisement
Kursi Menteri Disebut Dibanderol Rp500 Miliar

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA -- Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Muktamar Jakarta, Humphrey Djemat, mengatakan jabatan menteri tidak terbebas dari transaksi politik.
"Saya mendengar dari calon menteri yang di-endorsed oleh partai politik. Tak perlu kasih uang tapi harus bisa berkontribusi Rp500 miliar selama jadi menteri," ujarnya ketika bercerita dalam acara diskusi Quo Vadis Pilkada Langsung di Jakarta, Minggu (24/11/2019).
Advertisement
Menurut Humphrey, permintaan tersebut tidak digubris oleh sang calon menteri. Praktik 'setoran' dinilai oleh sang calon menteri tidak profesional dan berlawanan dengan nuraninya.
"Kalau dia mau bisa. Tapi dia tak mau," ucap penerus Djan Faridz ini.
Humphrey menilai aneh perangai parpol menjanjikan kursi kabinet dengan dibarter setoran selama menjabat. Pasalnya, pemilihan menteri merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo.
Fakta tersebut, kata Humphrey, merupakan bukti nyata fenomena transaksi politik oleh parpol. Tak hanya untuk jabatan yang ditunjuk, transaksi politik terjadi pula saat pengisian kursi kepala daerah lewat pemilihan langsung.
Bagaimana pun, seorang calon kepala daerah mesti diusung oleh parpol atau gabungan parpol. Untuk mendapatkan tiket pencalonan, telah dikenal istilah 'mahar' yang dibayarkan calon kepala daerah di muka.
Humphrey menjelaskan bahwa mahar tersebut bisa jadi lebih tinggi ketimbang biaya untuk berkampanye. Tak heran, kata dia, kepala daerah melakukan praktik korupsi untuk menutup ongkos yang dikeluarkannya saat pilkada.
"Masalah terbesar kita adalah di parpol. Saya ingin ada pembenahan di parpol," kata Humphrey.
Bukannya menyetop politik transaksional, pemerintah justru sempat melontarkan ide agar kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD. Argumentasinya, politik biaya tinggi terjadi karena kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat.
Humphrey membantah pemilihan kepala daerah oleh DPRD menghentikan praktik politik uang. Justru, kata dia, transaksi masih terjadi tetapi melibatkan kandidat dengan anggota DPRD yang notabene kader parpol.
"Di DPRD [transaksi] uang tertutup, akuntabilitas tak ada," ujarnya.
Politikus Partai Golkar Zulfikar Arse Sadikin mengamini fenomena politik transaksional. Untuk itu, kata dia, Golkar bertekad meniadakan mahar dalam pengisian jabatan publik.
"Ke depan, materi musyawarah nasional Golkar ke sana. Kami ingin parpol jadi tulang punggung demokrasi," tutur Anggota Komisi II DPR ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- 3 WNI Ditangkap Polisi di Jepang Karena Dituding Merampok Rumah
- Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah untuk SD dan SMP Tahun Ini Lebih Lama
- Pengelolaan Sampah di Pasar Tradisional Bakal Diperketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup
- Kasus Pemerasan Artis Sinetron MR, Polisi Menyita Enam Video Syur Sesama Jenis
- Adik Ipar Ganjar Pranowo Dituntut 5,5 Tahun Penjara karena Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Gintung
Advertisement

Jadwal Bus KSPN Sinar Jaya dari Jogja ke Pantai Parangtritis Bantul dan Pantai Baron Gunungkidul
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Kasus Pemerasan Artis Sinetron MR, Polisi Menyita Enam Video Syur Sesama Jenis
- Innalillahi, Direktur Rumah Sakit Indonesia Gugur Bersama Keluarganya Akibat Serangan Israel di Jalur Gaza
- Fakta Uang Tunai Rp2,8 Milliar dan Pistol Baretta di Rumah Topan Ginting, Anak Buah Bobby Nasution
- Tenggelam di Selat Bali, Ini Daftar Penumpang Kapal Tunu Pratama Jaya
- Hasil Kunjungan Presiden Prabowo: Indonesia dan Arab Saudi Sepakati Investasi Senilai Rp437 Triliun
- Presiden Prabowo Tunaikan Ibadah Umrah Saat Kunjungan ke Arab Saudi, Cium Hajar Aswad
- KMP Tunu Pratama Jaya Tenggelam di Selat Bali: 4 Penumpang DItemukan Meninggal Dunia, 38 Orang Hilang
Advertisement
Advertisement