Advertisement
Pembatasan Medsos Saat Sidang Gugatan Hasil Pilpres Dinilai Melanggar HAM
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--Jika banyak berita bohong yang menyebar saat sidang sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 berlangsung, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berencana membatasi akses internet. Namun rencana itu justru mendapat kecaman.
Salah satu lembaga yang mengecam rencana itu adalah Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Lembaga tersebut menganggap pembatasan layanan media sosial tidak diperlukan dan bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
"Pembatasan layanan media sosial ini bertentangan dengan hak berkomunikasi dan memperoleh informasi serta kebebasan berekspresi. Pembatasan yang dilakukan terhadap media sosial telah menghambat masyarakat untuk memperoleh informasi publik," kata Direktur Eksekutif ICJR Anggara dalam pesan tertulis yang diterima Bisnis, Kamis (13/6/2019).
Dia mengungkapkan hak masyarakat untuk memperoleh informasi telah dilindungi Pasal 28F UUD 1945. Anggara juga menyebutkan meski kebebasan berekspresi adalah hak asasi yang dapat dibatasi, tapi pembatasan itu harus diuji validitasnya melalui uji tiga rangkai (three part test).
Pembatasan kebebasan berekspresi itu disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil And Political Rights/ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No.12/2005.
"Pembatasan harus secara jelas diatur dalam peraturan. Kedua, pembatasan harus dilakukan untuk melindungi hak dan reputasi orang lain, keamanan nasional, ketertiban umum, dan kesehatan atau moral publik. Ketiga, pembatasan harus dengan cara seminimal mungkin (proporsional)," paparnya.
ICJR menganggap rencana pemerintah membatasi layanan media sosial untuk menangkal berita hoaks adalah tindakan berlebihan dan dapat merugikan kepentingan masyarakat lain.
Lembaga itu juga menganggap pembatasan akses media sosial tanpa pemberitahuan tidak tepat. Sebab, Pasal 4 ICCPR menyebutkan ada hal-hal yang harus diperhatikan jika negara mau membatasi HAM, yakni saat negara dalam keadaan darurat.
"Apabila suatu keadaan tidak termasuk darurat, tapi pemerintah merasa perlu menetapkan kejadian tertentu yang menyebabkan pembatasan HAM, maka hal tersebut seharusnya merupakan tindakan hukum yang diumumkan oleh pejabat hukum tertinggi di Indonesia, sehingga kebijakan yang diambil pemerintah merupakan kebijakan hukum dan bukan kebijakan politis," jelas Anggara.
Adapun sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) akan digelar mulai Jumat (14/6). Secara keseluruhan, ada tujuh gugatan yang diajukan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, di antaranya menyatakan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin melakukan pelanggaran dan kecurangan di Pemilu 2019, membatalkan (mendiskualifikasi) pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai peserta Pilpres 2019, dan menetapkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai Presiden-Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024.
Advertisement
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
- 66 Pegawai KPK Pelaku Pungutan Liar di Rumah Tahanan Dipecat
- Wapres Maruf Amin Sebut Tak Perlu Ada Tim Transisi ke Pemerintahan Prabowo-Gibran
- WhatsApp Bocor, Israel Dikabarkan Gunakan Data untuk Serang Rumah Warga Palestina
Advertisement
Lulusan Pertanahan Disebut AHY Harus Tahu Perkembangan Teknologi
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Mendes Nilai Perubahan Iklim Dapat Diatasi Melalui Kemitraan dengan Desa
- 4 Pelaku Penganiayaan Siswa SMPN 55 Barombong Masih di Bawah Umur
- DKPP Gelar Sidang Pemeriksaan Dugaan Pelanggaran Etik Ketua dan Anggota KPU RI
- Kemenkes Buka Pendaftaran Lowongan Nakes untuk 4 Rumah Sakit
- Gempa Magnitudo 5,3 Guncang Gorontalo
- Menhub Kunker ke Jepang: Indonesia Tingkatkan Kerja Sama Bidang Transportasi
- Pejabat Kementerian ESDM Diperiksa Terkait Korupsi Timah Triliunan Rupiah
Advertisement
Advertisement