Advertisement

LONG-FORM: Ini Kemiripian Kecelakaan Ethiopian Airlines & Lion Air

Lalu Rahadian
Senin, 11 Maret 2019 - 18:15 WIB
Budi Cahyana
LONG-FORM: Ini Kemiripian Kecelakaan Ethiopian Airlines & Lion Air Polisi berdiri di lokasi jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines dengan nomor penerbangan ET 302, di dekat Kota Bishoftu, 62 kilometer dari tenggara Addis Ababa, Ethiopia, Minggu (10/3/2019). - Reuters/Tiksa Negeri

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA -- Boeing 737 Max 8 menjadi sorotan karena dua pesawat jenis ini jatuh dalam kurun waktu kurang dari enam bulan. Oktober lalu, Boeing 737 Max 8 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, dan Minggu (10/3/2019) kemarin pesawat serupa menghunjam daratan di Ethiopia, Afrika Utara.

Hanya sekitar 6 menit setelah lepas landas dari Bandara Bole, Addis Ababa, Ibu Kota Ethiopia, 737 Max 8 milik Ethiopian Airlines jatuh di dekat Bishoftu, Ethiopia Tragedi yang menimpa Ethiopian Airlines bernomor registrasi ET-AVJ itu mirip insiden serupa di Indonesia, 29 Oktober 2018. Saat itu, Boeing 737 Max 8 yang dioperasikan Lion Air tercebut di perairan Karawang, beberapa menit setelah lepas landas.

Advertisement

Lion Air nomor registrasi PK-LQP menewaskan 189 orang, sedangkan tragedi yang menimpa Ethiopian Airlines memakan 157 jiwa. Jatuhnya kedua pesawat itu memiliki kesamaan dalam hal waktu terjadinya kecelakaan.

Pada peristiwa Lion Air PK-LQP, pesawat jatuh setengah jam setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Pesawat Ethiopian Airlines ET-AVJ juga jatuh tak lama usai take off dari Addis Ababa menuju ibu kota Kenya, Nairobi.

Petugas KNKT memeriksa mesin turbin pesawat Lion Air JT610, di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (4/11/2018)./Reuters-Beawiharta

Kesamaan waktu jatuhnya kedua pesawat itu menimbulkan dugaan adanya cacat dalam Boeing 737 Max 8. Pengamat penerbangan Alvin Lie menduga masalah yang dihadapi Ethiopian Airlines ET-AVJ tidak jauh beda dengan Lion Air PK-LQP.

Dia menjadikan hasil penyelidikan awal Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) atas tragedi Lion Air sebagai jalan masuk melihat dugaan kesamaan masalah itu. Pada hasil penyelidikan awal yang sudah dirilis, KNKT menyebut ada sejumlah masalah pada pesawat Lion Air PK-LQP sebelum peristiwa terjadi.

Masalah-masalah itu di antaranya inkonsistensi indikator kecepatan dan ketinggian yang muncul pada Primary Flight Display (PFD) milik kapten pilot, speed trim fail light illumination dan mach trim fail light illumination, dan altitude (Alt) disagree yang muncul dalam penerbangan PK-LQP saat melayani rute sebelum jatuh.

"Sementara itu, data-data awal dari pesawat yang jatuh di Ethiopia menunjukan pola yang mirip dengan di Indonesia. Jadi, masalah itu terjadi tak lama setelah lepas landas, kemudian grafik kecepatan dan ketinggiannya juga mirip-mirip dengan apa yang terjadi di PK-LQP. Sehingga, kemudian masalahnya tidak lepas dari sistem kemudi itu," ujar Alvin kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia, Senin (11/3/2019).

Cacat Pesawat Baru
Sejak resmi digunakan untuk penerbangan komersial pada Juni 2018, sudah ada dua kejadian besar yang menimpa pesawat jenis Boeing 737 Max 8. Pola kecelakaan yang sama dari kedua peristiwa itu menambah besar dugaan adanya cacat bangun dalam jenis pesawat termutakhir dari perusahaan asal AS itu.

Menurut Alvin, sebenarnya wajar pesawat jenis baru memiliki banyak masalah dalam operasionalnya. Boeing 737 Max 8 merupakan jenis pesawat hasil pemutakhiran Boeing 737, yang memiliki sejumlah fitur baru dan mesin lebih besar dibanding pendahulunya.

Logo perusahaan produsen pesawat terbang Boeing./Reuters-Lucy Nicholson

Dia mencontohkan pabrikan pesawat asal Eropa, Airbus, juga pernah mengalami kendala saat mengeluarkan tipe paling mutakhir dari kapal udara jenis A330. Puncaknya, peristiwa jatuhnya Air France pada 1 Juni 2009.

Saat itu, pesawat bernomor registrasi F-GZCP jatuh di Samudera Atlantik dan 228 orang di dalamnya tewas.

Setelah peristiwa Air France, Airbus langsung melarang sementara semua pesawat A330-203 mengudara. Penghentian dilakukan untuk memperbaiki sistem air intake yang menyebabkan sejumlah instrumen dalam pesawat tidak berjalan baik.

Hal sama juga bisa dilakukan Boeing, apalagi setelah terjadinya peristiwa Lion Air dan Ethiopian Airlines dalam kurun lima bulan terakhir. Alvin menyebut tindakan korektif harus dilakukan untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa depan.

"Sebelum ada hasil penyelidikan yang lebih konkret, tentunya dugaan awal adalah masalah ini serupa. Kalau serupa, berarti lebih kuat dugaan ada cacat dalam rancang bangun pesawat ini," ungkapnya.

Sementara itu, seperti dilaporkan Reuters, data Flightradar24 menunjukkan Ethiopian Airlines ET-AVJ mengalami ketidakstabilan kecepatan secara vertikal setelah lepas landas. Platform yang merekam data penerbangan di seluruh dunia itu menyampaikan indikasi bahwa pesawat nahas itu mendaki hingga hampir 1.000 kaki setelah take off, kemudian turun sekitar 450 kaki sebelum naik lagi 900 kaki sampai ke titik di mana data satelitnya hilang. Pola terbang seperti ini persis yang dialami Lion Air PK-LQP sebelum ditelan lautan.

Hingga kini, Boeing belum mengeluarkan instruksi untuk menyetop semua penerbangan yang menggunakan pesawat jenis 737 Max 8.

Boeing baru menyampaikan simpati dan ucapan duka atas tragedi Ethiopian Airlines. Perusahaan itu juga mengirim sejumlah teknisi untuk membantu penyelidikan peristiwa ini.

Meski belum mengeluarkan larangan terbang atas semua pesawat jenis 737 Max 8, Boeing memutuskan untuk menunda peluncuran kapal udara model terbaru mereka yakni 777X.

Dikutip dari CNN, awalnya pesawat Boeing 777X hendak diluncurkan Rabu (13/3). Tetapi, Boeing menunda peluncuran pesawat berkapasitas 425 penumpang itu hingga waktu yang belum ditentukan.

Larangan Terbang
Meski Boeing belum mengeluarkan instruksi penyetopan operasional pesawat 737 Max 8, maskapai dan otoritas penerbangan sejumlah negara telah terlebih dulu melakukan tindakan tersebut. Salah satu negara yang menginstruksikan pelarangan mengudaranya pesawat jenis Boeing 737 Max 8 adalah China.

Administrasi Penerbangan Sipil China (Civil Aviation Administration of China/CAAC) mengumumkan bahwa mereka akan menginformasikan kapan maskapai dapat kembali menggunakan Boeing 737 Max 8. CAAC harus memastikan jaminan keamanan penerbangan dengan Boeing dan Administrasi Penerbangan Federal AS (Federal Aviation Administration/FAA).

"Mengingat bahwa dua kecelakaan melibatkan pesawat Boeing 737-8 yang baru dikirim dan terjadi selama fase tinggal landas, mereka memiliki beberapa tingkat kesamaan," kata perwakilan CAAC, seperti dilansir dari Reuters.

Sebagai catatan, China adalah negara pengguna pesawat Boeing 737 Max 8 terbesar di dunia. Negara itu memiliki 97 pesawat jenis tersebut yang melayani penerbangan domestik.

Maskapai Ethiopian Airlines juga menyetop semua operasional Boeing 737 Max 8. Maskapai itu tercatat memiliki 4 pesawat 737 Max 8, di luar 1 unit pesawat yang jatuh kemarin.

"Meski kami belum tahu penyebab jatuhnya pesawat kemarin, kami memutuskan untuk menghentikan penerbangan pesawat serupa sebagai tindakan pencegahan," ujar pihak maskapai dikutip dari Reuters.

Hal serupa dilakukan maskapai Cayman Airways yang memiliki 2 pesawat Boeing 737 Max 8. Mereka menghentikan operasional kedua pesawat hingga waktu yang belum ditentukan.

Warga berjalan di dekat puing pesawat Ethiopian Airlines yang jatuh di dekat Kota Bishoftu, 62 kilometer dari tenggara Addis Ababa, Ethiopia, Minggu (10/3/2019)./Reuters-Tiksa Negeri

Di Indonesia, Kementerian Perhubungan merespons kecelakaan Ethiopian Airlines dengan melarang terbang (grounded) sementara pesawat terbang Boeing 737 Max 8 di Indonesia. Saat ini, ada 11 pesawat jenis ini yang mengudara di Indonesia.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Polana B. Pramesti mengatakan langkah tersebut diambil untuk memastikan pesawat Boeing 737 Max 8  yang beroperasi di Indonesia dalam kondisi laik terbang.

"Inspeksi dengan cara larang terbang sementara [temporary grounded] ini untuk memastikan kondisi pesawat jenis tersebut laik terbang [airworthy] dan langkah tersebut telah disetujui oleh Menteri Perhubungan," kata Polana, Senin (11/3/2019).

Inspeksi akan dimulai pada Selasa (12/3/2019). Apabila ditemukan masalah pada saat inspeksi, pesawat tersebut akan dilarang terbang sementara sampai dinyatakan beresoleh inspektur penerbangan.

Sejauh ini, lanjutnya, pengoperasian pesawat jenis Boeing 737 8 Max sudah diawasi sejak 30 Oktober 2018, setelah kecelakaan Lion Air PK-LQP yang melayani penerbangan JT 610 rite Jakarta-Pangkalpingan. Apabila terjadi masalah, pesawat langsung di-grounded.

Kementerian Perhubungan terus berkomunikasi dengan Otoritas Penerbangan Amerika Serikat atau Federal Aviation Administration  (FAA), untuk memberikan jaminan bahwa seluruh pesawat Boeing 737 Max 8 yang beroperasi di Indonesia laik terbang. FAA telah menerbitkan Airworthiness Directive yang juga telah diadopsi oleh Direktorat Jenderal Hubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan dan telah diberlakukan kepada seluruh operator penerbangan Indonesia yang mengoperasikan Boeing 737-8 MAX.

Saat ini, maskapai nasional yang mengoperasikan pesawat jenis tersebut adalah Garuda Indonesia (satu unit) dan Lion Air Group (10 unit). FAA akan terus berkomunikasi dengan Ditjen Hubud sekiranya diperlukan langkah lanjutan guna memastikan kondisi laik terbang untuk Boeing 737-8 MAX.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jalan Rusak di Sleman Tak Kunjung Diperbaiki, Warga Pasang Spanduk Obyek Wisata Jeglongan Sewu

Sleman
| Sabtu, 20 April 2024, 18:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement