Advertisement
Ada 3 Tantangan Pendidikan Vokasi di Indonesia

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA -- Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menilai ada tiga tantangan yang harus diselesaikan oleh pendidikan vokasi di Indonesia. Direktur Jenderal (Dirjen) Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti Patdono Suwignjo menyebutkan tantangan pertama adalah pola pikir masyarakat.
"Pola pikir masyarakat belum menempatkan pendidikan vokasi sebagai prioritas utama dalam melanjutkan pendidikan," kata dia, Kamis (20/12/2018).
Advertisement
Kedua, belum optimalnya keterlibatan dunia industri dalam pengembangan pendidikan vokasi. Ketiga, perguruan tinggi swasta belum mau membuat politeknik, sehingga jumlah pendidikan vokasi masih terbatas dan didominasi perguruan tinggi negeri.
Patdono menuturkan selama ini orang tua lebih memilih menyekolahkan anaknya ke universitas ketimbang politeknik. Untuk itu, politeknik perlu dibuat menjadi pilihan yang menarik. Saat ini, jumlah politeknik di Indonesia baru mencapai 5,4% dari total perguruan tinggi yang ada di Tanah Air.
Dia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan lulusan universitas yang menganggur bertambah 10%, sedangkan lulusan pendidikan vokasi berkurang hingga 30%.
Kemenristekdikti menekankan perlunya mengubah kurikulum pendidikan vokasi menjadi lebih mengacu pada industri. Pasalnya, pendidikan vokasi diyakini dapat meningkatkan daya saing di dunia kerja.
Kurikulum vokasi di Jerman dinilai dapat ditiru. Negara tersebut mengaplikasikan dual system, yakni 50% pembelajaran di perguruan tinggi dan 50% praktik di industri.
Jika pendidikan di universitas melahirkan akademisi berijazah, maka pendidikan vokasi melahirkan tenaga terampil bersertifikat yang sekaligus juga sudah memiliki ijazah. Hal inilah yang menjadi nilai tambah yang dibutuhkan industri.
"Pendidikan vokasi seperti politeknik tidak hanya memberikan ijazah karena ijazah kurang laku untuk digunakan melamar pekerjaan di industri, [sedangkan] yang laku adalah sertifikat kompetensi yang dikeluarkan dari lembaga kredibel," tutur Patdono.
Ketua Badan Perencana dan Pengembangan Universitas Airlangga (Unair) Badri Munir Sukoco menyampaikan pentingnya membangun daya saing generasi muda Indonesia. Indeks prestasi kumulatif (IPK) saja dipandang tidak cukup untuk bersaing mendapatkan pekerjaan, sehingga perlu kreativitas untuk menciptakan ekonomi baru.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ulang Tahun ke-90, Dalai Lama Ingin Hidup hingga 130 Tahun
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
Advertisement

Gara-gara Sakit Hati, Pria di Bantul Terekam CCTV Nekat Mencuri Pakaian Dalam Milik Mantan Kekasihnya
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Sekolah Rakyat Dibangun Mulai September 2025, Dilengkapi Dapur dan Asrama
- 29 Penumpang Belum Ditemukan, Manajemen KMP Tunu Pratama Jaya Minta Maaf
- DPR RI Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah
- Kemensos: Anak Jalanan Jadi Target Utama Ikuti Sekolah Rakyat
- Banjir di DKI Jakarta Rendam 51 RT
- Kementerian PKP Siapkan Rp43,6 Trilun untuk Merenovasi 2 Juta Rumah Tak Layak Huni
- Presiden Prabowo Suarakan Sikap dan Posisi Indonesia di KTT BRICS
Advertisement
Advertisement