Advertisement

Data Keliru Picu Kesalahan Penyaluran Bantuan untuk Warga Miskin

Tim Lipsus Harian Jogja
Jum'at, 20 April 2018 - 10:25 WIB
Budi Cahyana
Data Keliru Picu Kesalahan Penyaluran Bantuan untuk Warga Miskin Ilustrasi penduduk miskin. - JIBI

Advertisement

Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Ketidaktepatan penyaluran bantuan pengentasan kemiskinan salah satunya karena data yang kurang akurat dan kategori penduduk miskin yang berbeda-beda.

“Karena datanya masih ada yang kurang valid jadi sering ditemukan warga yang termasuk mampu, mendapat bantuan, pun sebaliknya warga miskin malah enggak dapat,” ujar Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Gunungkidul Siwi Iriyanti kepada Harian Jogja, Kamis (19/4/2018).

Advertisement

Dinsos Gunungkidul menggunakan data dari Kementerian Sosial untuk memberikan program-program sosial. Namun, data itu terus diperbarui dan dikoreksi.

“Tiap bulan selalu update data dengan kerja sama dusun dan desa, sehingga perubahan kategori dari miskin ke kaya atau sebaliknya bisa terpantau,” jelasnya.

Menurut Sri, belum adanya keterpaduan data antarjawatan di Gunungkidul juga menjadi kendala. Musababnya, standar kategori mampu dan tidak mampu tidak jelas.

Sementara itu menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Gunungkidul, pada 2016 lalu jumlah penduduk miskin sebanyak 139.150 (19,34%). Jumlah tersebut menurun pada 2017 menjadi 135.740 (18,65%).

Kepala Dinsos Sleman Sri Murni Rahayu mengatakan ketidakcocokan data dari Kementerian Sosial dengan kondisi di lapangan juga mengakibatkan bantuan kurang tepat sasaran.

“Dari beberapa program itu masih ada warga yang termasuk kaya, tapi mendapat bantuan,” ujar Sri Murni.

Dinsos Sleman berupaya menekan kekeliruan dengan meningkatkan pengawasan. “Tiap bulan selalu memperbarui data keluarga miskin, kerja sama dengan dusun dan desa, agar tiap ada yang orang kaya baru dan tidak lagi berhak menerima bantuan, dapat kami coret,” kata dia.

Dia juga mencontohkan warga dengan kemampuan ekonomi cukup yang jatuh miskin karena sakit dan harus mengeluarkan banyak biaya untuk berobat.

Tingkat kemiskinan di Sleman menurunan dalam dua tahun terakhir. Dari 11,76% pada 2016 menjadi 10,60% tahun lalu. Program pengentasan kemiskinan meliputi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Pemerintah Pusat serta Jaring Pengaman Sosial (JPS) dari Pemkab Sleman.

Pemkab Bantul akan mengoptimalkan aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) yang dimiliki Kementerian Sosial untuk memperbarui data sehingga penyaluran bantuan lebih tepat sasaran.

Kepala Bidang Bantuan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bantul Sariyadi mengatakan data penerima bantuan masih sering menjadi perdebatan di masyarakat. Aplikasi kemungkinan akan membereskan masalah itu.

“Untuk sementara aplikasi SIKS-NG baru bisa digunakan untuk input data program Bantuan Pangan Non Tunai. Tapi ke depannya, aplikasi itu akan digunakan untuk pelayanan masalah kesejahteraan sosial seperti Program Keluarga Harapan hingga program lain yang dimiliki oleh Pusat,” kata dia. Sistem kerja aplikasi dimulai dengan pembahasan penerima bantuan di tingkat desa. 

Di dalam forum musyawarah desa, warga dapat mengusulkan perubahan data penerima. Selanjutnya hasil musyawarah akan diinput oleh operator desa untuk kemudian diserahkan ke Pemkab. “Tugas kami selanjutnya memasukan data perubahan ke aplikasi agar mendapatkan persetujuan dari Kementerian,” ucap dia.

Adapun Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kulonprogo Eko Pranyoto meyakini di Kulonprogo salah sasaran dalam pemberian program pengentasan kemiskinan tidak terlalu banyak

“Saya meyakini kalau salah sasaran pasti ada di Kulonprogo, tetapi tidak ekstrem,” ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) DIY Tavip Agus Rayanto saat Rapat Koordinasi Pengendalian Pembangunan Daerah DIY Triwulan 1 Tahun 2018, di Hotel Grand Inna Malioboro, Jogja, Rabu (18/4), mengatakan banyak warga miskin di DIY yang tidak mendapat bantuan sosial, sebaliknya tak sedikit warga kaya yang menerimanya.

Kepala BPS DIY JB Priyono juga mengungkapkan persoalan senada. Berdasarkan data Survei Ekonomi Nasional (Susenas) 2016, dari 10% masyarakat DIY dengan tingkat kesejahteraan paling rendah, sekitar 4,6% tidak mendapat kartu perlindungan sosial. Di sisi lain, 0,1% dari 10% kelompok masyarakat paling kaya malah mendapatkan bantuan jaminan sosial. (Beny Prasetya)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Harga Cabai di Kulonprogo Naik, Rp60.000 per Kilogram

Harga Cabai di Kulonprogo Naik, Rp60.000 per Kilogram

Kulonprogo
| Kamis, 09 Oktober 2025, 07:27 WIB

Advertisement

Jembatan Kaca Tinjomoyo Resmi Dibuka, Ini Harga Tiketnya

Jembatan Kaca Tinjomoyo Resmi Dibuka, Ini Harga Tiketnya

Wisata
| Minggu, 05 Oktober 2025, 20:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement