Advertisement
FOTO PERAJIN : Kendang Mbah Mo Bertahan Melawan Zaman

Advertisement
Mungkin laki-laki yang usianya sudah menginjak kepala enam ini layak dinobatkan sebagai tukang reparasi dan pembuat alat musik kendang tertua di Kulonprogo. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Switzy Sabandar.
Di usianya yang beranjak senja, Mbah Mo, demikian Parmo akrab disapa, mempertahankan pekerjaannya yang digelutinya sejak belia, sekalipun terlihat menantang arus.
Advertisement
Dibilang melawan zaman, karena kian lama semakin minim orang yang memanfaatkan jasa Mbah Mo. Pelanggan tetap yang diandalkan mayoritas berasal dari kelompok kesenian. Jumlahnya mungkin banyak, tetapi mereka hanya datang ketika peralatan musik tabuhnya rusak. Dalam satu bulan terdapat tujuh kendang rusak yang membutuhkan perbaikan di bengkel reparasi yang berlokasi di Dusun Graulan, Kelurahan Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo.
Namun, hal itu tidak menyurutkan niat laki-laki yang sudah purna tugas dari pekerjaannya sebagai PNS di RRI Jogja untuk mempertahankan usaha warisan almarhum bapaknya. “Memperbaiki kendang menjadi satu-satunya kesibukan saya di masa pensiun ketimbang nglangut menunggu uang pensiunan,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Selain warisan berupa usaha reparasi kendang, keahlian Mbah Mo juga diturunkan dari bapaknya yang kala itu kondang dengan sebutan Sastro Ripiblik, sebagai pembuat kendang dan perangkat gamelan di Kota Binangun.
Parmo muda kerap membantu ayahnya membuat kendang. Memang, tidak langsung berwujud kendang utuh seperti sekarang, melainkan dimulai dari memasang tali janget atau pengatur nada kendang, membuat tebokan atau kulit tabuh, selongsong tubuh kendang, dan sebagainya. Ketrampilannya terasah sehingga ia mulai dapat menyetem atau mengatur nada kendang serta menghasilkan seperangkat alat gamelan.
Selain alasan menunggu waktu, laki-laki yang hidup sendirian sejak istrinya meninggal empat tahun silam ini merasa pekerjaannya bagian dari mempertahankan kebudayaan bangsa. Ia bercerita semasa usahanya masih dipegang oleh bapaknya, terdapat beberapa perajin kendang di Kecamatan Lendah dan Pengasih. Seiring berjalannya waktu, usaha-usaha tersebut gulung tikar karena tidak ada penerusnya.
Ia tidak menampik, saat ini terdapat banyak bengkel reparasi untuk partai besar. Maksudnya, tidak dikerjakan secara manual seperti yang ia lakukan. Tetapi, ia berkukuh untuk mempertahankan keberadaan usahanya, walaupun ia bekerja seorang diri tanpa dibantu siapapun.
Untuk reparasi kendang, bapak dari dua anak ini mematok biaya Rp180.000 hingga Rp450.000. Rata-rata persoalan kendang adalah pecah kulit, Kulit yang terkena air mengakibatkan rentan pecah saat dikencangkan. Sesekali ia juga melayani pembuatan kendang dengan pasaran di DIY sekitar Rp450.000 hingga Rp2 juta per unit. Hanya saja, pembuatan sebuah kendang memakan waktu hingga tiga bulan, sehingga tak banyak yang bisa ia produksi dalam satu tahun.
Kalau ditanya harapan, Mbah Mo masih menyimpan keinginan membuat pendapa yang dapat digunakan anak-anak berlatih gamelan. “Tapi yang terutama saya ingin ada salah satu dari anak saya meneruskan usaha ini,” tutupnya penuh harap.
Harian Jogja/Switzy Sabandar
Mbah Mo membuat kendang di rumah yang sekaligus berfungsi sebagai bengkel reparasi, beberapa waktu lalu.
Kendang Mbah Mo Bertahan Melawan Zaman
Mungkin laki-laki yang usianya sudah menginjak kepala enam ini layak dinobatkan sebagai tukang reparasi dan pembuat alat musik kendang tertua di Kulonprogo. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Switzy Sabandar.
Di usianya yang beranjak senja, Mbah Mo, demikian Parmo akrab disapa, mempertahankan pekerjaannya yang digelutinya sejak belia, sekalipun terlihat menantang arus.
Dibilang melawan zaman, karena kian lama semakin minim orang yang memanfaatkan jasa Mbah Mo. Pelanggan tetap yang diandalkan mayoritas berasal dari kelompok kesenian. Jumlahnya mungkin banyak, tetapi mereka hanya datang ketika peralatan musik tabuhnya rusak. Dalam satu bulan terdapat tujuh kendang rusak yang membutuhkan perbaikan di bengkel reparasi yang berlokasi di Dusun Graulan, Kelurahan Giripeni, Kecamatan Wates, Kulonprogo.
Namun, hal itu tidak menyurutkan niat laki-laki yang sudah purna tugas dari pekerjaannya sebagai PNS di RRI Jogja untuk mempertahankan usaha warisan almarhum bapaknya. “Memperbaiki kendang menjadi satu-satunya kesibukan saya di masa pensiun ketimbang nglangut menunggu uang pensiunan,” ungkapnya beberapa waktu lalu.
Selain warisan berupa usaha reparasi kendang, keahlian Mbah Mo juga diturunkan dari bapaknya yang kala itu kondang dengan sebutan Sastro Ripiblik, sebagai pembuat kendang dan perangkat gamelan di Kota Binangun.
Parmo muda kerap membantu ayahnya membuat kendang. Memang, tidak langsung berwujud kendang utuh seperti sekarang, melainkan dimulai dari memasang tali janget atau pengatur nada kendang, membuat tebokan atau kulit tabuh, selongsong tubuh kendang, dan sebagainya. Ketrampilannya terasah sehingga ia mulai dapat menyetem atau mengatur nada kendang serta menghasilkan seperangkat alat gamelan.
Selain alasan menunggu waktu, laki-laki yang hidup sendirian sejak istrinya meninggal empat tahun silam ini merasa pekerjaannya bagian dari mempertahankan kebudayaan bangsa. Ia bercerita semasa usahanya masih dipegang oleh bapaknya, terdapat beberapa perajin kendang di Kecamatan Lendah dan Pengasih. Seiring berjalannya waktu, usaha-usaha tersebut gulung tikar karena tidak ada penerusnya.
Ia tidak menampik, saat ini terdapat banyak bengkel reparasi untuk partai besar. Maksudnya, tidak dikerjakan secara manual seperti yang ia lakukan. Tetapi, ia berkukuh untuk mempertahankan keberadaan usahanya, walaupun ia bekerja seorang diri tanpa dibantu siapapun.
Untuk reparasi kendang, bapak dari dua anak ini mematok biaya Rp180.000 hingga Rp450.000. Rata-rata persoalan kendang adalah pecah kulit, Kulit yang terkena air mengakibatkan rentan pecah saat dikencangkan. Sesekali ia juga melayani pembuatan kendang dengan pasaran di DIY sekitar Rp450.000 hingga Rp2 juta per unit. Hanya saja, pembuatan sebuah kendang memakan waktu hingga tiga bulan, sehingga tak banyak yang bisa ia produksi dalam satu tahun.
Kalau ditanya harapan, Mbah Mo masih menyimpan keinginan membuat pendapa yang dapat digunakan anak-anak berlatih gamelan. “Tapi yang terutama saya ingin ada salah satu dari anak saya meneruskan usaha ini,” tutupnya penuh harap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ulang Tahun ke-90, Dalai Lama Ingin Hidup hingga 130 Tahun
- Kementerian HAM Menjadi Penjamin Pelaku Persekusi Retret, DPR Bertanya Alasannya
- Kementerian Sosial Pastikan Pembangunan 100 Sekolah Rakyat Dimulai September 2025
- KPK akan Pelajari Dokumen Terkait Kunjungan Istri Menteri UMKM ke Eropa
- Donald Trump Ingin Gelar UFC di Gedung Putih
Advertisement

Jadwal KRL Solo Jogja Hari Ini, Senin (7/7/2025), Naik dari Stasiun Palur, Jebres, Purwosari dan Solo Balapan
Advertisement

Jalur Hiking Merapi di Argobelah Klaten Kian Beragam dengan Panorama Menarik
Advertisement
Berita Populer
- Nurmala Kartini Sjahrir, Adik Luhut yang Diunggulkan jadi Dubes Indonesia di Jepang, Berikut Profilnya
- Sekolah Rakyat Dibangun Mulai September 2025, Dilengkapi Dapur dan Asrama
- 29 Penumpang Belum Ditemukan, Manajemen KMP Tunu Pratama Jaya Minta Maaf
- DPR RI Bentuk Tim Supervisi Penulisan Ulang Sejarah
- Kemensos: Anak Jalanan Jadi Target Utama Ikuti Sekolah Rakyat
- Banjir di DKI Jakarta Rendam 51 RT
- Kementerian PKP Siapkan Rp43,6 Trilun untuk Merenovasi 2 Juta Rumah Tak Layak Huni
Advertisement
Advertisement