Advertisement
ERA SOEHARTO ATAU REFORMASI : Kata Pengamat, Ini Hanya Romantisme Historis

Advertisement
[caption id="attachment_413736" align="alignleft" width="314"]http://www.harianjogja.com/baca/2013/06/08/era-soeharto-atau-reformasi-kata-pengamat-ini-hanya-romantisme-historis-413735/soeharto-9" rel="attachment wp-att-413736">http://images.harianjogja.com/2013/06/soeharto2.jpg" alt="" width="314" height="206" /> Foto Soeharto
JIBI/Harian Jogja/Antara[/caption]
SOLO–Banyaknya pendapat warga yang masih menganggap bahwa era Soeharto lebih baik dari pada era sekarang, dinilai pengamat social politik dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tundjung W Sutirto sebagai sekadar romantisme historis, yang didasarkan harapan era reformasi yang dianggap tidak lebih baik dibanding era orde baru (Orba).
Advertisement
Hal senada juga terjadi dengan banyaknya gambar atau poster Soeharto lengkap dengan tulisan berbunyi “Piye? Iseh Penak Zamanku To?” yang dijual di tempat publik. Dalam kalimat itu seolah terkandung makna kerinduan untuk kembali ke jaman kepemimpinan Presiden kedua RI, Soeharto.
“Sindiran yang muncul belakangan ini, bukan berarti masyarakat menginginkan sosok Soeharto lagi, namun lebih kepada menginginkan kesejahteraan seperti di era Soeharto tersebut,” kata Tundjung.
Tundjung ketika dihubungi SOLOPOS FM dalam sesi Dinamika103, Sabtu (8/6/2013) berpendapat, hal ini merupakan fenomena yang wajar. Terlebih di tengah banyaknya masalah negeri ini, mulai dari isu separatisme, ketidakadilan hukum, korupsi yang merajalela, hingga rencana kenaikan harga BBM, yang membuat masyarakat awam merindukan era sebelumnya, yang dianggap lebih enak dari era reformasi saat ini.
Tundjung menambahkan, dalam sejarah dunia, tiap pemimpin memiliki karakter masing-masing, sesuai konteks zamannya.
“Tiap pemimpin tidak ada yang sama, alias memiliki karakteristik masing-masing, yang tidak bisa disamakan.”
“Saat ini, menurut dia, Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang negarawan dan bukan politisi, serta mewarisi nilai kharismatik seperti pemimpin-pemimpin sebelumnya,” ungkap Tundjung. Ditegaskannya pula, masyarakat primordial pada prinsipnya hanya butuh 3W.
“Masyarakat kita sebenarnya hanya butuh merasa wareg (kenyang), waras (sehat), dan wasis (pintar),” tandasnya.
Pak Harto dan Jokowi
Sementara itu dari beragam komentar yang masuk ke ruang redaksi SOLOPOS FM, ada pula warga yang mengaitkan fenomena mengenang Soeharto dengan Jokowi, mantan Walikota Solo yang saat ini menjadi Gubernur DKI Jakarta. Pamor dan popularitas Jokowi memang tengah naik.
Warga Solo, Anant dengan berseloroh mengatakan, “Enak zamanya pak jokowi…”
Sedangkan Dini, warga Karangasem menilai Pak Harto hampir mirip dengan Jokowi. “Pak Harto mirip dengan Pak Jokowi, tokoh spektakuler skr ini. Bapak satu ini, tau kalangan mana yang harus direngkuh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Satgas Koperasi Merah Putih Resmi Dibentuk, Zulkifli Hasan Jabat Ketua
- Selain GBK, Hotel Sultan hingga TMII Juga Bakal Dikelola Danantara
- Puluhan Warga Badui Digigit Ular Berbisa, 2 Meninggal Dunia
- Aduan Konten Judi Online Mencapai 1,3 Juta
- Tunjangan Guru Non ASN pada RA dan Madrasah Cair Juni 2025, Segini Besarannya
Advertisement

Pospit Pakem Kini Jadi Rumah Kedua Penggemar Olahraga Sepeda di Jogja
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Pembangunan Sekolah Rakyat Ditargetkan Rampung Sebanyak 135 Lokasi pada 2026
- Satgas Koperasi Merah Putih Resmi Dibentuk, Zulkifli Hasan Jabat Ketua
- KPK Sebut Nomor Ponsel Hasto Kristiyanto Ternyata Bernama Sri Rejeki Hastomo, Ini Komentarnya
- KPU Tetapkan Istri Mendes PDT Sebagai Bupati Serang Hasil PSU
- Pelaku Usaha Ingin Penerbangan Langsung ke Bandara Ahmad Yani Segera Dibuka
- Polri Buru Pelaku Penipuan Modus Kripto Platform JYPRX, SYIPC, dan LEEDSX
- KBRI Upayakan Perlindungan WNI di Kamboja
Advertisement