Advertisement
Dituduh Nodai Agama karena Menolak Perda Syariah, Grace Natalie Siap Hadapi Proses Hukum
Grace Natalie: Siap hadapi proses hukum - Bisnis/Aziz Rahardyan
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA —Pidato Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie yang menolak perda berbasis agama dipersoalkan secara hukum.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Grace Natalie menyatakan siap menghadapi proses hukum. Grace menjadi terlapor dugaan penodaan agama atas pidatonya yang diperkarakan Eggi Sudjana, Jumat (16/11/2018).
Advertisement
Mantan jurnalis yang akrab disapa Sis Grace ini menyampaikan bahwa dirinya tidak keberatan pidatonya pada HUT PSI, Minggu (11/11/2018) yang salah satunya berisi pernyataan menolak Peraturan Daerah (Perda) injil ataupun syariah, dipermasalahkan secara hukum ke pihak Kepolisian.
"Kami mempersilakan untuk mengikuti [proses hukum] sesuai dengan mekanisme, karena laporan juga ada mekanismenya dan itu merupakan hak konstitusi setiap orang," ujar Grace di Jokowi Center, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11/2018).
BACA JUGA
Grace juga menyebut dirinya telah mempersiapkan sejumlah kolega yang akan membantunya menghadapi proses hukum.
"Kita siap untuk mengikuti proses. Ini negara hukum, lagi-lagi kita punya konstitusi dan saya percaya pada sistem hukum yang berlaku di Indonesia," tambahnya.
Sebelumnya Eggi Sudjana resmi melaporkan Grace ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Eggi menilai pidato Grace mengungkapkan suatu permusuhan dan ujaran kebencian pada agama yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 156a.
Hal ini dibantah oleh Grace sebab menurutnya pidato tersebut bukan cerminan sikap anti-agama, melainkan sikap politik PSI yang menekankan perilaku antikorupsi dan anti-intoleransi.
"Kami menolak perda-perda berbasis agama karena kami ingin menempatkan agama di tempat yang tinggi. Di mana, agama itu jangan lagi dipakai sebagai alat politik. Kita ingin agar produk hukum adalah universal, tidak parsial, tidak mendasarkan pada agama apa pun atau agama tertentu," jelas Grace.
Di sisi lain, pada kesempatan yang sama Yenny Wahid, Direktur Wahid Institute menyatakan hal senada.
Yenny mengungkapkan Wahid Institute justru telah sejak lama bersikap bahwa semua aturan hukum di Indonesia harus bersentuhan dengan masyarakat secara umum dan tidak mengatur satu kepentingan tertentu.
"Semua Perda yang berpotensi memecah belah masyarakat, apakah berdasarkan kelompok, keyakinan, ras, dan lain sebagainya, seyogyanya tidak usah ada di Indonesia," ujar Yenny.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Bulan Perlahan Menjauhi Bumi, Ini Dampaknya bagi Kehidupan
- Hunian Korban Bencana Sumatera Bakal Dibangun di Lahan Negara
- Tokoh Dunia Kecam Penembakan Bondi Beach yang Tewaskan 12 Orang
- Surya Group Siap Buka 10.000 Lowongan Kerja di Tahun 2026
- Konser Amal di Tangerang Galang Rp1,3 Miliar untuk Sumatera dan Aceh
Advertisement
Libur Nataru, Bandara YIA Prediksi 247 Ribu Penumpang
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Lomba Lacak Sinyal ARDF Latih Kesiapsiagaan Bencana di Kulonprogo
- Polri Segera Umumkan Tersangka Bencana Banjir Sumatera Utara
- Jemaat Gereja St Albertus Agung Buat Altar dari Barang Bekas
- Rizki Juniansyah Rebut Emas SEA Games dan Pecahkan Rekor Dunia
- Guru Besar UGM Usul Sebagian Dana MBG Dialihkan ke Daerah Bencana
- Makanan Sehat dan Praktis Bakal Jadi Tren Gaya Hidup 2026
- AFJ Desak Regulasi Larangan Perdagangan Monyet Ekor Panjang
Advertisement
Advertisement




