Advertisement

Danantara Butuh Rp99 Triliun untuk Proyek Sampah Jadi Listrik

Dionisio Damara Tonce
Selasa, 30 September 2025 - 17:17 WIB
Maya Herawati
Danantara Butuh Rp99 Triliun untuk Proyek Sampah Jadi Listrik Ilustrasi waste to energy, atau sampah jadi energi. / Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—PT Danantara Investment Management (Persero) mengungkap kebutuhan investasi Rp66 triliun–Rp99 triliun untuk membangun Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik (PSEL)  kapasitas 1.000 ton per hari di kota-kota prioritas.

Managing Director Investment Danantara Investment Stefanus Ade Hadiwidjaja mengatakan estimasi kebutuhan investasi untuk satu titik PSEL berkapasitas 1.000 ton per hari mencapai Rp2 triliun-Rp3 triliun. Hal ini mencakup pembangunan infrastruktur pendukung proyek.

Advertisement

“Bujetnya bisa cukup luas, mungkin untuk kapasitas seribu ton per hari, kira-kira antara Rp2 triliun–Rp3 triliun total investasinya, termasuk untuk infrastruktur pendukungnya," kata Stefanus dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/9/2025).

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, terdapat 33 kabupaten/kota yang masuk dalam usulan lokasi prioritas pembangunan fasilitas PSEL. Dengan asumsi setiap lokasi membutuhkan Rp2 triliun–Rp3 triliun, maka kebutuhan investasi berkisar Rp66 triliun–Rp99 triliun.

Daerah yang masuk dalam daftar antara lain Jakarta dengan timbulan sampah 9.974 ton per hari, Kabupaten Bogor (2.884 ton), Kabupaten Bekasi (2.587 ton), Kota Bekasi (2.146 ton), serta Kota Surabaya (1.838 ton). Seluruh wilayah ini masuk kategori darurat berdasarkan kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang semakin terbatas.

BACA JUGA: Dinkes Sebut Hanya 1 SPPG di Gunungkidul Mengantongi SLHS

Stefanus menyatakan pembiayaan proyek waste to energy tidak hanya bersumber dari Danantara, tetapi juga membuka ruang bagi keterlibatan swasta maupun BUMD. Adapun, proses pemilihan mitra akan dilakukan secara terbuka melalui mekanisme tender.

“Kami akan undang partner dan teknologi, baik itu swasta maupun dari luar, atau bahkan kami bisa mengajak pemerintah daerah dan BUMD untuk terlibat,” ucapnya.

Chief Executive Officer (CEO) Danantara Indonesia Rosan Roeslani menuturkan bahwa persoalan sampah sudah menjadi masalah darurat nasional. Pasalnya, terdapat 35 juta ton sampah setiap tahunnya yang setara dengan 16.500 lapangan sepak bola.

“Kami meyakini waste to energi adalah solusi jangka panjang yang bisa menyatukan isu lingkungan, kesehatan dan juga energi,” pungkas Rosan Roeslani.

Persiapan pembangunan PSEL telah dilakukan dalam beberapa bulan terakhir, termasuk benchmarking dengan sejumlah teknologi di berbagai negara. Salah satu model yang paling umum dipakai adalah teknologi waste to energy berbasis insinerator.

Untuk itu, Danantara akan meluncurkan proyek PSEL atau waste to energy (WTE) pada akhir Oktober mendatang. Dari 33 kabupaten/kota yang masuk dalam usulan lokasi prioritas, tahap awal proyek ini akan dijalankan di Jakarta terlebih dahulu.

“Di Jakarta sendiri akan ada 4-5 lokasi. Kemudian di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, dan juga beberapa daerah seperti Bekasi, Tangerang. Dan beberapa daerah yang sudah menyatakan kesiapannya untuk program ini,” ucapnya.

Menurutnya, dengan kapasitas minimal 1.000 ton sampah per hari, program ini dapat menghasilkan sekitar 15 MW listrik untuk memenuhi kebutuhan 20.000 rumah tangga.

Skema Bisnis Waste to Energy

Perihal skema bisnis, penerapan PSEL bakal menghapus beban tipping fee yang selama ini dibebankan kepada pemerintah daerah. Sebagai gantinya, ditetapkan tarif sebesar US$0,20 per kWh yang akan dibeli oleh PT PLN (Persero) selaku offtaker.

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan perseroan akan mengikuti arahan pemerintah dalam pengembangan program PSEL. Menurutnya, harga listrik dari PLTSa bakal ditentukan sesuai Peraturan Presiden (Perpres) yang tengah digodok.

"Dengan adanya Perpres tentang waste to energy, kami siap menjalankannya. Kami akan memastikan nantinya harganya sesuai dengan arahan, ada indikasi 20 sen per kWh,” ujar Darmawan saat ditemui di Wisma Danantara, Selasa (30/9/2025).

Dia menjelaskan kapasitas listrik dari PLTSa relatif kecil dibandingkan pembangkit energi baru terbarukan lainnya. Dari 1.000 ton sampah per hari, listrik yang dihasilkan hanya berkisar 15–17 megawatt (MW) dan bisa maksimal 20 MW jika efisiensi tinggi.

PLN kini tinggal menunggu Perpres sebagai dasar pelaksanaan program. Skemanya, investasi akan dilakukan Danantara bersama mitra swasta dan penyedia teknologi, sementara PLN bertugas sebagai offtaker melalui perjanjian jual beli listrik (PJBL).

“Syarat utama PLTSa adalah technical feasible dan commercially available. Kalau dua hal itu terpenuhi, kami berharap pembangkit bisa segera dieksekusi,” kata Darmawan.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menegaskan proyek PSEL akan mengubah paradigma sampah dari ancaman menjadi peluang energi.

Menurutnya, teknologi insinerator dinilai mampu mengolah timbunan sampah menjadi listrik yang bisa dimanfaatkan masyarakat, sementara beban keuangan daerah berkurang karena tidak lagi menanggung biaya tipping fee untuk pembuangan akhir.

“Ini adalah win-win solution. Rakyat memperoleh lingkungan yang lebih bersih, pemerintah daerah tidak terbebani biaya tambahan, dan negara mendapatkan energi baru yang bernilai ekonomis,” kata Tito.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Sleman Siap Kirim Sampah ke Program Waste to Energy

Sleman Siap Kirim Sampah ke Program Waste to Energy

Sleman
| Selasa, 30 September 2025, 19:07 WIB

Advertisement

Kemenpar Promosikan Wisata Bahari Raja Ampat ke Amerika dan Eropa

Kemenpar Promosikan Wisata Bahari Raja Ampat ke Amerika dan Eropa

Wisata
| Selasa, 23 September 2025, 18:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement