Advertisement
Proses Pembentukan Pansus Pemakzulan Bupati Sadewo Oleh DPRD Pati

Advertisement
Harianjogja.com, PATI—Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati, Jawa Tengah (Jateng), menyepakati pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk Pemakzulan Bupati Pati Sudewo, Rabu (13/8/2025) siang, begini proses lengkapnya.
BACA JUGA: Demo Pati, Bupati Dilempar Botol dan Sandal
Advertisement
Dalam proses pemakzulan Bupati Sudewo, seluruh partai setuju dengan hak angket dan pansus, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, hingga Partai Golkar. Bahkan, partai yang menaungi Sudewo, Gerindra ikut setuju.
"Mencermati kondisi di masyarakat, menimbang banyak masyarakat yang terluka, maka sepakat mengambil hak angket dan pembentukan Pansus," kata Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin.
Kendati menyepakati, Ali menyatakan DPRD Pati tak punya kewenangan menghentikan Bupati. Sebab, yang berwemang adalah Mahkamah Agung (MA).
"Semuanya harus melalui tahapan. Termasuk pembentukan pansus dan pembahasan hak angket kebijakan bupati, tugas kita adalah keabsahannya," jelasnya.
DPRD Pati juga telah membentuk Pansus untuk membahas hak angket terhadap Bupati Sudewo, Rabu (13/8/2025) malam. Keputusan Pansus ini nantinya akan menentukan nasib pemakzulan Bupati Sudewo.
Sebelumnya, masyarakat meminta DPRD menuntaskan proses ini maksimal tujuh hari. Namun, Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo, menyatakan belum bisa memastikan kapan keputusan akhir akan keluar.
“Masalah target kami belum bisa ngomong. Tetapi kalau 3-4 hari sudah selesai, kami akan langsung merekomendasikan ke pimpinan untuk paripurna secepatnya,” ujar Teguh di Gedung DPRD Pati, Rabu malam.
Teguh menambahkan, saat ini belum dapat dipastikan apakah Sudewo bersalah atas sejumlah kebijakan yang telah digulirkan selama menjabat. Namun, hasil pembahasan hak angket diyakini akan menentukan langkah pemakzulan.
“Kemungkinan [pemakzulan] saya belum bisa sampaikan. Besok kita langsung gas rapat pertama. Tetapi hasil Pak Sudewo bersalah tidak, kami belum tahu,” jelasnya.
Proses Panjang
Proses pembahasan ini masih panjang sebelum surat rekomendasi dikirim ke Mahkamah Agung (MA). Berbagai kebijakan kontroversial Sudewo juga akan didalami, termasuk pengangkatan Direktur RSUD Soewondo yang dinyatakan tidak sah oleh BKN, pemutusan hubungan kerja 200 tenaga rumah sakit, dan pemindahan eselon II menjadi staf biasa.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diperbarui melalui UU Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah, terdapat beberapa syarat atau alasan yang dapat menjadi dasar pemakzulan kepala daerah:
Melanggar sumpah atau janji jabatan.
Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala daerah.
Terbukti melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih.
Menggunakan dokumen palsu saat proses pencalonan.
Melakukan perbuatan tercela.
Dengan landasan hukum ini, DPRD memiliki wewenang untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh kepala daerah.
Proses pemakzulan tidak bisa dilakukan secara sepihak atau tanpa dasar yang kuat. Terdapat tahapan-tahapan yang harus dilalui agar proses ini berjalan sesuai aturan:
1. Pembentukan panitia khusus (pansus)
Ketika muncul dugaan pelanggaran, DPRD akan membentuk panitia khusus untuk melakukan penyelidikan. Pansus ini bertugas mengumpulkan bukti dan mendalami permasalahan yang ada.
2. Pengajuan usulan ke presiden melalui Mendagri
Jika hasil penyelidikan pansus menyimpulkan adanya pelanggaran yang cukup serius, DPRD dapat mengusulkan pemakzulan kepada presiden melalui menteri dalam negeri.
3. Penilaian oleh Mahkamah Agung
Mahkamah Agung akan melakukan uji substansi terhadap usulan pemakzulan kepala daerah. Lembaga ini menilai apakah benar kepala daerah telah melanggar sumpah jabatan, tidak menjalankan kewajibannya, atau melakukan perbuatan tercela.
4. Keputusan akhir oleh Menteri Dalam Negeri
Apabila Mahkamah Agung menyetujui usulan pemakzulan, maka menteri dalam negeri wajib memberhentikan kepala daerah dalam waktu maksimal 30 hari sejak menerima keputusan tersebut. Prosedur ini sesuai dengan Pasal 80 ayat (1) huruf f UU Pemerintahan Daerah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kasus Keracunan MBG Terus Terjadi, DPR: Tidak Cukup Hanya Evaluasi
- Soal Efisiensi Tranfer Keuangan Daerah, Ini Langkah dari Apkasi
- Alasan Bupati Pati Sudewo Ogah Mundur Meskipun Didemo Ribuan Warga
- KPK Sebut OTT di Jakarta Kemarin, Terkait Suap Izin Pemanfaatan Hutan
- Kopdes Merah Putih Gagal Bayar Tak Perlu Kembalikan Talangan Dana Desa
Advertisement

Pejabatnya Jadi Tersangka Korupsi Pengadaan Biji Kakao, Ini Tanggapan UGM
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Demo Warga Pati Tuntut Bupati Mundur, Begini Respons Gubernur Jateng Ahmad Luthfi
- Menkeu Sri Mulyani Jelaskan Anggaran MBG Tembus Rp300 Triliun di 2026
- KPK Geledah Kantor Kemenag Terkait Kasus Korupsi Kouta Haji
- Menuju Predikat SAKIP A, Kementerian ATR/BPN Fokus Perkuat Tujuh Pra-Kondisi
- Persetujuan Pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih Diatur dalam Permendes PDT 10/2025
- Wapres Gibran Sambangi Kediaman Jenderal Purn Try Sutrisno, Ini Tujuannya
- RUU PIHU, Asosiasi Minta Kuota Haji Khusus Minimal 8 Persen
Advertisement
Advertisement