Advertisement

Puluhan Ribu Bansos untuk Penerima ASN dan BUMN Disetop

Newswire
Selasa, 12 Agustus 2025 - 23:07 WIB
Maya Herawati
Puluhan Ribu Bansos untuk Penerima ASN dan BUMN Disetop Pembagian bansos di Kantor Pos Indonesia. - ilustrasi - Freepik

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Sebanyak 55.000 penerima bantuan sosial (bansos) berprofesi sebagai aparatur sipil negara (ASN) hingga pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menyatakan Kemensos telah menghentikan 55.000 penerima bansos tersebut.

Gus Ipul mengungkap ada lebih dari 100.000 penerima bantuan sosial (bansos) yang anomali atau seharusnya tidak menerima bantuan. "Dari jumlah itu, 55.000 sudah tidak terima bansos lagi, tinggal sekarang 44.000 yang sedang kita proses untuk tidak lagi menerima bansos," kata Gus Ipul di Jakarta pada Selasa (12/8/2025).

Advertisement

Selain ASN dan BUMN, penerima bansos berprofesi anomali itu juga mencakup anggota TNI-Polri, dokter, dosen, manajer, eksekutif, serta badan usaha milik daerah (BUMD). Temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bahkan mencatat ada 27.932 pegawai BUMN yang terindikasi menerima bansos.

Untuk mencegah bansos tidak tepat sasaran, Kemensos berkolaborasi dengan Badan Pusat Statistik (BPS) dan berbagai pihak terkait untuk mengimplementasikan Instruksi Presiden (Inpres) No.4/2025 tentang Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) yang menekankan pentingnya akurasi, interoperabilitas, pembaruan data, dan sinergi antarkementerian atau lembaga.

Gus Ipul menjelaskan pemutakhiran data dilakukan rutin setiap tiga bulan untuk menyesuaikan dengan perubahan kondisi masyarakat, seperti kelahiran, kematian, atau perpindahan penduduk. Hasil pemutakhiran diserahkan kepada BPS untuk divalidasi dan diverifikasi sebelum digunakan sebagai dasar penyaluran bansos.

Bansos yang tidak tepat sasaran akan dialihkan kepada masyarakat yang lebih berhak, terutama mereka yang berada dalam desil 1 hingga desil 4, mencakup kelompok miskin ekstrem, miskin, dan rentan. "Secara bertahap yang salah sasaran akan kita koreksi, kita alihkan kepada mereka yang berikutnya. Fokus kami menyalurkan bantuan kepada desil 1 sampai desil 4," ujar dia.

Gus Ipul juga mendorong peran aktif masyarakat dalam pemutakhiran data melalui aplikasi Cek Bansos, yang memungkinkan warga melaporkan penerima bansos tidak layak atau mendaftarkan calon penerima yang seharusnya berhak namun belum mendapatkan bantuan. Pelapor harus melampirkan identitas dan kelengkapan lain sebagai bahan verifikasi dan validasi untuk pengajuan tersebut.

"Kalau merasa ada tetangganya, atau mungkin dirinya sendiri seharusnya mendapat bansos tapi tidak mendapatkan, berikan informasi identitasnya supaya kita bisa verifikasi," tuturnya.

BACA JUGA: DIY Kemarau Basah, Waspadai Potensi Bencana Hidrometeorologi

Dengan langkah-langkah tersebut, Kemensos berharap penyaluran bansos semakin akurat, tepat sasaran, dan mampu membantu mereka yang benar-benar membutuhkan.

Tidak Aktif

Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan sejumlah bentuk penyimpangan pada rekening tidak aktif atau dormant. Salah satu temuannya bahkan pada rekening perbankan milik penerima bansos maupun instansi pemerintah.

Terkait dengan penerima bansos, PPATK menemukan lebih dari 10 juta rekening yang tidak pernah dipakai atau dormant selama lebih dari tiga tahun.

"Dana bansos sebesar Rp2,1 triliun hanya mengendap, dari sini terlihat ada indikasi bahwa penyaluran belum tepat sasaran," ungkap Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M. Natsir Kongah, Selasa (29/7/2025). 

Selain itu, lembaga intelijen keuangan tersebut menemukan bahwa sejumlah instansi pemerintah dan bendahara pengeluaran juga memiliki rekening dormant.

Jumlah yang ditemukan mencapai lebih dari 2.000 rekening dengan dana mengendap Rp500 miliar. Natsir menyebut bahwa secara fungsi, rekening ini seharusnya aktif dan terpantau.

Lebih jauh lagi, lembaganya turut menduga beberapa rekening dormant rentan disalahgunakan untuk tindak pidana. Hal itu terungkap dari hasil analisis maupun pemeriksaan PPATK sejak 2020. 

Natsir memaparkan bahwa awalnya terdapat lebih dari 1 juta rekening perbankan yang dianalisis berkaitan dengan dugaan tindak pidana.

Sebanyak 150.000 di antaranya lalu ditemukan dormant, setelah sebelumnya digunakan untuk tindak pidana. "Dari 1 juta rekening tersebut, terdapat lebih dari 150.000 rekening adalah nominee, di mana rekening tersebut diperoleh dari aktivitas jual beli rekening, peretasan atau hal lainnya secara melawan hukum, yang selanjutnya digunakan untuk menampung dana dari hasil tindak pidana, yang kemudian menjadi tidak aktif/ dormant."

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Antara

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Sambut HUT RI, Paguyuban Sopir Truk Jogja Express dan Polda DIY Bagikan Paket Sembako

Sambut HUT RI, Paguyuban Sopir Truk Jogja Express dan Polda DIY Bagikan Paket Sembako

Sleman
| Rabu, 13 Agustus 2025, 05:27 WIB

Advertisement

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Pendakian Rinjani Dibuka Kembali 11 Agustus 2025

Wisata
| Minggu, 10 Agustus 2025, 15:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement