Gugatan Kubu Pontjo Sutowo Ditolak PTUN, Penyegelan Hotel Sultan Sah
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta resmi menolak gugatan perusahaan milik konglomerat Pontjo Sutowo, PT Indobuildco terhadap Direktur Utama Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno alias PPKGBK.
PT Indobuildco adalah perusahaan yang selama puluhan tahun mengelola Hotel Sultan yang berdiri di aset negara. Adapun dalam gugatan kubu Pontjo Sutowo bernomor 580/G/TF/2023/PTUN.JKT diajukan pada 15 November 2023 dan telah diputus oleh hakim tata usaha negara pada 2 Mei 2024 lalu. "Menyatakan gugatan penggugat tidak diterima," demikian bunyi amar putusan dikutip dari laman resmi PTUN Jakarta, Selasa (7/4/2024).
Advertisement
Sebelum putusan dibacakan, pihak Indobuildco dalam petitumnya meminta majelis hakim PTUN Jakarta untuk mengabulkan gugatannya. Pertama, menyatakan batal atau tidak sah objek gugatan antara lain penutupan seluruh akses komplek The Sultan Hotel dari arah Jalan Gatot Subroto yaitu pintu 1, 2, 3 dan 4 dengan menggunakan barikade beton (concrete barrier).
Poin itu termasuk mempersoalkan penempatan petugas keamanan pada 4 Oktober 2023 diikuti pengecoran beton permanen pada 30 Oktober 2023, selanjutnya pada 9 November 2023 dilanjutkan dengan pemagaran besi dan pemasangan gerbang atau portal untuk screening tamu yang masuk melalui pintu 5 sebagai satu-satunya akses kompleks The Sultan Hotel dari Jalan Jenderal Sudirman.
Kubu Pontjo Sutowo juga meminta pengadilan menyatakan tidak sah pemasangan spanduk pada 4 Oktober 2023 bertuliskan “Tanah Ini Aset Negara Milik Pemerintah Republik Indonesia Berdasarkan HPL No.1/Gelora atas nama Sekretariat Negara, PPK dan Telah Dinyatakan Sah Putusan PK MA No.276 PK/PDT/2011".
Hal itu termasuk pemasangan plang yang tersebar di area Kompleks The Sultan Hotel milik penggugat yang berada di atas Tanah Hak Guna Bangunan (HGB) No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora atas nama penggugat terletak dan setempat dikenal sebagai The Sultan Hotel Kompleks, Jl. Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Kedua, terhadap dua gugatan di atas, Indobuildco meminta majelis hakim tata usaha negara untuk memutus supaya kubu PPKGBK membongkar dan atau membuka seluruh akses atau jalan masuk/keluar Komplek The Sultan Hotel dari arah Jalan Gatot Subroto dan Jalan Jenderal Sudirman diikuti dengan penarikan seluruh petuga keamanan dari kawasan kompleks The Sultan Hotel. Kubu Pontjo Sutowo juga meminta PPKGBK mencabut dan membersihkan spanduk dan plang yang tersebar di area Komplek The Sultan Hotel.
Selain itu hakim PTUN Jakarta juga diminta menghukum dan mewajibkan pihak GBK mengembalikan kawasan Kompleks The Sultan Hotel seperti semula sebelum tindakan faktual dilakukan dan segala akibat hukum yang ditimbulkan dianggap tidak pernah ada.
Bukan Gugatan Pertama
Gugatan tersebut bukan yang pertama diajukan oleh kubu Pontjo Sutowo. Pertama, pada 28 Februari 2023 lalu, Indobuildco menggugat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN. Objek gugatannya adalah Keputusan Kepala No.169/hpl/bpn/89, Tentang Pemberian Hak Pengelolaan atas Nama Sekretariat Negara c.q Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan, tanggal 15 Agustus 1989.
Namun demikian hakim PTUN menolak gugatan tersebut. Gugatan Indobuildco dikabulkan di tingkat banding, hanya saja hal itu tidak mengubah putusan di tingkat pertama.
Adapun perkara ini masih dalam proses kasasi. Kedua, pada 1 Desember 2023, kubu Indobuildco juga mengajukan gugatan ke PTUN.
Kali ini gugatan diarahkan kepada Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Objek gugatannya adalah Pembatalan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang No. 0220008472676-326-317100001 tanggal 04 Oktober 2023. Kasus ini masih dalam proses persidangan dan rencananya akan diputus besok 8 Mei 2024.
Ketiga, pada tanggal yang sama, kubu Inbuildco juga mengajukan gugatan dengan nomor 624/G/2023/PTUN.JKT. Gugatan ditujukan kepada Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta. Objek gugatannya antara lain terkait Keputusan Pembatalan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang No. 0220008472676-326-31710003 tanggal 04 Oktober 2023. Perkara ini bakal diputus esok hari.
BACA JUGA: Hotel Sultan Urung Dikosongkan! Negara Kembali Mengalah dari Ponjto Sutowo
Sementara yang keempat adalah gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Gugatan dengan no. perkara 667/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst. Adapun objek gugatanya, kubu Pontjo Sutowo meminta hakim menyatakan Mensesneg, PPKGBK, Menteri ATR/BPN telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, mereka meminta hakim untuk menyatakan Indobuildco adalah pemegang sertifikat HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora secara sah dan menyatakan pembaruan hak atas HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora yang diajukan oleh penggugat adalah sah menurut hukum.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan belum ada jawaban dari pihak Indobuildco.
Riwayat Sengketa
Riwayat sengketa antara konglomerat Pontjo Sutowo dan pemerintah itu terjadi selama dua dasawarsa terakhir. Adapun kompleks GBK erat kaitannya dengan penyelenggaraan Asian Games ke-4 pada 1962.
Pada saat itu, Komando Urusan Pembangunan Asian Games (KUPAG) melakukan pembebasan tanah pada sekitar 1959 hingga 1962 di Kawasan Gelora. Seusai pelaksanaan Asian Games, Indonesia kembali ditugaskan untuk menyelenggarakan Konperensi Pacific Area Travel Association (PATA) pada 1974. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) No.14/1972.
Tim Penasihat Hukum PPKGBK Chandra Hamzah menceritakan bahwa Indonesia diketahui kekurangan hotel pada 1971. Dia mengatakan pada saat itulah bermula masuknya Pontjo Sutowo melalui PT Indobuildco dalam pengelolaan Blok 15 Kawasan GBK.
Pada 1971, Indobuildco mengajukan surat izin permohonan penggunaan tanah dan pembangunan hotel ke Gubernur DKI saat itu, Ali Sadikin.
Pada saat itu, otoritas yang berwenang untuk mengeluarkan izin tersebut adalah Gubernur yang berada di bawah Kementerian Dalam Negeri.
Ali Sadikin lalu memberikan syarat kepada Indobuildco atas pemberian izin pembangunan Hotel Sultan di atas tanah negara. Perusahaan Pontjo Sutowo itu diwajibkan untuk membayar US$1,5 juta untuk penggunaan selama 30 tahun (sesuai Hak Guna Bangunan), mendirikan conference hall (Gedung Balai Sidang), serta memberikan 1.000 lapal pedagang UMKM.
Sekitar 1972, Gubernur DKI mengeluarkan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada Indobuildco untuk periode 30 tahun (sampai dengan sekitar 2003) berdasarkan HGB No.20/Gelora. Namun, pada 1974, HGB tersebut dipecah menjadi dua yakni HGB No.26/Gelora dan HGB No.27/Gelora dengan dituliskan sebagai pemecahan hak atas tanah milik sendiri.
Chandra mengatakan bahwa HGB yang dipecah menjadi dua itu lalu digadaikan ke bank. Menurutnya, hal tersebut agar dua HGB hasil pemecahan itu bisa laku digadai ke perbankan. "Soalnya kalau pakai HGB No.20 [dari Gubernur DKI 1972], perolehanya bukan hak beli atau wasiat, karena izin, itu tidak laku di bank," ucapnya.
Indobuildco Lahir
Pada 1973, Indobuildco resmi didirikan dengan akta notaris. Selang 16 tahun setelahnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) menerbitkan Hak Pengelolaan (HPL) No.169/HPL/BPN/89 atas Blok 15 Kawasan GBK atau Hotel Sultan kepada PPKGBK.
Chandra mengatakan penerbitan HPL dilakukan baru hampir 17 tahun setelah HGB Indobuildco, karena pembebasan tanah oleh negara baru selesai dilakukan setelahnya dengan menggunakan APBN.
Dia menyampaikan bahwa pada diktum keenam HPL dimaksud, tanah-tanah HGB dan Hak Pakai yang haknya belum berakhir baru akan termasuk di dalam HPL pada saat periodenya berakhir.
Sementara itu, dalam perjalanannya, Indobuildco lalu mengajukan perpanjangan HGB tersebut pada 2002 untuk 20 tahun ke depan. Perkara pengajuan perpanjangan HGB itu sempat masuk ke ranah pidana, namun Pontjo Sutowo selaku terdakwa mendapatkan putusan lepas pada tingkat Peninjauan Kembali (PK).
"Jadi MA bilang pembuatannya salah terbukti. Cuma salahnya bukan pidana, tetapi administratif. Perbuatan perpanjangan HGB tetapi tidak izin ke PPKGBK salah, tetapi dilepaskan," jelas kubu PPK GBK.
Selanjutnya, pada 2006, Indobuildco menggugat SK HPL atas pengelolaan PPKGBK atas Blok 15 Kawasan GBK atau Hotel Sultan. Pontjo menggugat HPL tersebut dan meminta Majelis Hakim Perdata menyatakan SK HPL no.169/HPL/BPN/89 tidak sah.
Namun, putusan hakim menyatakan HPL kepada PPKGBK itu sah dan menuntut Inodbuildco membayar royalti kepada negara terhitung sejak 2006 atau saat tanggal gugatan.
Singkat cerita, upaya hukum Pontjo Sutowo berlangsung hingga empat kali kalah dalam PK masing-masing pada 2011, 2014, 2020, dan 2022. Pihak Indobuildco bahkan kembali menggugat pemerintah melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang akhirnya ditolak juga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Terkait Pemulangan Mary Jane, Filipina Sebut Indonesia Tidak Minta Imbalan
- Polisi Tembak Polisi hingga Tewas di Solok, Polda Sumbar Dalami Motifnya
- Eks Bupati Biak Ditangkap Terkait Kasus Pelecehan Anak di Bawah Umur
- Profil dan Harta Kekayaan Setyo Budiyanto, Jenderal Polisi yang Jadi Ketua KPK Periode 2024-2029
- Pakar Hukum Pidana Nilai Penetapan Tersangka Tom Lembong Masih Prematur
Advertisement
Dinkes DIY Peringati HKN sekaligus Kampanyekan Pencegahan Stunting lewat Fun Run 5K
Advertisement
Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Pakar Hukum Sebut Penegak Hukum Harus Kejar hingga Tuntas Pejabat yang Terlibat Judi Online
- Pemerintah Pastikan Penetapan UMP 2025 Molor, Gubernur Diminta Bersabar
- 8 Terduga Teroris Ditangkap, Terkait dengan NII
- Dugaan Suap ke Sahbirin Noor, KPK Periksa Empat Saksi
- Desk Pemberantasan Judi Online Ajukan Pemblokiran 651 Rekening Bank
- Diskop UKM DIY Raih Juara III Kompetisi Sinopadik 2024 di Palangkaraya
- Ketua MPR: Presiden Prabowo Disegani Saat Tampil di G20 Paparkan Hilirisasi SDA
Advertisement
Advertisement