Advertisement

Viral Aksi Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang, Ini Kata SETARA Institute

Abdul Hamied Razak
Selasa, 07 Mei 2024 - 14:07 WIB
Abdul Hamied Razak
Viral Aksi Pembubaran Ibadah Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang, Ini Kata SETARA Institute Tangkapan layar kasus pembubaran ibadah mahasiswa katolik padaMinggu (5/5/2024) sekitar pukul 20.00 WIB, di jalan Ampera Rt 007 - 002, Babakan, Setu Kota Tangerang Selatan. Ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA—Kasus pembubaran peribadatan kembali terjadi, kali ini menimpa Mahasiswa Katolik Universitas Pamulang (UNPAM) yang melaksanakan ibadah Rosario. Video dan narasi-narasi terkait peristiwa tersebut viral di berbagai platform, baik media sosial maupun media arus utama.

Terkait peristiwa tersebut, Halili Hasan Direktur Eksekutif SETARA Institute menyampaikan beberapa catatan. Menurutnya, peristiwa tersebut merupakan pelanggaran atas Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) sekaligus cerminan dari lemahnya ekosistem toleransi di tengah tata kebinekaan Indonesia.

Advertisement

"Kasus ini mempertegas bahwa situasi pelanggaran KBB stagnan serta gangguan atas tempat ibadah dan peribadatan masih terus terjadi," kata Halili melalui siaran persnya, Selasa (7/5/2024).

BACA JUGA: Gempa Bumi Magnitudo 5,0 Landa Pacitan, BMKG Jelaskan Penyebabnya

Dia menambahkan, berdasarkan data SETARA Institute menunjukkan bahwa dalam periode tahun 2007-2022 terdapat 573 kasus gangguan terhadap tempat ibadah dan peribadatan yang terjadi di Indonesia. 

Kasus tersebut, lanjut Halili, juga menunjukkan bahwa intoleransi dan kebencian terus menjadi ancaman terhadap hak atas KBB yang secara konstitusional harus dijamin oleh negara dan pemerintah.

"Dalam kasus pembubaran rosario di Unpam, ada dua faktor utama yang mendorong pembubaran, yaitu intoleransi di kalangan masyarakat dan kegagalan elemen negara, dalam konteks ini RT/RW sebagai unsur negara di tingkat terkecil, di ranah masyarakat, untuk menjamin hak seluruh warga atas KBB," katanya.

Tidak hanya itu, Halili menilai upaya pihak kepolisian untuk mendamaikan para pihak mesti kita apresiasi. Namun demikian, kepolisian perlu memastikan adanya dugaan tidak pidana yang terjadi. Penegakan hukum atas kasus-kasus persekusi penting untuk dilakukan, untuk mencegah perluasan persekusi dan pelanggaran KBB.

"Dalam pemantauan SETARA Institute selama ini, lemahnya penegakan hukum sering terjadi berkenaan dengan pelanggaran KBB dan secara umum menjadikan kelompok minoritas sebagai korban," katanya.

Untuk itu, sambung Halili, SETARA Institute mendorong seluruh pihak untuk menahan diri. Narasi-narasi lanjutan terkait peristiwa yang mereproduksi kebencian dan menaikkan tensi konfliktual mesti dihentikan.

"Para pihak diharapkan untuk melakukan upaya-upaya cooling down. SETARA Institute juga mendesak para pihak untuk menolak politisasi terkait kasus tersebut dalam rangka dinamika elektoral, khususnya terkait Pilkada pada November 2024 mendatang," katanya.

Selain itu, SETARA Institute mendesak Pemerintah untuk melakukan tindakan lanjutan yang dibutuhkan, seperti penanganan korban, jaminan perlindungan hak atas KBB, dan penegakan hukum atas tindak kekerasan yang terjadi.

BACA JUGA: Dua Pekerja Bangunan di Jogja Tertimpa Cor Beton, Satu Tewas

Banyaknya kasus pembubaran, persekusi, dan pelanggaran-pelanggaran lain atas KBB, agenda besar yang harus menjadi perhatian bersama yaitu membangun ekosistem toleransi di tingkat masyarakat. Ekosistem toleransi ini, lanjut Halili, mesti dibangun dengan prakarsa kepemimpinan politik, yang mana walikota dan seluruh kepemimpinan politik mesti memberikan perhatian untuk agenda pemajuan toleransi.

"Di samping itu, diperlukan inisiatif dan kepemimpinan birokrasi, termasuk birokrasi di tingkat Kecamatan dan RT/RW. Lebih dari itu, pembangunan ekosistem juga membutuhkan prakarsa dan kepemimpinan sosial," kata Halili.

Seluruh elemen masyarakat terkait, baik dalam bentuk entitas resmi seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Majelis-Majelis Keagamaan, maupun komunitas-komunitas sosial di berbagai bidang, seperti kebudayaan tradisional, kesenian, dan sebagainya, mesti terlibat dalam pembangunan ekosistem toleransi.

Untuk dikatahui, kasus ini pada Minggu (5/5/2024) sekitar pukul 20.00 WIB, di jalan Ampera Rt 007/002, Babakan, Setu Kota Tangerang Selatan. Saat itu, sejumlah mahasiswa menggelar ibadah di sebuah kontrakan. Tak lama kemudian, muncul rombongan warga dipimpin Ketua RT setempat yang meminta ibadah tersebut dihentikan. Di tengah aksi, terjadi keributan yang berbuntut pada terlukanya mahasiswa di lokasi tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terkait

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Generasi Muda DIY Harus Dibekali Pendidikan Karakter yang Mumpuni

Sleman
| Minggu, 19 Mei 2024, 22:47 WIB

Advertisement

alt

Hotel Mewah di Istanbul Turki Ternyata Bekas Penjara yang Dibangun Seabad Lalu

Wisata
| Sabtu, 18 Mei 2024, 20:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement