Advertisement
Seorang Anak di Bekasi Meninggal Seusai Operasi, Pakar Forensik: RS Perlu Asesmen dan Audit

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Dugaan malapraktik dialami seorang pasien anak di Bekasi. Hal itu mengemuka setelah keluarga pasien melaporkan pejabat rumah sakit serta dokter yang menangani anak mereka ke Polda Metro Jaya pada 29 September 2023.
Keluarga pasien melapor ke polisi karena anak mereka didiagnosis mati batang otak dan kemudian meninggal dunia setelah menjalani operasi amandel di rumah sakit tersebut. “Anak ini ada yang mengalami yang kami duga gagal penindakan yang bisa kita anggap itu malapraktik ataupun kelalaian ataupun kealpaan,” kata pengacara keluarga, Cahaya Chirstmanto Anak Ampun, di Jakarta, Senin (2/10).
Advertisement
Ketua Kolegium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Indonesia Universitas Padjajaran, Yoni Faudah menyatakan bahwa pihak rumah sakit harus melakukan asesmen hingga audit kematian untuk mengetahui penyebab meninggalnya seorang anak di Bekasi setelah menjalani operasi amandel.
“Kematian pascaoperasi adalah hal yang harus menjadi perhatian dan perlu dilakukan asesmen untuk mengetahui penyebab kematiannya,” kata dia saat dihubungi, Kamis (5/10/2023).
Dekan Fakultas Kedokteran Unpad periode 2016-2018 itu mengatakan asesmen perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kematian tersebut akibat langsung dari tindakan operasi, tindakan pembiusan, atau justru faktor penyakit dan kondisi pasien.
Menurut dia, melalui asesmen juga akan membuka berbagai kemungkinan lainnya, termasuk faktor kelalaian, kesalahan, atau malapraktik seperti yang disampaikan pihak keluarga pasien. “Sayangnya cara untuk mengetahui sebab pasti kematian adalah otopsi yang seringkali juga sulit diterima oleh keluarga,” kata dia.
BACA JUGA: Mati Batang Otak, Ini Penyebab dan Gejalanya
Yoni mengemukakan bahwa terdapat cara lain dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab meninggalnya pasien, yaitu dengan audit kematian berupa analisis mendalam atas riwayat perjalanan penyakit dan riwayat penanganan.
Data-data riwayat tersebut bisa diperoleh dari rekam medis dan para tenaga medis yang terlibat dalam penanganan pasien. “Cara ini bisa dilakukan, meskipun tentu agak lebih lebih sulit untuk memastikan dibandingkan dengan otopsi,” ujar dia.
Dia menjelaskan secara umum tindakan operasi selalu mengandung risiko berupa semakin berat penyakit, timbulnya komplikasi, timbul penyakit baru, hingga kematian.
Meskipun penyakit yang diderita tidak terlalu berat seperti pembesaran amandel, tindakan operasi maupun pembiusan tetap mengandung risiko yang berasal dari faktor pasien sendiri, berupa penyakit yang telah diketahui sebelumnya maupun yang belum diketahui.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Demi Redam Ancaman Tarif Trump, Indonesia Hendak Beli Alutsista dari AS?
- Kebakaran Landa 12 Rumah di Gambir, Satu Orang Luka Bakar
- Guru Ngaji di Pondok Pesantren Tulungagung Ditangkap Polisi, Diduga Cabul kepada Santri
- Januari-Awal April 2025, KSPN Catat Ada 23.000 Pekerja Kena PHK
- LG Batal Investasi di Proyek Baterai Nikel RI
Advertisement

Libur Panjang Paskah, 21.400 Penumpang KA Jarak Jauh Tiba di Stasiun Daop 6 Yogyakarta
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Ratusan Tempat Pembuangan Sampah Terbuka di Indonesia Ditutup Paksa Pemerintah
- Guru Ngaji di Pondok Pesantren Tulungagung Ditangkap Polisi, Diduga Cabul kepada Santri
- Potensi Zakat dan Wakap Tinggi, Menang Ingin Bentuk Lembaga Pengelolaan Dana Umat
- Antrean Peti Kemas di Pelabuhan Tanjung Priok Ditarget Selesai pada Minggu
- Ridwan Kamil Resmi Laporkan Lisa Mariana ke Bareskrim
- Kebakaran Landa 12 Rumah di Gambir, Satu Orang Luka Bakar
- Pemerintah Targetkan Kemiskinan Ekstrem Nol Persen pada 2026, Salah Satunya Lewat Sekolah Rakyat
Advertisement