Advertisement
Jangan Salah, Orang Meninggal Dunia Bisa Karena Kaget

Advertisement
Harianjogja.com JAKARTA—Baru-baru ini telah terjadi kasus kematian bayi yang disebabkan karena terkejut dengan suara petasan di Gresik. Kaget yang luar biasa dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah.
BACA JUGA: Ibunda Meninggal Dunia Setelah Kaget Roger Danuarta Mualaf?
Advertisement
Saat mendengar suara atau disentuh yang tidak terduga, kita cenderung melompat kaget. Pada beberapa orang, ada yang memiliki respons terkejut secara berlebihan dan dapat menyebabkan jatuh bahkan kematian.
Melansir National Organization for Rare Disorders (NORD), hiperekpleksia adalah kelainan neurologis herediter langka yang dapat memengaruhi bayi saat baru lahir (neonatal) atau sebelum lahir (dalam rahim). Kelainan ini juga dapat mempengaruhi anak-anak dan orang dewasa.
Orang dengan kelainan ini memiliki refleks kaget berlebihan (mata berkedip atau kejang tubuh) terhadap suara, gerakan, atau sentuhan yang tiba-tiba diikuti dengan kekakuan otot yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan bahkan sindrom kematian bayi mendadak (SIDS).
Gejalanya meliputi ketegangan otot yang ekstrem (kekakuan atau hipertonia) yang mencegah gerakan sukarela dan dapat menyebabkan orang yang terkena jatuh dengan kaku, seperti batang kayu, tanpa kehilangan kesadaran. Refleks yang berlebihan (hyperreflexia), dan cara berjalan yang tidak stabil (gait) juga dapat terjadi.
Hiperekpleksia sering salah didiagnosis sebagai salah satu bentuk epilepsi sehingga proses mendapatkan diagnosis yang akurat dapat berlangsung lama. Pengobatannya relatif tidak rumit dan melibatkan penggunaan obat anti-kecemasan dan anti-kejang. Terapi fisik dan kognitif adalah pilihan pengobatan tambahan.
Baik pada bayi maupun orang dewasa, hiperekpleksia paling efektif diobati dengan obat anticemas dan antikejang. Untuk mendukung pengobatan, lakukan perawatan lain, seperti terapi fisik dan/atau kognitif untuk mengurangi kecemasan. Selain itu, konseling genetik mungkin bermanfaat bagi pasien dan keluarga mereka.
Melansir Live Science, kondisi tersebut muncul saat lahir dan gejala sementara biasanya berkurang setelah tahun pertama. Penyakit ini disebabkan oleh beberapa mutasi genetik. Hasil akhirnya adalah kegagalan sel saraf untuk berkomunikasi dengan baik.
Secara khusus, mutasi memengaruhi bagaimana molekul yang disebut glisin, dipindahkan antar sel. Biasanya, glisin mengirimkan sinyal penghambatan yang meredam respons seseorang terhadap kebisingan dan suara. Pada orang dengan gangguan kaget, sinyal penghambat ini tidak diterima dan hasilnya adalah respons berbahaya yang diperkuat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

Jalan Trisik Penghubung Jembatan Pandansimo di Kulonprogo Rusak Berat Akibat Truk Tambang
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement