Advertisement
Pakar: PN Jakpus Tak Bisa Memerintah KPU Menunda Pemilu, Ini Alasannya
Ilustrasi Pemilu 2024 di Pulau Papua. - Antara
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA– Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan seharusnya Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tak bisa memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024.
Bivit menjelaskan, PN merupakan pengadilan perdata sedangkan kepemiluan merupakan urusan administrasi pemerintahan. Dalam UU 7/2017 (UU Pemilu), juga tak diatur soal ketentuan pengadilan perdata mengurusi kepemiluan.
Advertisement
"Tidak ada satupun ketentuan di UU Pemilu bahwa pengadilan perdata dalam urusan Pemilu karena jelas urusan Pemilu itu administrasi pemerintahan. Jadi [kepemiluan] bukan perdata," ujar Bivit saat dihubungi, Kamis (2/3/2023).
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (PN Jakpus) memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024 setelah mengabulkan gugatan Partai Prima.
Partai Prima melayangkan gugatan perdata ke KPU di PN Jakpus dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Partai Prima merasa dirugikan karena KPU tak meloloskan mereka dalam tahapan verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2024.
Akibatnya, mereka meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024. Dalam amar putusannya pada Kamis (2/3/2023), PN Jakpus kemudian menerima gugatan Partai Prima.
"Menurut saya sih ini [putusan PN Jakpus] melawan hukum. Ini melawan hukum harusnya," tegas Bivit.
Dia mengaku bingung dengan petitum Partai Prima yang minta penundaan pemilu sebagai ganti rugi imateriil. Padahal, gugatan yang diajukan perdata bukan administrasi.
"Harusnya dari awal hakim pun begitu melihat perkaranya seperti itu dia harusnya NO dari awal, tidak bisa diterima karena bukan kewenangan pengadilan perdata," jelas Bivit.
Oleh sebab itu, dia melihat ada kekeliruan dari PN Jakpus, bahkan sejak mereka menerima gugatan Partai Prima, bukan hanya soal putusannya.
"Jadi ini agak kecolongan kita. Memang enggak boleh harusnya [minta penundaan pemilu] masuk lewat perdata," ungkap pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu.
Meski begitu, Bivit mengatakan KPU juga tak bisa mengabaikan putusan PN Jakpus meski cacat. Secara hukum, lanjutnya, KPU bisa mengajukan gugatan ke pengadilan tinggi.
BACA JUGA: Tanah Sultan Ingin Disewa 40 Tahun untuk Tol Jogja Bawen, Begini Respons Pemda DIY
"Jadi tidak bisa misalnya presiden bilang abaikan saja putusan itu, engga bisa juga sih. Tapi memang yang harus dilakukan adalah KPU banding ke Pengadilan Tinggi supaya keputusannya dikoreksi oleh Pengadilan Tinggi," jelasnya.
Memang, dari pihak KPU sendiri sudah menyatakan akan melakukan banding atas putusan PN Jakpus itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Trump Klaim 95 Persen Rencana Damai Rusia-Ukraina Telah Disepakati
- 46.207 Penumpang Tinggalkan Jakarta dengan Kereta Api Hari Ini
- Ratusan Warga Terdampak Banjir Bandang Kalimantan Selatan
- Kunjungan ke IKN Tembus 36.700 Orang saat Libur Natal 2025
- Kim Jong Un Dorong Produksi Rudal dan Amunisi Korut Diperkuat
Advertisement
Libur Nataru, Kunjungan Taman Pintar Tembus 5.000 Orang per Hari
Advertisement
Inggris Terbitkan Travel Warning Terbaru, Indonesia Masuk Daftar
Advertisement
Berita Populer
- PKS Bantul Beri Penghargaan Ibu Inspiratif di Hari Ibu 2025
- Isu Longsor Tekan Kunjungan Desa Wisata Menoreh Saat Nataru
- Buruh Sleman Nilai UMK 2026 Tak Layak, Tuntut KHL Rp4,6 Juta
- Arema FC Lepas Brandon Scheunemann di Bursa Transfer Paruh Musim
- Persija vs Bhayangkara: Ujian Strategi Tanpa Mauricio Souza
- Gus Yahya: Persoalan Internal PBNU Sudah Selesai
- Rusia Tegaskan Dukungan Penuh ke China soal Taiwan
Advertisement
Advertisement



