Advertisement

Polemik Viral Lagi, Kenali Plus Minus Childfree

Sirojul Khafid
Sabtu, 11 Februari 2023 - 08:37 WIB
Arief Junianto
Polemik Viral Lagi, Kenali Plus Minus Childfree Ilustrasi. - Harian Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA — Bahasan tentang childfree atau pilihan hidup suami-istri untuk tidak memiliki anak mencuat lagi. Musababnya, influencer Gita Savitri sempat menuliskan apabila rahasia awet mudanya, salah satunya lantaran pilihan untuk childfree. Dengan childfree, kata Gita, maka potensi stres bisa berkurang dan berpengaruh pada penampilan tubuh.

Terlepas dari kejadian di atas, pilihan hidup childfree mulai jamak menjadi pilihan hidup pasangan di Indonesia. Banyak alasannya, entah merasa belum siap mental, keuangan, karier, sampai kesehatan. Namun apa keuntungan dan kerugian saat kita childfree?

Advertisement

Mengutip dari Psychology Today pada 2012, Psikolog Klinis dan Penulis Complete Without Kids: An Insider's Guide to Childfree Living by Choice or by Chance, Ellen Walker, membagikan beberapa di antaranya.

Tiga keuntungan childfree:

Punya waktu untuk perawatan diri dan hubungan lainnya

Ellen suka menghabiskan waktu berdua dengan suaminya. Mereka memiliki banyak waktu karena tidak sibuk mengurus keluarga. Bagi beberapa orang, perlu energi dan waktu untuk memenuhi kebutuhan perawatan pribadinya. Tidak memiliki anak memungkinkan pasangan untuk lebih terhubung dengan teman dan lingkaran sosialnya.

Dedikasikan waktu untuk karier atau minat lain

Mengasuh anak membutuhkan banyak waktu. Para ahli mengatakan bahwa dibutuhkan delapan jam sehari untuk membesarkan dua anak hingga usia 18 tahun. Ellen kagum melihat bagaimana orang-orang, terutama perempuan yang memiliki anak, dapat mengelola pekerjaan penuh waktu selain mengasuh anak. Mereka sering tampak kelelahan dan kurang antusias saat bekerja, dan terlihat jelas bahwa mereka terlalu kurus.

Populasi manusia terkontrol

Semakin sedikit orang memungkinkan pengunaan sumber daya di sekitar juga berkurang, entah untuk makan, listrik, atau lainnya. Semakin terkontrolnya populasi juga memiliki potensi pengrusakan alam yang lebih sedikit.

Tiga kerugian childfree:

Potensi ketidakcocokan dengan kelompok sebaya

Saat teman sebaya memilih untuk memiliki anak dan Anda memilih childfree, maka ada potensi keterasingan dengan kelompok sebaya. Masalah bisa lebih besar apabila obrolan sudah tidak lagi nyambung, lantaran teman Anda lebih banyak membahas tentang anak dan sejenisnya.

Kehilangan peran yang banyak dianggap penting dalam hidup

Membesarkan anak dengan memberikan segala kasih sayang dan lainnya dianggap peran yang penting. Meski ada hal yang dikorbankan, tetapi peran itu menjadi semacam estafet kehidupan.

Tidak punya siapa pun untuk merawat masa tua

Berbicara umumnya adat sosial, suatu ketika orangtua merawat anak, namun akan berbalik puluhan tahun ke depan, anak yang akan merawat orangtua. Hal ini mungkin kecil potensinya terjadi pada pasangan yang childfree. Meski sebenarnya konsep ini pun tidak berlaku bagi semua masyarakat.

Keuntungan dan kerugian childfree di atas tentu bisa sangat didebat. Kondisi dan konteks hidup setiap orang berbeda. Justru yang lebih penting adalah saat memutuskan memiliki anak, apakah pasangan itu sudah siap untuk segala konsekuensinya?

Banyak hal yang tidak terprediksi saat memiliki anak. Bukan tidak mungkin hal-hal buruk justru terjadi saat kita mengharapkan segala kebaikan dari memiliki anak.

BACA JUGA: Jokowi Sebut Indonesia Tak Ada Resesi Seks: Tingkat Kehamilan Tinggi

Kapan Pasangan Dirasa Siap Memiliki Anak?

Sebagian orang mungkin merasa keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak adalah konsep yang sempurna. Namun memutuskan memiliki anak perlu diikuti oleh tanggung jawab dan persiapan dari segala sisi.

Oleh karena itu, merencanakan kehamilan sangat penting sebelum memutuskan untuk memiliki anak.

Psikolog Klinis dan Relationship Expert, Inez Kristanti, mengatakan pasangan suami dan istri harus memiliki pandangan yang sama tentang perencanaan kehamilan.

Sebelum memutuskan untuk memiliki anak, pasangan suami istri juga perlu mengerti dan paham tentang makna menjadi orangtua. "Suami dan istri perlu menghayati ke dalam diri sendiri tentang makna menjadi orangtua, kenapa ingin punya anak supaya kita bisa menghayati peran sebagai orangtua yang lebih bertanggung jawab," kata Inez.

Hal lain yang harus dipersiapkan oleh pasangan suami istri di usia subur adalah pemahaman yang setara mengenai proses kehamilan. Sebab, meski kehamilan hanya dijalani oleh istri, tanggung jawab yang diemban haruslah berdua. Suami dan istri pun harus menjadi satu tim yang solid.

Sebelum merencanakan kehamilan, suami dan istri juga perlu untuk mengetahui perubahan-perubahan apa yang diekspektasikan saat kehamilan dan setelah kelahiran. Hal ini diperlukan untuk menghadapi perubahan yang terjadi dan mencegah terjadinya hal-hal yang di luar ekspektasi.

"Kemudian sangat penting memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik. Di perjalanannya kemungkinan ada hal-hal yang bisa menimbulkan konflik, konflik itu tidak apa-apa tetapi yang penting bisa diselesaikan secara sehat bersama-sama," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Sambut Pemudik dan Wisatawan Libur Lebaran 2024, Begini Persiapan Pemkab Gunungkidul

Gunungkidul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 11:47 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement