Zat Pelarut Sudah Lama Ada dalam Obat Sirop, Mengapa Baru Bermasalah Sekarang?

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Kemenkes sebelumnya melarang penggunaan dan penjualan obat sediaan cair atau sirop demi mencegah peningkatan kasus gangguan ginjal misterius.
Terbaru, Kemenkes telah mendeteksi 3 zat berbahaya pada balita pasien gangguan ginjal misterius ini.
Tiga zat berbahaya ini, seperti disebutkan sebelumnya diantaranya adalah ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, serta ethylene glycol butyl ether-EGBE. Ketiga zat ini merupakan senyawa yang digunakan sebagai pelarut.
Juru Bicara Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Profesor Keri Lestari mengatakan, ketiga zat berbahaya ini bukan bagian dari bahan baku obat, melainkan kontaminan.
"Ketiga zat itu bukan zat untuk bahan baku obat, tapi itu bisa terjadi karena adanya kontaminan, dan keberadaan kontaminan ini ditoleransi sampai batas tertentu," kata Prof Keri kepada Bisnis-jaringan Harianjogja.com pada Kamis (20/10/2022).
Lalu, mengapa penyakit akibat zat ini baru terjadi sekarang?
Ketiga zat berbahaya ini merupakan pelarut dan kontaminan, yang bisa saja terkandung dalam produk obat sediaan cair sejak zaman dulu. Lalu, mengapa penyakit yanh diduga akibat tiga zat ini baru merebak sekarang?
BACA JUGA: Apotek di DIY Kebingungan Jual Obat Sirop
Saat ditanyai mengenai hal ini, Prof Keri menyebut pertanyaan ini harus diteliti. Karena menurutnya banyak generasi sudah mengonsumsi obat sirop ini semasa kecil.
"Ini yang mesti kita teliti, kok bahan bahan ini kan dari dulu [digunakan] saya juga waktu kecil pakai itu, ga papa yah sampai sekarang," tuturnya.
Kemudian, Prof Keri memaparkan bahwa apoteker melihat gangguan ginjal akut progresif atipikal ini tidak hanya disebabkan oleh satu obat saja. Namun, beberapa pihak terkait hingga saat ini masih terus melakukan penyelidikan.
"Bisa jadi karena juga disebabkan oleh adanya interaksi obat dengan obat yang sifatnya fatal. Atau juga bisa jadi adanya infeksi obat dengan makanan, ini juga sedang kita telisik," jelas Prof Keri.
Lebih lanjut Prof Keri menjelaskan bahwa terjadinya kegagalan organ bahkan bisa disebabkan oleh banyak hal, termasuk interaksi obat. Kondisi gangguan ginjal ini juga menurutnya harus dilihat dari berbagai sisi.
"Terjadi gangguan tersebut ini kondisi awalnya sakit atau tidak, kalau tidak maka kita akan melihat dari makanan. Jadi kami melihat tidak hanya dari sisi farmakologi saja, tetapi dari sisi nonfarmakologisnya, dari sisi nutrisinya, dari sisi hal hal yang bisa memicu," terang Prof Keri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Besaran Pesangon Karyawan PHK dan Pensiun Sesuai UU Cipta Kerja
- Bacaan Niat Puasa Ramadan Dalam Versi Arab dan Latin
- Daftar 6 Bandara yang Beroperasi 24 Jam Selama Mudik Lebaran 2023
- Piala Lomba Dimintai Uang oleh Bea Cukai, Kemenkeu Minta Maaf
- Waspadalah! Ini Jam Rawan Tindak Kejahatan di Bulan Ramadan
Advertisement

Lengkap! Ini Jadwal Imsakiyah dan Buka Puasa Kamis 23 Maret 2023
Advertisement

Pesta Daging Iftar Ramadan di Horison Ultima Riss Malioboro Yogyakarta
Advertisement
Berita Populer
- Jam Kerja ASN Saat Bulan Puasa 2023
- Dibuka Segera, Ini Panduan Mengisi Biodata UTBK SNBT 2023
- Jokowi Perintahkan TNI dan Polri Terus Mengawal Pembangunan di Papua
- Produsen Penerima Subsidi Motor Listrik Kerek Harga, Siap-Siap Kena Sanksi
- Pria Lajang di China Habiskan Rp2,2 Juta per Hari Demi Hindari Teror Nikah
- Menlu Hongaria Sebut Konflik NATO dengan Rusia Bisa Mengarah ke Perang Dunia
- Gegara Istri Bergaya Hidup Mewah, Direktur Penyelidikan KPK Diperiksa Dewas
Advertisement