Advertisement

Zat Pelarut Sudah Lama Ada dalam Obat Sirop, Mengapa Baru Bermasalah Sekarang?

Widya Islamiati
Kamis, 20 Oktober 2022 - 16:47 WIB
Bhekti Suryani
Zat Pelarut Sudah Lama Ada dalam Obat Sirop, Mengapa Baru Bermasalah Sekarang? Juru Bicara Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Profesor Keri Lestari

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA - Kemenkes sebelumnya melarang penggunaan dan penjualan obat sediaan cair atau sirop demi mencegah peningkatan kasus gangguan ginjal misterius.

Terbaru, Kemenkes telah mendeteksi 3 zat berbahaya pada balita pasien gangguan ginjal misterius ini. 

Advertisement

Tiga zat berbahaya ini, seperti disebutkan sebelumnya diantaranya adalah ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, serta ethylene glycol butyl ether-EGBE. Ketiga zat ini merupakan senyawa yang digunakan sebagai pelarut.

Juru Bicara Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Profesor Keri Lestari mengatakan, ketiga zat berbahaya ini bukan bagian dari bahan baku obat, melainkan kontaminan. 

"Ketiga zat itu bukan zat untuk bahan baku obat, tapi itu bisa terjadi karena adanya kontaminan, dan keberadaan kontaminan ini ditoleransi sampai batas tertentu," kata Prof Keri kepada Bisnis-jaringan Harianjogja.com pada Kamis (20/10/2022).

Lalu, mengapa penyakit akibat zat ini baru terjadi sekarang?

Ketiga zat berbahaya ini merupakan pelarut dan kontaminan, yang bisa saja terkandung dalam produk obat sediaan cair sejak zaman dulu. Lalu, mengapa penyakit yanh diduga akibat tiga zat ini baru merebak sekarang? 

BACA JUGA: Apotek di DIY Kebingungan Jual Obat Sirop

Saat ditanyai mengenai hal ini, Prof Keri menyebut pertanyaan ini harus diteliti. Karena menurutnya banyak generasi sudah mengonsumsi obat sirop ini semasa kecil.  

"Ini yang mesti kita teliti, kok bahan bahan ini kan dari dulu [digunakan] saya juga waktu kecil pakai itu, ga papa yah sampai sekarang," tuturnya. 

Kemudian, Prof Keri memaparkan bahwa apoteker melihat gangguan ginjal akut progresif atipikal ini tidak hanya disebabkan oleh satu obat saja. Namun, beberapa pihak terkait hingga saat ini masih terus melakukan penyelidikan.

"Bisa jadi karena juga disebabkan oleh adanya interaksi obat dengan obat yang sifatnya fatal. Atau juga bisa jadi adanya infeksi obat dengan makanan, ini juga sedang kita telisik," jelas Prof Keri.

Lebih lanjut Prof Keri menjelaskan bahwa terjadinya kegagalan organ bahkan bisa disebabkan oleh banyak hal, termasuk interaksi obat. Kondisi gangguan ginjal ini juga menurutnya harus dilihat dari berbagai sisi. 

"Terjadi gangguan tersebut ini kondisi awalnya sakit atau tidak, kalau tidak maka kita akan melihat dari makanan. Jadi kami melihat tidak hanya dari sisi farmakologi saja, tetapi dari sisi nonfarmakologisnya, dari sisi nutrisinya, dari sisi hal hal yang bisa memicu," terang Prof Keri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

LKPJ Gubernur DIY 2023, DPRD Beri Catatan soal Penurunan Kemiskinan Belum Capai Target

Jogja
| Jum'at, 29 Maret 2024, 13:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement