Advertisement

Jelajah Kuliner: Mangut Ikan Beong, dari Masakan Bangsawan Sampai Jadi Ikon Magelang

Sirojul Khafid
Senin, 10 Oktober 2022 - 07:27 WIB
Sirojul Khafid
Jelajah Kuliner: Mangut Ikan Beong, dari Masakan Bangsawan Sampai Jadi Ikon Magelang Suasana di Bukit Menoreh Resto & Coffee, Salaman, Magelang, Jumat (23/9/2022). - Harian Jogja/Sirojul Khafid

Advertisement

Perkemangan zaman memiliki dampaknya tersendiri pada kuliner. Makanan yang dahulu hanya untuk kalangan bangsawan kerajaan, kini bisa dinikmati masyarakat umum. Konon, salah satu makanan yang dahulu hanya beredar di kalangan bangsawan adalah ikan beong.

Ikan beong merupakan penyebutan ikan di Magelang yang masuk dalam genus Hemibagrus, famili Bagridae. Di beberapa tempat, nama ikan yang tergolong ikan liar dan langka ini berbeda-beda.

Advertisement

Owner Bukit Menoreh Resto & Coffee, Sutikno Setiadi, memulai usaha masakan mangut ikan beong sejak 2017. Pasokan ikannya berasal dari para pemancing yang menangkap beong di sekitar Sungai Progo. Para nelayan akan meninggalkan beberapa pancing di sore hari. Pancing tersebut akan ditinggal sampai esok harinya, dengan harapan ada beong yang tersangkut.

Penangkapan tidak bisa menggunakan jaring. “Biasanya ikan beong ini ada di sungai besar berarus deras, mungkin agak susah misal pakai jaring,” kata Sutikno saat ditemui Tim Jelajah Kuliner: Merawat Masakan Warisan Leluhur di Bukit Menoreh Resto & Coffee, Salaman, Magelang, Jumat (23/9/2022). Jelajah Kuliner merupakan persembahan Harian Jogja dengan dukungan Badan Otorita Borobudur dan Alfamart.

Umumnya, ikan beong banyak ditemui saat musim penghujan. Di luar itu, jumlahnya bisa langka. Sehingga salah satu tantangan membuka usaha masakan ikan beong terkait ketersediaan. Sutikno menjalin relasi dengan beberapa nelayan. Sehingga usaha ini secara langsung ataupun tidak menjadi pendorong ekonomi nelayan.

Agar pasokan ikan beong bisa konsisten, Sutikno menyimpan daging ikan ini di freezer. Sebelum dimasukkan, jeroan ikan dibuang terlebih dahulu. Ikan perlu dipastikan dalam kondisi bersih.

“Keberadaaan ikan beong harus ada terus gimana pun caranya. Tapi pengusaha kuliner tidak boleh egois, harus tetap saling menguntungkan dengan nelayan,” kata pria yang kini berusia 60 tahun asal Jakarta ini.

Mengolah mangut ikan beong

Meski berasal dari Jakarta, Sutikno sudah sangat mengenal Magelang lantaran istrinya berasal dari wilayah ini. Resep ikan beong yang dipadukan dengan bumbu mangut juga berasal dari warisan keluar istri Sutikno, Retno Ningsih.

Dari sisi bahan, untuk memasak mangut beong perlu cabai rawit, daun salam, jahe, daun jeruk, sereh, dan kunir. Semua bahan tersebut dihaluskan dengan cara ditumbuk. Kemudian dicampur dengan mrica, garam, dan gula jawa.

“Mangut beong di sini tanpa MSG, sebagai gantinya menggunakan sari ayam. Bumbu dimasak, dimasukin, campur santan,” kata Retno yang asli Magelang dan kini berusia 62 tahun. “Kuah kami bagi dua. Satu untuk merendam ikan saat dimasak. Kuah ini tidak untuk disajikan pada pelanggan. Ada kuah khusus untuk disajikan.”

Waktu memasak mangut ikan beong sekitar 30 menit. Ukuran beong menjadi penentu harganya. Harganya antara Rp50.000 sampai Rp300.000. Mengut ikan beong seharga Rp300.000 bisa untuk sekitar tujuh orang. Meski tidak jarang juga mangut tersebut hanya dimakan satu orang.

“Ada pelanggan yang misal ukuran segitu enggak untuk satu orang, enggak nendang katanya,” kata Retno.

Ikan mangut beong terbesar yang pernah Retno masak seberat 2,5 kilogram. Di hari-hari kerja, antara Senin sampai Jumat, Retno bisa memasak rata-rata 30 ekor untuk pelanggan. Untuk akhir pekan atau musim liburan, satu rombongan bisa menghabiskan 100 ekor ikan beong. Belum misal ada rombongan lainnya.

Meninggalkan jejak kebaikan

Mangut ikan beong merupakan usaha kuliner petama Sutikno. Sebelumnya dia belum pernah bergelut di bidang ini. Menjual mangut ikan beong, selain menguatkan makanan ini sebagai ke-khas-an Magelang, namun juga sebagai cara melestarikan resep warisan leluhur.

Resep ini Sutikno dan Retno dapatkan dari orangtua dan kakek-nenek mereka. Saat ini menjadi tugas mereka untuk melanjutkan pada anak cucu. “Berharap nanti saat saya sudah enggak ada, saya meninggalkan jejak kebaikan,” katanya.

Meski tentunya ini bukan hal mudah. Selain mencoba konsisten dan mengurus hal-hal internal lainnya, adanya ikan beong palsu juga menjadi tantangan tersendiri. Beberapa kali ada isu penjualan mangut beong palsu di Magelang. Ada yang menjual nama ikan beong, tapi ternyata bahannya bukan dari ikan beong.

Menurut Sutikno, hal ini justru bisa merugikan Magelang. “Berharap kita di dunia usaha itu jujur. Karena keberadaan kita ada di Magelang membawa citra wibawanya sendiri dari Magelang sebagai objek wisata,” kata Sutikno.

Sehingga perlu kerja sama berbagai pihak, mulai dari masyarakat, pengusaha, sampai pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Ini Rekayasa Lalu Lintas yang Disiapkan Polres Bantul Untuk Atasi Kemacetan saat Libur Lebaran

Bantul
| Jum'at, 29 Maret 2024, 19:17 WIB

Advertisement

alt

Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII

Wisata
| Senin, 25 Maret 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement