Advertisement
Pakar: Urgensi Sosialisasi Wacana Pelabelan BPA Patut Dipertanyakan
Galon air - Ist
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA- Balai Besar POM mulai menggelar sosialisasi aturan pelabelan Bisfenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan (AMDK) kepada masyarakat. Kegiatan yang digelar dalam bentuk sarasehan tersebut dipertanyakan banyak pihak.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang juga pakar hukum persaingan usaha Prof. Ningrum Natasya Sirait mempertanyakan urgensi dari sosialisasi tersebut. Menurutnya aturan pemerintah saat ini sudah cukup melindungi dan tidak diskriminatif terhadap satu jenis kemasan.
"Apa urgensinya acara ini, itu perlu dipertanyakan. Prioritas atau tidak sekarang kebijakan seperti itu dilakukan dalam situasi di mana banyak perusahaan yang lagi terpuruk akibat masa-masa pandemi Covid-19 lalu," katanya melalui rilis yang diterima Harian Jogja, Jumat (30/9/2022).
Advertisement
Menurutnya, banyak bisnis babak belur akibat pandemi Covid-19. Dalam kondisi seperti saat ini, katanya, seharusnya BPOM tidak membuat kebijakan yang mengakibatkan extra cost lagi. Sebab hal itu akan menjadi artificial barrier kalau wajib aturan ini dilaksanakan. Dia meminta BPOM tidak hanya membuat kebijakan dengan melihat sisi kesehatan saja, tetapi harus juga memperhatikan dampaknya terhadap potensi terjadinya persaingan usaha.
"Kebijakan BPOM itu harus merujuk kepada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 yang sudah diubah ke UU Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," katanya.
Artinya, lanjut Ningrum dalam merevisi atau membuat sebuah kebijakannya, BPOM berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik. Meliputi kejelasan tujuan, kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan, dapat dilaksanakan serta memiliki kedayagunaan dan kehasilgunaan, kejelasan rumusan, dan keterbukaan.
“Jadi, membuat peraturan itu nggak bisa sembarangan. Ada naskah akademiknya, ada penelitiannya, dengar pendapatnya, tidak gampang lah pokoknya,” tukas Ningrum.
Sebelumnya, Komisioner KPPU, Chandra Setiawan melihat polemik kontaminasi BPA yang berujung pada upaya pelabelan produk air galon guna ulang ini berpotensi mengandung diskriminasi yang dilarang UU No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Hal itu disebabkan 99,9 persen industri ini menggunakan galon tersebut, dan hanya satu yang menggunakan galon sekali pakai,” katanya.
Dia menegaskan kalau pelabelan “berpotensi mengandung BPA” itu didasarkan pada keresahan terkait kontaminasi zat kimia berbahaya, selayaknya seluruh produk dikenakan perlakuan serupa. "Apalagi, itu harus ada penelitian dan juga pembahasan bersama pelaku usaha. Karena ini upaya untuk melindungi semua, bukan sebagian," tegasnya.
Seperti diketahui, Sekteratriat Kabinet telah mengembalikan draf revisi Peraturan BPOM No.31/2018 tentang Label Pangan Olahan yang diajukan BPOM untuk diperbaiki karena dinilai bersifat diskriminatif terhadap satu produk tertentu saja. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Libur Akhir Tahun, Omzet Wingko Ngasem Tembus Rp65 Juta per Hari
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- AI Outlook 2026: Bonus Demografi Jadi Kunci Ekonomi Digital
- Bus Trans Cahya Kecelakaan di Tol Krapyak, Angkutan Nataru
- Jepang Naikkan Biaya Visa dan Pajak Turis untuk Atasi Overtourism
- Dua Jenazah Nelayan Indonesia Hilang di Portugal Ditemukan
- Harga Emas Antam Naik Rp11.000, Kini Rp2.502.000 per Gram
- PSIM Jogja Tantang Persijap Tanpa Suporter, Van Gastel Kecewa
- Ustaz Muhammad Jazir ASP, Ketua Dewan Syuro Jogokariyan Wafat
Advertisement
Advertisement




