Advertisement

Sambut Macan Air dalam Sunyi

Lajeng Padmaratri
Senin, 31 Januari 2022 - 05:37 WIB
Arief Junianto
Sambut Macan Air dalam Sunyi Dekorasi Imlek 2022 di Plaza Ambarrukmo - Ist

Advertisement

Harianjogja.com, JOGJA--Bagi masyarakat Tionghoa, perayaan Tahun Baru Imlek teramat penting. Sayangnya, seperti tahun lalu, perayaan Tahun Baru Macan Air kali ini harus kembali dirayakan dalam kesunyian.

Seperti etnis Tionghoa di berbagai negara lainnya, perayaan Imlek juga dilaksanakan oleh etnis Tionghoa-Indonesia. Biasanya, perayaannya berlangsung selama 15 hari.

Advertisement

Satu hari sebelum atau pada saat hari raya Imlek, bagi warga Indonesia keturunan Tionghoa adalah suatu keharusan untuk melaksanakan pemujaan kepada leluhur. Biasanya, mereka akan memelihara meja abu atau lembar papan kayu bertuliskan nama almarhum leluhur hingga bersembahyang leluhur seperti yang dilakukan pada Hari Ceng Beng atau hari khusus untuk berziarah.

Perayaan ini dimulai pada hari pertama bulan pertama dalam penanggalan Tionghoa dan berakhir pada tanggal ke-15. Rangkaian perayaan ini ditutup dengan tradisi Cap Go Meh.

Tak hanya ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tionghoa, berbagai elemen masyarakat di Indonesia biasanya juga antusias menantikan momen ini. Betapa tidak, setiap Imlek biasanya ada festival budaya Tionghoa yang menampilkan pertunjukan barongsai dan pergelaran kesenian khas Tionghoa. Tak hanya itu, momen ini juga dilengkapi dengan festival kuliner dari China dan akulturasinya.

Di Indonesia, Imlek akan jatuh pada 1 Februari mendatang. Sayangnya, pandemi Covid-19 yang masih berlangsung membuat semarak Imlek tak seleluasa biasanya.

Apalagi di Jogja, perayaan Imlek erat dengan penyelenggaraan festival budaya di Kampung Pecinan Ketandan, Kota Jogja. Biasanya, festival bernama Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) itu akan memiliki rangkaian pentas seni budaya Tionghoa. Selain itu, bazar kuliner khas Tionghoa juga dinantikan oleh warga Jogja.

Hanya memang pandemi membuat festival itu kembali tidak bisa dilaksanakan secara langsung. Sejak 2021, berbagai pentas seni dalam gelaran PBTY dilangsungkan secara virtual.

Kondisi ini sangat disayangkan Wahyu, 25. Meski dia bukan keturunan Tionghoa, menikmati sajian festival budaya Tionghoa di Pecinan Ketandan setiap tahun merupakan momen yang selalu ditunggunya setiap tahun.

Biasanya, dia akan datang ke Ketandan beramai-ramai dengan teman-temannya. Momen pembukaan festival yang menampilkan karnaval di sepanjang Malioboro selalu membuatnya terkesan.

"Momen ini sangat menarik untuk dipotret, jadi biasanya aku sambil bawa kamera. Festival dan berbagai ornamen khas China itu sungguh menarik," ujar Wahyu kepada Harianjogja.com, Selasa (25/1/2022).

Apalagi, dia mengungkapkan bahwa akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa di festival ini sungguh terasa. "Dari jajanan yang dijual, itu enggak cuma khas China, tapi juga ada jajanan tradisional Jogja," ujarnya.

Jika tahun ini PBTY tak bisa dinikmati langsung lagi, dia pun menyayangkannya lantaran tahun lalu gelaran itu sudah dilakukan virtual. Namun, dia mencoba memahami bahwa situasi pandemi masih belum begitu terkendali terlebih hadirnya Covid-19 varian baru di Jogja.

"Udah lama banget enggak datang ke acara budaya, terus tahun ini PBTY juga masih belum bisa kayak biasanya. Sebenernya sedih, tapi mau bagaimana lagi. Semoga tahun depan situasi sudah normal jadi bisa biasa lagi," katanya.

Senada, Tyas, 24, juga mengungkapkan rasa kecewanya lantaran festival budaya Tionghoa itu masih belum bisa diselenggarakan secara langsung. Dia sudah merindukan festival ini lantaran sudah dua tahun lamanya ia tak datang ke karnaval dan festival budaya apapun.

Meski tak begitu memahami soal kebudayaan Tionghoa, tetapi Tyas mengaku senang membaur dalam keramaian saat festival itu. Apalagi, jika datang beramai-ramai dengan teman-temannya dan membeli berbagai jajanan yang ditawarkan.

"Sebenarnya aku enggak begitu paham soal budayanya, tapi senang saja karena kayak datang ke pasar malam. Jajan barang sama teman-teman, merasakan sukacita yang orang-orang Tionghoa rasakan itu aku jadi ikut antusias," kata dia.

Merantau

Kerinduan untuk hadir ke PBTY juga dirasakan oleh Lusi Elpina, Amoi Hakka Jogja 2020. Sebagai keturunan Tionghoa, dia tentu saja menantikan pesta budaya di Ketandan itu dilaksanakan secara luring. Sebab, dengan begitu ia bisa menikmati kemeriahan Imlek di perantauan.

Kesedihan pun dirasakan gadis asal Jambi ini yang pada Imlek kali ini lagi-lagi belum bisa berkumpul bersama keluarga dan kerabatnya. Selama dua tahun ini, Imlek masih akan dirayakan secara virtual.

Meski begitu, Lusi menganggap bahwa makna Imlek tak berubah. Sebab, menurutnya, adaptasi di tengah pandemi ini menjadi cara yang bijak bagi siapapun yang merayakan Imlek.

"Apapun kondisinya, Imlek tetaplah sama yaitu menghadirkan keharmonisan, rasa syukur, cinta kasih, dan kebahagiaan. Namun, pandemi ini memang ritualnya sedikit berbeda. Biasanya kerabat berkunjung ke rumah-rumah, sekarang bertemu via virtual dan angpau dikirim via transfer saja," ucap Lusi.

Bersama Duta Ako Amoi Hakka Jogja, dia juga akan berpartisipasi dalam PBTY yang diselenggarakan virtual nanti. "Harapannya semoga Imlek tahun ini membawa berkah dan sukacita bagi banyak orang, dan semoga pandemi segera berlalu," ujarnya.

Tak Berubah

Meski PBTY tak bisa berlangsung semeriah biasanya, tetapi pada akhirnya masyarakat keturunan Tionghoa di Jogja tetap memaknai Imlek dengan cara yang sama. Walau masih dengan jaga jarak dan tak bisa berkumpul dalam jumlah banyak, namun rasa syukur atas pergantian tahun ini tetap bisa dipanjatkan.

Tokoh Tionghoa Jogja, Jimmy Susanto menuturkan pandemi memang membuat masyarakat Tionghoa harus pandai beradaptasi sekaligus mengikuti saran pemerintah untuk menerapkan protokol kesehatan selama perayaan Imlek.

"Tapi sebetulnya artinya [arti Imlek] tidak berubah, cuma terbentur situasi pandemi harus taat prokes [protokol kesehatan]. Hanya saja sekarang kita tidak bisa lagi ramai-ramai," tuturnya.

Jimmy menuturkan Imlek merupakan hari raya tradisi di mana Tiongkok sebagai negara agraria menyongsong datangnya musim tanam. Pada tanggal satu bulan satu kalender Imlek berarti musim semi datang dan orang bisa mulai bercocok tanam.

"Demikian kalender Imlek disesuaikan dengan kebutuhan nyata agraria. Makanya tiap Imlek pasti ada hujan, itu perhitungan nenek moyang Tionghoa," ucap Ketua I Jogja Chinese Art Culture Centre (JCACC) ini.

Namun, pada perkembangannya, Tahun Baru Imlek dirayakan dengan mengedepankan aspek sosial. Momen ini digunakan oleh warga Tionghoa untuk berkumpul bersama keluarga. Jimmy menjelaskan, anggota keluarga yang bekerja, menuntut ilmu, dan berkegiatan di tempat lain diharapkan bisa pulang ke rumah.

"Jadi momen Imlek itu untuk berkumpul dengan keluarga setahun sekali, sudah seperti Lebaran kalau di Jawa," kata dia.

Adanya pandemi Covid-19 diakui Jimmy mengganggu fungsi sosial dari perayaan Imlek. Namun, menurutnya, di antara sesama warga Tionghoa telah bersepakat untuk tidak mengunjungi dan tidak dikunjungi selama Imlek untuk keperluan silaturahmi sesuai anjuran pemerintah dalam mencegah penyebaran virus.

"Tetapi ini sudah mulai berangsur-angsur manusia menguasai cara mencegah pandemi. Akhir-akhir ini sudah longgar, penderitanya sudah mulai berkurang. Di dalam kewaspadaan tinggi, namun kegiatan sudah mulai banyak," ucap dia.

Tahun ini, JCACC kembali menyelenggarakan PBTY ke-17 meski masih terbatas. Agenda ini akan dilaksanakan di Rumah Budaya di Jalan Ketandan Selatan No.9 pada 11-15 Februari mendatang.

"Tapi enggak ada bazar kuliner seperti PBTY yang lalu-lalu. Kita dibatasi dengan pentas seni terbatas di gedung budaya itu," kata dia.

Jimmy berharap Imlek ini bisa dimaknai oleh sesama warga Tionghoa untuk selalu berusaha dan bersyukur. Terlebih, berkaitan dengan situasi pandemi ini. Ia pun optimistis situasi akan segera membaik.

"Sementara ini kami realistis dulu untuk keamanan. Yang penting sehat dulu, karena yang lain-lainnya bisa dilakukan dalam kondisi sehat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Alert! Stok Darah di DIY Menipis, PMI Dorong Instansi Gelar Donor Darah

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement