Advertisement

Tarif JKN Tak Kunjung Naik Selama 8 Tahun, Rumah Sakit Swasta Siap Gugat Kemenkes

Nyoman Ary Wahyudi
Selasa, 04 Januari 2022 - 08:37 WIB
Budi Cahyana
Tarif JKN Tak Kunjung Naik Selama 8 Tahun, Rumah Sakit Swasta Siap Gugat Kemenkes Petugas menjelaskan kepada peserta tentang fitur-fitur yang ada di aplikasi Mobile JKN di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/8/2020). - JIBI/Bisnis.com/Rachman

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA – Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) siap melayangkan gugatan hukum kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) karena tarif layanan Indonesia Case Based Groups (INA CBGs) tidak kunjung naik selama delapan tahun terakhir. Rencananya, gugatan itu bakal disampaikan pada awal Februari tahun ini.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) ARSSI Ichsan Hanafi mengatakan, gugatan itu merupakan buntut dari kekecewaan fasilitas layanan kesehatan (Faskes) terhadap sikap Kemenkes yang tidak kunjung menaikan tarif INA CBGs sejak 2014.

Advertisement

Tarif INA CBGs adalah rata-rata biaya yang dihabiskan untuk suatu kelompok diagnosis, kapitasi, hingga iuran BPJS Kesehatan yang tidak pernah mengalami kenaikan sejak 2014.

Ichsan menerangkan, biaya pokok produksi seperti gaji sumber daya manusia (SDM), logistic, hingga layanan medis umum mengalami peningkatan setiap tahunnya.

“Untuk poin-poin gugatan sudah ada, tunggu dulu ya, rencananya akan dilayangkan mudah-mudahan awal Februari ini,” kata Ichsan melalui sambungan telepon, Senin (3/1/2022).

Ichsan menuturkan, asosiasinya sudah berulang kali meminta Kemenkes untuk melakukan penyesuaian tarif INA CBGs. Hanya saja, dia mengatakan, permintaan itu belum mendapat tanggapan dari Kemenkes.

“Sebetulnya tarifnya itu di Undang-Undang [Sistem Jaminan Sosial Nasional] setiap dua tahun sekali mesti ditinjau, penyesuaian lah ya, harus ada kenaikan itu yang kurang ditepati,” kata dia.

Saat ini, dia mengatakan, asosiasinya tengah berkonsultasi dengan penasihat hukum untuk meminta masukan ihwal jalur hukum yang dapat ditempuh untuk melayangkan gugatan itu.

Berdasarkan Buku Statistik JKN 2015–2019, rerata biaya satuan klaim per kunjungan pada kategori Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) tidak mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya.

Misalkan pada 2015 rerata biaya satuan klaim pada kelas 1, 2, dan 3 sebesar Rp287.623. Pada 2016 rerata biaya satuan klaim sebesar Rp286.121.

Selanjutnya pada 2017 biaya satuan klaim tercatat sebesar Rp296.777, sedangkan di 2018 sebesar Rp299.057. Belakangan, rerata biaya klaim pada 2019 mencapai Rp304.261.

Tren yang sama juga terlihat dari distribusi rerata biaya satuan klaim per admisi rawat inap tingkat lanjut (RITL) menurut hak kelas perawatan selama 8 tahun.

Rerata biaya satuan klaim seluruh kelas sebesar Rp4,71 juta pada tahun 2015. Selanjutnya rerata itu mengalami penurunan menjadi Rp4,56 juta pada tahun 2016.

Di sisi lain, rerata itu kembali mengalami kenaikan pada 2017 menjadi Rp4,8 juta dan pada 2018 mencapai Rp4,74 juta. Rerata biaya satuan klaim itu menjadi Rp4,68 juta pada 2019.

Seperti diberitakan sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional atau DJSN tengah mengakomodasi permintaan asosiasi rumah sakit untuk menyesuaikan kembali tarif pembayaran klaim peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Komitmen itu disampaikan menyusul rencana standardisasi kelas rawat inap bagi peserta BPJS Kesehatan secara bertahap tahun depan.

DJSN beralasan tarif pembayaran klaim pada rumah sakit dan kapitasi fasilitas kesehatan tingkat pertama atau FKTP relatif rendah setiap tahunnya.

“Tarif rumah sakit dan kapitasi fasilitas kesehatan tingkat pertama sudah tidak layak, memang sudah banyak yang kelihatan dalam pantauan kami,” kata anggota DJSN Asih Eka Putri melalui sambungan telepon, Minggu (12/12/2021).

Asih mengatakan, DJSN belum sampai pada kesepakatan akhir ihwal besaran tarif yang bakal disesuaikan terkait dengan langkah penyesuaian indeks pembayaran klaim peserta BPJS Kesehatan kepada rumah sakit.

Dia berdalih, dewan jaminan sosial itu masih pada pemodelan untuk menetapkan besaran tarif yang disesuaikan dengan manfaat, kelas rawat inap standar, hingga besaran iuran.

“Tarif itu terakhir ya setelah kami rampung dengan manfaat yang disepakati, kelas rawat inap dengan indikator yang disepakati, besaran iuran kemudian tarif yang nanti jadi dasar negosiasi antara rumah sakit dan BPJS Kesehatan,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Advertisement

alt

Alert! Stok Darah di DIY Menipis, PMI Dorong Instansi Gelar Donor Darah

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Kota Isfahan Bukan Hanya Pusat Nuklir Iran tetapi juga Situs Warisan Budaya Dunia

Wisata
| Jum'at, 19 April 2024, 20:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement