Advertisement
Pengusaha Minta Dilibatkan dalam Penentuan Harga Tes PCR
Seorang warga mengikuti tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) secara Drive Thru di Terminal 3, Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (26/10/2021). /Antara Foto-Muhammad Iqbal - wsj.\\r\\n
Advertisement
Harianjogja.com,JAKARTA - Pelaku usaha di bidang kesehatan meminta pemerintah melibatkan mereka dalam penentuan harga tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR). Hal ini penting demi keberlangsungan layanan kesehatan tersebut di saat pandemi Covid-19.
“Kami berharap pemerintah membantu kami, agar kami juga bisa membantu pemerintah dalam menangangi pandemi Covid-19, sehingga kita sama-sama bisa membantu masyarakat,” kata Wakil Komite Tetap Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Randy H Teguh.
Advertisement
Hal itu disampaikan Randy dalam diskusi online bertajuk Mafia vs Pelaku Usaha Profesional di Tengah Polemik Kebijakan PCR’ yang diselenggarakan Kadin Indonesia, Jumat (12/11/2021) malam.
Hadir dalam diskusi Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kesehatan, Charles Honoris dan Wakil Ketua DPR Emanuel Melkiades Laka Lena, pengusaha laboratorium Dyah Anggraeni.
Randy mengatakan, harga eceran tertinggi (HET) tes PCR terakhir yang ditetapkan pemerintah yakni Rp275.000 (Jawa-Bali) dan Rp300.000 (luar Jawa-Bali) cukup memberatkan pelaku usaha kesehatan.
“Rumah sakit, klinik dan lab itu istilahnya kepepet. Jika mereka tidak melakukan layanan, mereka akan ditutup, tapi kalau mereka melakukan ya buntung,” kata Randy yang merupakan Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) Indonesia.
Sementara itu, Dyah memaparkan, berdasarkan simulasi yang dilakukan pihaknya dengan harga reagen open system Rp 96.000, harga PCR seharusnya di atas Rp 300.000. Namun, kata Dyah, pihaknya tetap melakukan layanan tes PCR dengan sejumlah efisiensi dan sistem subsidi silang dari layanan tes yang lain.
“Efisiensi kita lakukan dimana-mana, untuk SDM yang paling bisa dikurangi itu swaber, tapi yang ada di lab itu tetap,” kata Dyah, CEO Cito Clinical Laboratory.
Melkiades mengatakan, pemerintah perlu mensubsidi biaya tes PCR, khususnya di daerah-daerah yang layanan tes PCR-nya masih terbatas namun potensi penularannya tinggi. Menurutnya, biaya subsidi bisa diambil dari anggaran Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN)
“Kalau di bidang penerbangan saja, pemerintah masih mensubsidi sejumlah maskapai agar penerbangan bisa masuk ke suatu daerah demi keadilan akses, seharusnya tes PCR juga begitu,” katanya.
Menurutnya, subsidi merupakan wujud kehadiran negara untuk memastikan keadilan bagi warga di seluruh pelosok Tanah Air untuk menjangkau harga tes PCR. Selain itu demi membantu keberlangsungan usaha di bidang layanan kesehatan.
“Jangan sampai orang takut berusaha di bidang kesehatan,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Trump Pertimbangkan Jual Jet Tempur F-35 ke Turki, Israel Waspada
- Trump Klaim 95 Persen Rencana Damai Rusia-Ukraina Telah Disepakati
- 46.207 Penumpang Tinggalkan Jakarta dengan Kereta Api Hari Ini
- Ratusan Warga Terdampak Banjir Bandang Kalimantan Selatan
- Kunjungan ke IKN Tembus 36.700 Orang saat Libur Natal 2025
Advertisement
Advertisement
Musim Liburan, Wisata Jip Merapi Diserbu hingga 20 Ribu Orang
Advertisement
Berita Populer
- Terminal Semin Disiapkan Jadi Rest Area Wisata Pintu Utara Gunungkidul
- Empat Korban Kebakaran Panti Wreda Manado Teridentifikasi
- Mentan Temukan MinyaKita Dijual di Atas HET
- Polda Jatim Tangkap Tersangka Pengusiran Nenek Elina
- Libur Nataru, Timbulan Sampah di DIY Naik 150 Ton
- Sepanjang 2025, IHSG Pecahkan Rekor Tertinggi 24 Kali
- Gelombang Tinggi, Pelayaran Labuan Bajo Dihentikan
Advertisement
Advertisement




