Advertisement
Hakim MK Sebut Pemilu di Indonesia Rumit karena Hal Ini

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Anggota majelis hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) Saldi Isra mengatakan bahwa pemilu di Indonesia rumit karena melibatkan terlalu banyak pihak di dalam prosesnya.
"Pemilu kita yang ruwet dan rumit itu terlalu banyak pihak yang terlibat di dalamnya. Ada yang menyelesaikan tahapan administrasi, etik, hingga sengketa hasil," kata Saldi Isra dalam Sidang Perkara Nomor 32/PUU-XIX/2021 yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI, Selasa (5/10/2021).
Advertisement
Pernyataan tersebut menanggapi keterangan kuasa hukum Presiden, Wahyu Chandra Purwo Negoro, yang memaparkan desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang melibatkan KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berperan sebagai pelaksana dan pengendali penyelenggaraan pemilu.
Lembaga ini akan diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan pemilu.
Sementara itu, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan mengawasi sikap dan perilaku anggota KPU dan anggota Bawaslu dalam penyelenggaraan pemilu.
Dalam pelaksanaannya, DKPP membentuk Majelis Kehormatan DKPP untuk mengawasi penerapan kode etik internal anggota DKPP sehingga menjamin integritas dan kemandirian masing-masing individu lembaga DKPP.
"KPU, Bawaslu, dan DKPP 'kan lahir dari pemaknaan atau tafsir konstitusi yang ada dalam Pasal 22E (ayat 5 UUD NRI Tahun 1945, red.). Sudah ada atau enggak diskusi yang mendalam di internal pemerintah, tentang bagaimana sih desain sistem kepemiluan kita dan desain penyelenggaraan ini ke depan?" ucap Saldi.
BACA JUGA: Anak Disabilitas di Sleman Disiksa & Diborgol di Depan Tiang Tiap Malam
Keberadaan lembaga-lembaga tersebut, menurut Saldi, merupakan akibat dari Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang mengatakan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Ketiadaan huruf kapital dalam frasa komisi pemilihan umum menjadikan frasa tersebut ditafsirkan oleh pembuat aturan sebagai fungsi, bukan institusi.
Hasil dari tafsir pasal tersebut yang kemudian mengakibatkan kehadiran lembaga-lembaga pemilihan umum.
"Pemerintah harus berdiskusi terkait ini. Soal pemilu dan penyelenggara pemilu itu tidak terhindarkan tingkat urgensinya. Mestinya, sudah ada diskusi-diskusi yang kayak begini di Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri, red.)," kata Saldi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Israel Kembali Bangun Permukiman Ilegal di Tepi Barat, Sebanayk 2.339 Unit
- Polisi Tangkap Sejumlah Orang Mengaku Wartawan yang Memeras Warga
- Kemenag Imbau Masyarakat Cek Arah Kiblat Secara Mandiri pada 15-16 Juli 2025
- Selama 2024 LPSK Menerima 10.217 Pemohon Saksi dan Korban Pidana
- Hasil Pemeriksaan Kecelakaan Pesawat Udara Air India, Kedua Mesin Mati di Udara Setelah Lepas Landas
Advertisement

Wakil Bupati Bantul Apresiasi Turnamen Liga Nyeker Mandingan, Isi Liburan Sekolah
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- Satgas Pangan Polri Tindaklanjuti Laporan Dugaan 212 Produsen Beras Nakal, Empat Orang Diperiksa
- Pentagon Akui Rudal Iran Menghantam Pangkalan Udara Al Udeid milik AS di Qatar
- Wacana Pemberangkatan Jemaah Haji Menggunakan Kapal Laut Ditolak BP Haji
- Penerima Bansos Bermain Judol, Cak Imin Tegaskan Akan Ada Sanksi Tegas
- Kecelakaan KMP Tunu Pratama, Nelayan Temukan Satu Jenazah Diduga Penumpang
- Selama 2024 LPSK Menerima 10.217 Pemohon Saksi dan Korban Pidana
- Tim SAR Temukan Bangkai Kapal Tunu dalam Posisi Terbalik di Dasar Laut Selat Bali
Advertisement
Advertisement