Advertisement
Harga Kedelai Tembus Rp11.000, 40% Perajin Tahu Tempe di Jateng Kolaps

Advertisement
Harianjogja.com, SEMARANG—Pusat Koperasi Produsen Tahu-Tempe (Puskopti) menyebut hampir 40% perajin tahu tempe di Jawa Tengah (Jateng) mengalami kolaps akibat tingginya harga kedelai.
Hal itu diungkapkan Ketua Puskopti Jateng, Sutrisno Supriantoro, Rabu (2/6/2017).
Advertisement
BACA JUGA: Kisah Sulastri, Bakul Soto yang 6 Kali Kemalingan tapi Tak Pernah Lapor Polisi
"Perajin tahu tempe di Jateng saat ini menjerit karena tingginya harga kedelai. Bahkan banyak yang kolaps. Hampir 40 persen anggota kami mengalaminya. Padahal total anggota kita itu mencapai 10.000 perajin dan tersebar di 35 kabupaten/kota di Jateng," ujar Sutrisno.
Sutrisno mengatakan harga kedelai eceran di pasaran saat ini memang tidak wajar. Harga kedelai saat ini mencapai Rp10.600-Rp11.000 per kilogram (kg). Padahal, menurut Sutrisno, sebelum Lebaran harga kedelai masih berkisar Rp7.000 per kg.
"Kalau saya lihat ini bukan lagi kenaikan harga, tapi perubahan harga. Dari perajin sudah berusaha mengakali dengan membuat kemasan tahu tempe lebih kecil. Tapi, kalau harganya enggak turun-turun juga sulit. Makanya banyak yang menghentikan produksi," tutur Sutrisno.
Sutrisno pun berharap pemerintah segera memberikan solusi untuk mengatasi tingginya harga kedelai eceran tersebut. Salah satunya dengan menggelar operasi pasar secara rutin.
Sutrisno mengaku Puskopti Jateng sudah menyurati Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Gabungan Koperasi Perajin Tahu Tempe Indonesia (Gapokti).
Dalam surat itu, Puskopti Jateng minta agar pemerintah segera menggelar operasi pasar secara rutin.
Hal itu dirasa cukup efektif membuat harga di pasar stabil seperti saat bulan puasa beberapa waktu lalu.
"Kami sudah surati Kemendag melalui Gapokti agar segera dilakukan operasi pasar. Kalau bisa ya harga dalam operasi pasar itu lebih murah. Itu kan bisa jadi subsidi juga bagi perajin," tutur Sutrisno.
Sementara itu, seorang perajin tempe di Medoho, Gayamsari, Kota Semarang, Slamet, berharap pemerintah memberikan subsidi kepada perajin tahu tempe menyusul tingginya harga kedelai.
Menurutnya, harga kedelai saat ini sudah tidak wajar dan paling tinggi selama dirinya berkecimpung dalam usaha pembuatan tempe sejak 1985.
"Dulu waktu zaman pak SBY [Presiden Susilo Bambang Yudhoyono] harga paling tinggi Rp8.000 per kg. Itu saja kami dapat subsidi. Tapi, sekarang malah tembus Rp11.000 kami enggak dapat apa-apa [subsidi]," tutur Slamet saat dijumpai wartawan di rumahnya.
Slamet pun mengaku agar usahanya tetap bertahan dirinya mengubah kemasan tempe menjadi lebih kecil.
"Saya enggak naikin harga, tapi cuma mengubah kemasan jadi lebih kecil. Itu saja omzet masih turun drastis," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Solopos
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kemenag Menggelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad di Masjid Istiqlal
- Setelah Dijarah, Warga Kembalikan Kasur Milik Uya Kuya
- Ahmad Sahroni Diganti Rusdi Masse Mappasessu, Berikut Profilnya
- Gempa Parigi Moutong M4,7 Terasa Hingga Palu Tak Berpotensi Tsunami
- Pria Ini Dipukuli Penonton Karena Nekat Masturbasi di Konser Korn
Advertisement

Deflasi Jogja Lebih Dalam Daripada Jateng, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Penemuan Lima Jenazah dalam Satu Liang di Indramayu, Ini Tuntutan Keluarga
- Prabowo Minta Transparan, Live Streaming Sidang Etik Brimob Di-Mute dan Dihapus
- Kesaksian Warga hingga Kronologi Penemuan Lima Jenazah di Indramayu
- Usut Pembakaran Gedung, Polisi Minta Keterangan Ketua DPRD NTB
- Temuan 5 Jenazah Satu Liang di Indramayu Diduga Korban Pembunuhan
- KPK Akan Panggil Anak Wamen Noel Terkait Pemerasan K3
- Penjelasan Pakar Terkait Penyebab Kerusuhan di Sejumlah Kota
Advertisement
Advertisement