Advertisement
Wacana Menaikkan PPN Tuai Kritik

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) diketahui baru menjadi pembahasan internal Kementerian Keuangan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan meminta penjelasan lebih dalam terkait usulan tersebut.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan hal ini menandakan masih kurangnya koordinasi antarlembaga. Menurutnya, kenaikan PPN seharusnya perlu konsultasi dan kajian lebih mendalam terkait dampaknya terhadap pemulihan ekonomi.
Advertisement
BACA : Rumah Rp2 Miliar Tanpa PPN, Menperin: Ini Kesempatan
Dengan kondisi ekonomi yang mulai membaik, apabila kebijakan yang dikeluarkan kontradiksi dengan penguatan daya beli, akan membuat daya beli kembali turun. Ujungnya pemulihan kembali sulit tercapai.
“Jadi harus ekstra hati-hati. Koordinasi antarkementerian/lembaga bahkan pemerintah daerah penting karena kebijakan PPN bersifat holistik ke semua jenis barang di Indonesia,” katanya, Senin (17/5/2021).
Bhima menjelaskan bahwa melihat kondisi saat ini, tidak tepat pemerintah menaikkan PPN. Menurutnya, masih banyak jalan lain tanpa mengganggu daya beli masyarakat, namun, diperlukan komitmen dan keinginan pemerintah.
Dia mencontohkan pemerintah dapat memajaki aset orang kaya lebih tinggi seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat di era Presiden Joe Biden. Saat ini, arah kebijakan perpajakan global adalah menurunkan ketimpangan sekaligus meningkatkan rasio pajak.
Dalam konteks Indonesia, terang Bhima, kontribusi pajak orang kaya di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data Forbes yang merilis 50 orang paling kaya di Tanah Air pada 2019, total harta diestimasi mencapai Rp1.884,4 triliun.
BACA JUGA : PPN: Industri Ayam Broiler Tak Sehat
Sementara itu, realisasi pajak penghasilan (PPh) 21 per November 2019 mencapai Rp133,1 triliun yang mencakup seluruh masyarakat dari beragam kelas pendapatan. Rata-rata kontribusi orang kaya terhadap total penerimaan pajak sebesar 0,8 persen atau Rp1,6 triliun.
Strategi lain yang bisa dilakukan yaitu mengevaluasi semua insentif perpajakan seperti penurunan tarif PPh Badan untuk korporasi yang dianggap menggerus rasio pajak. Kemudian terhadap pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk mobil sampai 2.500 cc.
Stimulus tersebut tentu salah alamat. Padahal, PPnBM hadir untuk mengendalikan barang mewah. Kebijakan tersebut menandakan pemerintah berpihak pada kelas menengah ke atas. “Tercatat salah satu yang membuat belanja pajak naik hingga Rp228 triliun di 2020 karena pemerintah hobi bagi-bagi stimulus pajak ke objek yang salah,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
- Lindungi Konsumen, OJK Tetapkan Suku Bunga Pinjol Produktif Turun Bertahap
- Pengumuman! Uang Logam Rp500 & Rp1.000 Tahun Emisi 1991-1997 Sudah Tak Berlaku
- BI Tarik Uang Logam Pecahan Rp1.000 dan Rp500 TE 1991-1997 dari Peredaran
- Perkuat Kemitraan dengan Uni Emirat Arab, BSI Optimalkan Kantor Cabang Dubai
Berita Pilihan
- IKN Berpotensi Menyokong Pengembangan Obat Herbal, Guru Besar UGM: Kalau Benar-Benar Pindah
- Anies Sebut Pembangunan IKN Timbulkan Ketimpangan Baru, Jokowi: Justru Sebaliknya
- Berstatus Tersangka, Permohonan Perlindungan Syahrul Yasin Limpo Ditolak
- Diskusi dengan Netanyahu, Elon Musk Dukung Israel
- Nawawi Ditunjuk Jadi Ketua, Insan KPK Mendukung Penuh
Advertisement

Belum Temukan Pasien Positif JE di Bantul, Imunisasi Massal Digelar 2024
Advertisement

BOB Golf Tournament 2023 Jadi Wisata Olahraga Terbaru di DIY
Advertisement
Berita Populer
- Resmikan SPKLU di Purwokerto, PLN Siapkan Layanan Digital bagi Pengguna Kendaraan Listrik
- Solo Murakabi X Pen Postcard 2023 Bertajuk Solo dalam Bingkai Kartu Pos
- Manfaatkan Momentum Piala Dunia U-17, Pemkot Surabaya Proyeksikan Paket wisata GBT
- Jeda Kemanusiaan di Gaza Dimulai Hari Ini
- BNPB Dukung Penyidikan Kasus Korupsi Pengadaan APD
- Wapres Ma'ruf Serukan Pemimpin Agama di Yunani Hentikan Perang Israel-Palestina
- Buruh di Jawa Tengah Dukung Anies-Muhaimin
Advertisement
Advertisement