Advertisement
Kembar Identik Tertua Ditemukan dari Sebuah Permakaman
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Sekelompok peneliti berhasil mengidentifikasi kembar identik tertua di dunia. Penemuan itu berasal dari sebuah permakaman kuno di Austria.
Pada 2005, para peneliti menemukan pemakaman kembar berbentuk oval di situs arkeologi Krems-Wachtberg, di tepi Sungai Danube di pusat kota Krems. Pemakaman tersebut disinyalir berusia 31.000 tahun atau berasal dari zaman batu tua atau paleolitikum.
Advertisement
BACA JUGA: Tol Jogja-Bawen Telan Biaya Rp14 Triliun, Ada Terowongan di Temanggung
Di sana terdapat sisa-sisa bayi kembar ditutupi dengan oker, pigmen merah yang sering digunakan di pemakaman kuno di seluruh dunia. Penguburan ganda itu juga berisi 53 manik-manik yang terbuat dari gading mammoth yang kemungkinan pernah diikat pada kalung, dan gigi seri rubah berlubang dan tiga moluska berlubang, yang mungkin merupakan liontin kalung. Sebuah tulang belikat raksasa yang ditempatkan di atas pemakaman melindungi tubuh-tubuh kecil yang dikuburkan di bawahnya selama ribuan tahun.
Menurut analisis para peneliti, bayi pertama meninggal tak lama setelah dilahirkan, sementara saudara kembarnya hidup sekitar 50 hari, atau lebih dari 7 minggu. Tak jauh dari makam si kembar, peneliti menemukan makam bayi ketiga berusia 3 bulan, kemungkinan besar adalah sepupu mereka. Di makam itu terdapat oker, serta pin mammoth-ivory sepanjang 3 inci (8 sentimeter), yang mungkin telah mengikat pakaian kulit pada saat dikubur.
Penemuan ini menjadi berita utama tak lama setelah penemuannya, dan para peneliti bahkan membuat replika pemakaman si kembar, yang dipajang di Museum Sejarah Alam Wina pada 2013. Namun, sekelompok peneliti interdisipliner bekerja sama untuk menguraikan hubungan antara ketiga bayi ini dan untuk menentukan jenis kelamin serta usia mereka saat meninggal.
Studi tersebut menjadi yang pertama dalam catatan penggunakan DNA purba untuk mengkonfirmasi kembar dalam catatan arkeologi. Hasilnya yang didapat peneliti bukan sembarang anak kembar, tapi kembar identik.
"Ini adalah "bukti paling awal kelahiran kembar," kata peneliti senior studi Ron Pinhasi, seorang profesor di Departemen Biologi Evolusi di Universitas Wina, seperti dilansir dari Live Science, Jumat (13/11/2020).
Para peneliti tidak tahu seberapa umum kelahiran kembar selama zaman batu tua tersebut. Namun di zaman sekarang ini, anak kembar terjadi pada sekitar satu dari 85 kelahiran, sementara kembar identik lahir pada sekitar satu dalam 250 kelahiran.
"Untuk menemukan penguburan ganda dari periode Paleolitikum adalah spesialisasi tersendiri," kata pemimpin penelitian Maria Teschler-Nicola, seorang ahli biologi di Museum Sejarah Alam Wina.
Dia mengatakan fakta bahwa DNA tua yang cukup dan berkualitas tinggi dapat diekstraksi dari sisa-sisa kerangka anak yang rapuh untuk analisis genom melebihi semua harapan peneliti.
Teschler-Nicola menambahkan untuk menentukan pada usia berapa bayi meninggal, para peneliti mengamati gigi seri kedua atas setiap bayi. Tim memberikan perhatian khusus pada apa yang disebut "garis bayi baru lahir," garis gelap di enamel gigi yang memisahkan enamel yang terbentuk secara pranatal setelah lahir.
BACA JUGA: Catat Sejarah, Eks Striker Inter Bawa Makedonia Utara Lolos ke Euro 2020
Garis-garis bayi yang baru lahir itu, serta perkembangan kerangka bayi, menunjukkan bahwa si kembar adalah bayi penuh, atau hampir cukup bulan. Tampaknya kelompok pemburu-pengumpul bayi itu menguburkan kembar pertama, kemudian kuburannya dibuka kembali saat mereka menguburkan adiknya.
Temuan ini katanya mengkonfirmasi praktik budaya-sejarah pembukaan kembali kuburan untuk tujuan pemakaman, yang belum pernah didokumentasikan sebelumnya dalam pemakaman Paleolitikum.
Tim juga menganalisis unsur kimia, termasuk isotop karbon, nitrogen, dan barium di email gigi, mengungkapkan bahwa masing-masing si kembar disusui. Meskipun sepupu si kembar bertahan selama tiga bulan, "garis stres" di giginya menunjukkan bahwa dia mengalami kesulitan makan, mungkin karena ibunya menderita infeksi payudara yang menyakitkan yang dikenal sebagai mastitis, atau mungkin karena dia tidak selamat saat melahirkan.
Tidak diketahui secara pasti mengapa bayi-bayi ini meninggal, tetapi kematian kedua anak kembar ini dan sepupu mereka kemungkinan merupakan peristiwa yang menyakitkan bagi orang-orang di zaman batu tua itu, yang mendirikan kemah dan menguburkan bayi mereka di sungai Donau sejak lama.
"Bayi-bayi itu jelas sangat penting bagi kelompok dan sangat dihormati serta dihargai. Penguburan yang luar biasa tampaknya menyiratkan bahwa kematian bayi-bayi itu merupakan kerugian besar bagi komunitas dan kelangsungan hidup mereka," kata Teschler-Nicolas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Erupsi Lagi, Gunung Semeru Semburkan Awan Panas Guguran
- Ini Profil Keseharian Harvey Moeis Suami Sandra Dewi yang Terseret Korupsi PT Timah
- Perbaikan Jalur Pantura Demak-Kudus Ditarget Rampung Sebelum April 2024
- Gugatan Sengketa Pilpres, Mahfud MD Serukan Kembalian Maruah MK
- PGI Meminta Agar Kasus Kekerasan di Papua Diusut Tuntas
Advertisement
Jadwal Terbaru KRL Jogja Solo dan KRL Solo Jogja Hari Ini, Jumat 29 Maret 2024
Advertisement
Mengenal Pendopo Agung Kedhaton Ambarrukmo, Kediaman Sultan Hamengku Buwono VII
Advertisement
Berita Populer
- Prabowo Akan Pasang Foto SBY di Istana Presiden Baru
- AHY Sebut Prabowo Minta Demokrat Siapkan Kader Terbaik untuk Duduk di Kabinet
- BMKG Prediksi Cuaca Kota Besar di Indonesia Cenderung Kondusif
- Korlantas Siapkan Rekayasa Antisipasi 70 Juta Kendaraan Mudik Lebaran 2024
- Jembatan di Baltimore AS Ambruk Ditabrak Kapal, Enam Orang Hilang, Kemenlu RI Pastikan Tidak Ada Korban WNI
- Berikan Diskon Tambah Daya di Bulan Ramadan, PLN Dorong Petumbuhan Ekonomi
- Penjelasan Pakar Terkait Keamanan Beragam Jenis Air Minum dalam Kemasan
Advertisement
Advertisement