Advertisement
Epidemiolog UI Sebut Jika Tidak Ada PSBB, Kurva Penularan Covid-19 Lebih Buruk

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Kalangan epidemiolog menegaskan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengurangi risiko penularan Covid-19 secara signifikan. Memang ada dua sisi efek PSBB. Pada satu sisi jadi instrumen yang efektif menekan risiko penularan, di sisi lain berdampak buruk terhadap perekonomian.
Epidemiolog Universitas Indonesia Iwan Ariawan risiko penularan virus corona di Indonesia bisa lebih tinggi dari posisi saat ini bila tidak menerapkan PSBB di April 2020 lalu. Dia mengambil contoh kasus di DKI Jakarta. Saat PSBB diterapkan pada April 2020, terlihat tambahan kasus landai terus dan stabil.
Advertisement
BACA JUGA: TelkomClick 2023: Kesiapan Kerja Karyawan dalam Sukseskan Strategi Five Bold Moves di Tahun 2023
“Jadi PSBB yang lalu manfaatnya banyak, kita sudah menurunkan risiko penduduk Indonesia terinfeksi Covid-1 mungkin sampai setengahnya,” jelasnya dalam webinar Kelompok Studi Demokrasi Indonesia, Minggu (20/9/2020).
Dia menerangkan, PSBB di Jakarta termasuk sukses karena 60 persen warga berdiam di rumah, berdasarkan data public mobility. Namun, saat PSBB dilonggarkan pada Juni 2020, pergerakan penduduk semakin banyak sehingga kasus infeksi meningkat.
Iwan menyimpulkan, kasus Covid-19 akan semakin banyak bila PSBB semakin longgar. Dengan kata lain, pelonggaran PSBB untuk menggerakkan perekonomian menjadi hal yang berlawanan dengan upaya pengendalian penularan virus.
Kemudian pada saat PSBB transisi, Pulau Jawa mengalami lonjakan pergerakan manusia. Di saat ini penentuan zonasi menjadi masalah karena zonasi tidak bisa ditentukan ketika orang bergerak justru di antarzona.
“Seperti kenapa kasus di Bali naik misalnya. Kami bisa lihat berapa banyak orang yang datang ke Bali dari luar maupun pergerakan di dalam Bali, kasusnya terus naik dan tidak pernah turun setelah banyak turis domestik masuk Bali di periode transisi, jelas Iwan.
Bali membuka turis domestik 30 Juli 2020 atau sehari sebelum hari raya Iduladha pada 31 Juli 2020. Kemudian pada libur 17 Agustus dan Tahun Baru Islam, pergerakan masuk ke Bali kembali meningkat.
“Ini disebabkan awalnya oleh pergerakan turis masuk. Jadi yang banyak naik karena turis luar. Terus gimana? Apakah ekonomi akan mandek? Iya, karena ada PR yang tidak kita kerjakan,” tukasnya.
BACA JUGA: Finnet Dukung Digitalisasi Sistem Pembayaran Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Polres Magelang Kota Amankan 100 Kilogram Bahan Mercon, 1 Pelaku Ditangkap
- 11,39 Juta Wajib Pajak Telah Lapor SPT Tahunan
- Alasan Kejagung Tuntut Teddy Minahasa Hukuman Mati
- KPK Duga Rafael Alun Trisambodo Terima Gratifikasi Dalam Bentuk Uang
- Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20, PDIP Klaim Tidak Ada Beda Sikap dengan Jokowi
Advertisement

Belasan Motor Milik Remaja Pelaku Perang Sarung Disita hingga Lebaran
Advertisement

Ini Wisata Air di Wilayah Terpencil Gunungkidul yang Menarik Dikunjungi
Advertisement
Berita Populer
- Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati, Ini 8 Alasan yang Memberatkan
- Perjalanan Kasus Teddy Minahasa, dari Ditangkap hingga Dituntut Hukuman Mati
- QRIS Indonesia Bisa Dipakai di Negara-Negara ASEAN Ini
- Catat! Ada Tambahan Jadwal KRL Jogja Solo, Hari Ini!
- Ini Jadwal Kereta Bandara Jogja YIA, Sabtu 1 April 2023
- Rekor Tertinggi! 700 Ribu Kasus TBC Ditemukan Sepanjang 2022
- Tiket Bisa Dibeli Online, Ini Jadwal Bus DAMRI Jogja-Bandara YIA Sabtu 1 April 2023
Advertisement
Advertisement