Advertisement
Epidemiolog UI Sebut Jika Tidak Ada PSBB, Kurva Penularan Covid-19 Lebih Buruk
Sejumlah calon penumpang KRL Commuter Line memasuki gerbang tiket elektronik di Stasiun Bogor, Jawa Barat, Senin (14/9/2020). Hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Total di wilayah Jakarta, suasana penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bogor terlihat lengang serta kapasitas pengguna hanya 50 persen dengan membatasi setiap gerbongnya hanya dapat diisi 74 penumpang. ANTARA FOTO - Arif Firmansyah
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA – Kalangan epidemiolog menegaskan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengurangi risiko penularan Covid-19 secara signifikan. Memang ada dua sisi efek PSBB. Pada satu sisi jadi instrumen yang efektif menekan risiko penularan, di sisi lain berdampak buruk terhadap perekonomian.
Epidemiolog Universitas Indonesia Iwan Ariawan risiko penularan virus corona di Indonesia bisa lebih tinggi dari posisi saat ini bila tidak menerapkan PSBB di April 2020 lalu. Dia mengambil contoh kasus di DKI Jakarta. Saat PSBB diterapkan pada April 2020, terlihat tambahan kasus landai terus dan stabil.
Advertisement
“Jadi PSBB yang lalu manfaatnya banyak, kita sudah menurunkan risiko penduduk Indonesia terinfeksi Covid-1 mungkin sampai setengahnya,” jelasnya dalam webinar Kelompok Studi Demokrasi Indonesia, Minggu (20/9/2020).
Dia menerangkan, PSBB di Jakarta termasuk sukses karena 60 persen warga berdiam di rumah, berdasarkan data public mobility. Namun, saat PSBB dilonggarkan pada Juni 2020, pergerakan penduduk semakin banyak sehingga kasus infeksi meningkat.
Iwan menyimpulkan, kasus Covid-19 akan semakin banyak bila PSBB semakin longgar. Dengan kata lain, pelonggaran PSBB untuk menggerakkan perekonomian menjadi hal yang berlawanan dengan upaya pengendalian penularan virus.
Kemudian pada saat PSBB transisi, Pulau Jawa mengalami lonjakan pergerakan manusia. Di saat ini penentuan zonasi menjadi masalah karena zonasi tidak bisa ditentukan ketika orang bergerak justru di antarzona.
“Seperti kenapa kasus di Bali naik misalnya. Kami bisa lihat berapa banyak orang yang datang ke Bali dari luar maupun pergerakan di dalam Bali, kasusnya terus naik dan tidak pernah turun setelah banyak turis domestik masuk Bali di periode transisi, jelas Iwan.
Bali membuka turis domestik 30 Juli 2020 atau sehari sebelum hari raya Iduladha pada 31 Juli 2020. Kemudian pada libur 17 Agustus dan Tahun Baru Islam, pergerakan masuk ke Bali kembali meningkat.
“Ini disebabkan awalnya oleh pergerakan turis masuk. Jadi yang banyak naik karena turis luar. Terus gimana? Apakah ekonomi akan mandek? Iya, karena ada PR yang tidak kita kerjakan,” tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Terbaru, Jadwal KRL Solo Jogja Hari Ini, Sabtu 25 Oktober 2025
Advertisement
Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia
Advertisement
Berita Populer
- Jadwal SIM Keliling di Bantul Hari ini, Jumat 24 Oktober 2025
- Jadwal KRL Solo Jogja Hari Ini, Jumat 24 Oktober 2025
- Jadwal SIM Keliling di Gunungkidul Hari Ini, Jumat 24 Oktober 2025
- Tarif dan Jadwal Bus DAMRI ke Bandara YIA Jogja
- Jadwal SIM Keliling di Kulonprogo Hari Ini, Jumat 24 Oktober 2025
- Jadwal KA Bandara YIA Kulonprogo-Stasiun Tugu Jogja, Jumat 24 Okt 2025
- 4 Platform Jual Beli Tokenized Stock, Bisa Trading 24 Jam
Advertisement
Advertisement



