Advertisement
Pandemi Covid-19, Begini Kondisi Bisnis Satelit..
Ilustrasi satelit komunikasi - Wikimedia Commons
Advertisement
Harianjogja,com, JAKARTA – Bisnis satelit mengalami tekanan seiring dengan berhentinya sejumlah aktivitas penerbangan dan pelayaran selama masa pandemi.
Ketua Umum Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) Hendra Gunawan mengatakan Covid-19 telah membuat industri satelit tertekan, khususnya perusahaan satelit yang menyasar sektor energi, maritim, dan konektivitas penerbangan.
Advertisement
Operasional pelayaran, penerbangan dan penambangan yang berhenti, kata Hendra, membuat layanan satelit yang melayani pasar tersebut tidak digunakan.
BACA JUGA : Satelit PSN 6 Siap Meluncur, Jadi Solusi Internet Cepat
Tidak hanya itu, pandemi Covid-19 juga telah membuat pendanaan proyek Satelit Satria milik pemerintah menjadi molor karena krisis ekonomi yang terjadi di Perancis dan China. Sayangnya, Hendra tidak menyebutkan nilai penurunan pendapatan akibat layanan tersebut berhenti.
“Beberapa proyek pemerintah yang mengunakan satelit juga tertunda karena dana dialihkan ke tanggap darurat Covid-19,” kata Hendra kepada Bisnis.
Meski mengalami penurunan permintaan di sejumlah sektor, aktivitas Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat perminta di sektor konsumen melesat.
Jaringan serat optik yang belum menjangkau daerah terpencil, membuat kebutuhan akan satelit bagi sektor konsumen meningkat. “Untuk consumer broadband dan layanan backbone tidak banyak terdampak bahkan mengalami pertumbuhan, karena kebutuhan konektivitas internet justru meningkat,” kata Hendra.
BACA JUGA : Nusantara Satu Sukses Meluncur, Ini Tiga Satelit Nasional
Sementara itu Dewan Profesi dan Asosiasi (DPA) Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kanaka Hidayat berpendapat seharusnya pandemi Covid-19 telah membuat kapasitas satelit meningkat. Berkaca pada Amerika, bisnis satelit di sana mengalami pertumbuhan meskipun penggelaran jaringan serat optik juga sudah luas.
Menurutnya satelit dibutuhkan dalam membentuk ekosistem dan pasar internet. Ketika ekosistem tersebut telah terbangun, perusahaan kabel serat optik baru melakukan penetrasi.
“Di Amerika yang sudah maju dengan penggunaan serat optik dan teresterial, bisnis satelit melesat penggunaannya. Masalahnya kapasitas di atas kita terbatas, jadi harus meluncur,” kata Kanaka.
Pengamat telekomunikasi Nonot Harsono mengatakan bahwa satelit merupakan suatu kebutuhan bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Industri satelit pun diyakini bakal terus berkembang.
Hanya saja, mengenai pemanfaatan satelit oleh pemerintah dalam bentuk Satelit Satria, menurutnya, kurang tepat. Pemerintah tidak dapat menjabarkan secara rinci pemanfaatan dari satelit yang menghabiskan dana sekitar Rp21 triliun tersebut.
“Rp21 triliun itu cuma sampai meluncur bukan groundsegment. Kalau satelitnya sudah di angkasa, terus di bumi tidak ada yang menerima sinyal bagaimana,” kata Nonot.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kakak Sulung Berpulang, Unggahan Atalia Praratya Mengharukan
- Cegah Anak Tersesat, Masjidil Haram Sediakan Gelang Identitas
- KPK Tegaskan Perceraian Ridwan Kamil Tak Ganggu Kasus Bank BJB
- Baku Tembak di TN Komodo, Tim Gabungan Hadang Pemburu Liar
- Cuaca Ekstrem Landa Negara Arab, Banjir Bandang Picu Korban
Advertisement
Bupati Bantul Terbitkan SE Gemar, Ayah Wajib Ambil Rapor
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
- Komdigi Terapkan Registrasi SIM Face Recognition Mulai 2026
- Tomat, Bawang, dan Kentang Olahan Berpotensi Jadi Pemicu Migrain
- Ribuan Rumah Rusak, BNPB Bangun Huntara di Sumatera Utara
- Dinas Pendidikan Gunungkidul Catat 65 Kekosongan Kepala Sekolah
- Makanan Ultra Processed Disebut Dokter Picu Risiko Kanker Usus
- Pemuda Pundong Bobol Angkringan Parangtritis karena Tekanan Ekonomi
- Ayustina Delia Sumbang Medali Kedua di SEA Games 2025
Advertisement
Advertisement




