Advertisement
Sejarah Kraton Surakarta Minta Diluruskan, Termasuk Tuduhan Menyakitkan Pro Belanda

Advertisement
Harianjogja.com, SOLO - Lembaga Dewan Adat Kraton Kasunanan Surakarta meminta agar sejarah Kraton Surakarta Hadiningrat segera diluruskan. Sebab selama ini dinilai salah.
Ketua Lembaga Dewan Adat Kraton Surakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari menyebut selain banyak sekali sejarah yang dibelokan, janji pemerintah kepada Kraton Kasunanan yang belum dipenuhi. Di antaranya, terwujudnya Daerah Istimewa Surakarta (DIS) yang hingga kini jauh dari realisasinya.
Advertisement
"Padahal, salah satu persyaratan yang diajukan Kraton, berupa maklumat Maklumat Paku Buwono XII dan Piagam Jakarta sudah diserahkan dan dikaji bersama," papar putri Raja Pakubuwono XII yang akrab disapa Gusti Moeng, dalam diskusi sejarah dan budaya Surakarta sebagai kelanjutan Disnasti Mataram, di Solo.
Menurut Gusti Moeng, pembiaran sejarah Keraton Kasunanan yang salah dan tak ada upaya untuk diluruskan bisa dilihat dari kelahiran Kota Surakarta.
Di mana, Pemerintah Kota Solo selalu memperingati hari jadinya setiap tanggal 17 Februari. Padahal, bila mengacu pada sejarah tanggal tersebut adalah kesalahan yang selalu dibiarkan.
"Peringatan kelahiran Kota Surakarta yang selalu dilakukan setiap tanggal 17 Februari adalah tidak benar. Sebab, berdirinya Kota Solo bersamaan dengan perpindahan dari Keraton Kartosuro ke Desa Sala pada tanggal 17 Sura tahun Je [penanggalan jawa] dan jatuh pada tanggal 20 Februari 1745 [penanggalan masehi],"terangnya.
Namun yang paling menyakitkan, ungkap Gusti Moeng, dimana Kraton Kasunanan saat zaman penjajahan Belanda dianggap pro Belanda dan mendapatkan bantuan dari pihak VOC.
Sedangkan dalam naskah sejarah, maupun fakta-fakta, tidak ada satupun yang menyebutkan bila Keraton Kasunanan pro Belanda. Dan tuduhan Keraton Kasunanan berpihak dengan Belanda itu diakui oleh Gusti Moeng sangat menyakitkan.
"Belum lagi masalah Perjanjian Giyanti juga dibelokkan, sebab tidak ada satupun bukti autentik maupun fakta sejarah yang menyebutkan, bahwa Bumi Mataram itu di bagi menjadi dua antara Kraton Kasunanan Surakarta dengan Kasultanan Yogyakarta," paparnya.
Pada perjanjian Giyanti itu tertulis, Paku Buwono III hanya menyerahkan tanah Gaduhan (wilayah) dan Palungguh (kedudukkan) kepada Mangkubumi.
Dan bila masyarakat ingin mengetahui bentuk joglo bangunan Kraton Kartosuro, bisa dilihat di Pura Mangkunegaran. Sebab, joglo Kraton Kartosuro saat ini dipakai oleh Pura Mangkunegaran.
"Namun sampai sekarang, masyarakat tahunya Mataram itu di bagi sigar semangka [dibagi dua]. Ini terjadi, karena para sejarawan hanya membaca naskah sejarah tulisan orang Belanda. Sedangkan sejarah yang benar, di tulis para pujanggga dengan Huruf Jawa atau berupa tembang. Sementara hanya sedikit orang yang paham tentang maknanya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Okezone
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Pejabat BPJPH Diduga Lakukan KDRT, Begini Respons Komnas Perempuan
- Korban Hilang Banjir Bali Terus Dipantau Tim SAR
- DPR Soroti Asesmen Awal Program Sekolah Rakyat Kemensos
- Dewan Pers: Wartawan Aman dari Jeratan UU ITE jika Patuh Kode Etik
- Kasus Riza Chalid, Kejagung Kejar Aset hingga Perusahaan Afiliasi
Advertisement

Jadwal KA Prameks dari Stasiun Kutoarjo Purworejo, 19 September 2025
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Trump Perpanjang Tenggat Larangan TikTok hingga 16 Desember 2025
- Sekjen GCC Kutuk Serangan Israel ke Gaza
- Tiba di Indonesia, Sapi Impor Australia untuk Dukung MBG
- Fahri Hamzah Siap Patuhi Putusan MK Wamen Dilarang Rangkap Jabatan
- Pemerintah Jamin Pembangunan Perumahan Sosial Tanpa Penggusuran
- 65 Ribu Warga Gaza Meninggal Akibat Serangan Israel
- Prakiraan BMKG, Mayoritas Wilayah Indonesia Diguyur Hujan
Advertisement
Advertisement