Advertisement
BMKG Perkirakan Musim Kemarau 2020 Lebih Singkat

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kemarau tahun 2020 akan berlangsung lebih singkat dibandingkan 2019. Berbagai langkah pencegahan dinilai akan mengurangi potensi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, tahun ini kemarau panjang bukan terjadi karena fenomena el nino. Melainkan perbedaan suhu muka air laut.
Advertisement
Pada 2019, kondisi iklim sangat dipengaruhi oleh suhu muka air laut di Samudera Pasifik tengah dan Samudera Hindia, di barat daya Sumatra.
"Kemarau panjang bukan karena el nino. Namun yang terjadi adalah perbedaan signifikan antara suhu muka air laut Samudera Hindia di sebelah timur Afrika dengan sebelah barat daya Sumatra di mana yang ada di barat daya Sumatra lebih dingin," katanya di BNPB, Senin (30/12/2019).
Kondisi tersebut kata dia membentuk muka air sehingga curah hujan menjadi terbatas. Sejak Juli-September 2019, kondisi langit menjadi tidak berawan sehingga mengalami musim kemarau berkepanjangan.
Akan tetapi tahun depan, kemarau diperkirakan berlangsung lebih singkat. Dia menyebut berdasarkan analisis BMKG dan juga NOA, el nino tahun depan cenderung netral sehingga fenomena itu tidak terjadi hingga Juni 2020.
"Kemudian juga tidak terdapat indikasi terjadi fenomena perbedaan suhu muka air laut sehingga suku muka air laut di perairan Indonesia normal sampai hangat hingga Juni 2020. Artinya tidak terjadi kemarau berkepanjangan dibanding 2019.
Kendati demikian dirinya mengingatkan wilayah Aceh dan Riau diprediksi mengalami kemarau dimulai pada Februari-Maret 2020, sehingga harus waspada kekeringan dan kebakahan lahan.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Letjen Doni Monardo mengatakan bawah kunci penanganan kebakaran hutan dan lahan mutlak harus dilakukan.
BNPB bersama kementerian lembaga akan mengembalikan fungsi gambut menjadi basah, berair dan rawa. Serta meminta masyarakat tidak membakar hutan dan lahan.
Imbauan tersebut diiringi dengan pemberian bantuan alat pertanian dan jenis tanaman yang bisa memberikan nilai ekonpmi bagi warga seperti Lidah Buaya, Nenas, Kopi Liberika, Aren serta Sagu sehingga warga tidak bergantung pada satu jenis komoditas.
"Soal kebakaran hutan lahan umumnya karena dibakar. Sebagian besar jadi perkebunan. Gambut itu fosil batu bara muda. Maka ketika kering, statusnya sama seperti batubara muda. Selama ini 99 persen [hutan] dibakar. 1 persen saja [karena faktor] alam," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Puluhan Ribu Warga Turki Turun ke Jalan, Tuntut Erdogan Mundur
- Hidup Jadi Tenang di 9 Negara yang Tak Punya Utang
- Menkeu Purbaya Jamin Bunga Ringan untuk Pinjaman Kopdes ke Himbara
- Ini Duduk Perkara Temuan BPK Soal Proyek Tol CMNP yang Menyeret Anak Jusuf Hamka
- PT PMT Disegel KLH, Diduga Sumber Cemaran Zat Radioaktif
Advertisement

2 Kalurahan Gunungkidul Belum Bisa Cairkan Dana Desa Termin Kedua
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Kematian Mahasiswa Unnes saat Demo di Semarang Sedang Diinvestigasi
- 7 Jenazah Korban Kecelakaan Bus RS Bina Sehat Dimakamkan di Jember
- Daftar 10 Negara yang Menolak Palestina Merdeka
- Polisi Selidiki Penyebab Kecelakaan Maut Bus Rombongan Rumah Sakit Bina Sehat
- Polisi Peru Tangkap Komplotan Pembunuh Diplomat Indonesia Zetro Purba
- Wasekjen PDIP Yoseph Aryo Dipanggil KPK Sebagai Saksi Kasus DJKA
- Hubungan Venezuela-AS Memanas, Ini Penyebabnya
Advertisement
Advertisement