Advertisement
MK Putuskan Mantan Koruptor Boleh Maju Pilkada, Efek Jera untuk Terpidana Korupsi Hilang

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mantan terpidana koruptor boleh ikut pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal ini menuai kritik dari pengamat politik Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Dr Budi Suryadi.
Budi menilai, efek jera terhadap hukuman seorang pelaku korupsi dipastikan hilang lantaran tidak terlalu berpengaruh dalam panggung politik seorang terpidana koruptor.
Advertisement
"Saya tidak setuju dan menentang keras putusan MK ini, karena suatu kemunduran bagi bangsa Indonesia dalam semangat antikorupsi," kata Budi, di Banjarmasin, Kamis (13/12/2019).
Dosen Program Studi Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ULM ini mengutarakan, ketika seorang koruptor ditolak ikut pilkada bukan berarti mereka tidak memiliki hak atau melanggar HAM (hak asasi manusia).
Namun, menurutnya, harus berbeda cara memahaminya. Menurut dia, mestinya dipahami bahwa ketidakbolehan terpidana kasus korupsi ikut pilkada karena sebagai lanjutan sanksi atas perilaku korup mereka, sehingga efek jeranya tambah kuat bagi yang belum berperilaku korup.
Apalagi, menurut Budi, pilkada berkaitan dengan ranah kebijakan politik. Seorang koruptor tidak akan banyak mampu berkembang karena punya sisi yang melemahkannya dalam bargaining politik yang tentu imbasnya pada kesejahteraan rakyat daerah akan lebih jadi marginal dalam bargaining politik tersebut.
"Saya melihat potensinya masih ada keikutsertaan para terpidana korupsi ikut pilkada tahun depan, karena belum ada kebijakan politik yang pasti tentang pelarangan mereka ini," uujar Budi yang juga Ketua Pusat Studi Asean ULM.
Dosen berprestasi di ULM ini pun berharap, pilkada di Kalimantan Selatan khususnya dan Indonesia pada umumnya, dapat lebih memberikan pelajaran politik bagi generasi politik akan datang dibandingkan hanya "show power" atau unjuk kekuatan orang kuat lokal di setiap daerah.
Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan gugatan untuk sebagian Undang-Undang Pilkada. MK memutuskan melakukan pengubahan bunyi pasal 7 ayat 2 huruf g.
Disebutkan, pencalonan dapat dilakukan bagi mantan terpidana yang telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah selesai menjalani pidana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Penerima Bansos Terlibat Judol, Wakil Ketua MPR: Layak Diganti
- Top Ten News Harianjogja.com, Sabtu 12 Juli 2025: Dari Tom Lembong Sampai Harganas
- Pangkas Birokrasi Federal, Donald Trump Pecat 1.300 Pegawai Departemen Luar Negeri
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
Advertisement

Jalan Trisik Penghubung Jembatan Pandansimo di Kulonprogo Rusak Berat Akibat Truk Tambang
Advertisement
Tren Baru Libur Sekolah ke Jogja Mengarah ke Quality Tourism
Advertisement
Berita Populer
- BGN Minta Anggaran Makan Bergizi Gratis Ditambah Jadi Rp335 Triliun
- Polda Metro Jaya Targetkan Penyelidikan Kasus Kematian Diplomat Staf Kemenlu Rampung dalam Sepekan
- Hasil Penulisan Ulang Sejarah Bakal Diuji Publik 20 Juli 2025
- Tersangka Korupsi Minyak Mentah Riza Chalid Diduga Sudah Berada di Singapura, Kejagung Masukkan ke Daftar Cekal
- Kasus Chromebook, Kejaksaan Agung Menggeledah Kantor GoTo dan Menyita Ratusan Dokumen
- Jumlah Penduduk Indonesia Capai 286,69 Juta Jiwa per Juni 2025, Terbanyak Laki-Laki
- Jaksa Sebut Tom Lembong Tak Terima Uang, Tapi Kebijakannya Untungkan 10 Pihak
Advertisement
Advertisement