Advertisement
Mantan Koruptor Boleh Maju Pilkada, Tapi Ada Syaratnya

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) memberlakukan jangka waktu 5 tahun bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
"Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat membacakan amar Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019 di Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Advertisement
Dalam diktum amarnya, MK mengubah Pasal 7 ayat (2) huruf g UU No. 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) tentang syarat calon kepala daerah.
Frasa 'tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap atau bagi mantan narapidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana’ dinyatakan inkonstitusional bersyarat.
Agar konstitusional, Anwar mengatakan frasa tersebut harus dimaknai 'telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap'. Meski demikian, syarat tersebut tidak berlaku bagi bekas terpidana tindak pidana kealpaan atau tindak pidana politik.
Hakim Konstitusi Suhartoyo mengakui bahwa MK pernah membolehkan terpidana maju pilkada dalam Putusan MK No. 42/PUU-XIII/2015. Meski demikian, fakta empiris menunjukkan bahwa kepala daerah kembali mengulangi perbuatannya setelah dihukum.
Menurut dia, jangka waktu 5 tahun diberikan agar bekas terpidana bisa beradaptasi di tengah masyarakat dan menyadari perbuatannya. Jangka waktu tersebut, kata Suhartoyo, tetap memberikan jaminan bagi warga negara untuk dipilih dalam jabatan publik.
"Langkah demikian demi memberikan kepastian hukum dan kembalikan esensi pilkada untuk menghadirkan orang berintegritas," ujarnya saat membacakan pertimbangan putusan.
Sikap MK tersebut tertuang dalam putusan teranyar atas permohonan uji materi Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Dua lembaga swadaya masyarakat tersebut menguji UU Pilkada.
Dalam permohonannnya, ICW dan Perludem sudah mengetahui bahwa Putusan MK No. 42/PUU-XIII/2015 membolehkan terpidana menjadi calon kepala daerah asalkan mengumumkan kepada publik pernah dihukum.
Namun, kasus Bupati Kudus M. Tamzil yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Juli 2019 menjadi justifikasi para pemohon meminta bekas koruptor dilarang mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Tamzil baru bebas dari tahanan dalam kasus korupsi APBD Kudus pada 2015, tetapi bisa mengikuti Pemilihan Bupati Kudus 2018.
ICW dan Perludem meminta MK menafsirkan Pasal 7 ayat (2) huruf g UU Pilkada dengan melarang bekas terpidana yang ancaman hukumannya diancam hukuman minimal 5 tahun penjara. Namun, jangka waktu hukuman tersebut dikeculikan bagi napi tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Tok! Bunga KPR Subsidi Tetap 5 Persen
- Kuasa Hukum Ungkap Banyak Kejanggalan Terkait Kasus Pembunuhan Kacab Bank
- Daftar Lengkap Menteri dan Wamen Baru di Kabinet Merah Putih Prabowo
- Reshuffle Kabinet Prabowo, Ini Daftar Menteri dan Pejabat Baru
- Farida Farichah, Aktivis NU Berusia 39 Tahun yang Jadi Wamenkop
Advertisement

Sultan Imbau OPD Kelola Sampah dan Penghijauan Lingkungan Kantor
Advertisement

Pemkab Boyolali Bangun Pedestrian Mirip Kawasan Malioboro Jogja
Advertisement
Berita Populer
- Prediksi BMKG: Kota Besar Dilanda Hujan Hari Ini
- 2 Ruang Kelas Disiapkan untuk Sambut Wapres Gibran di Sentani
- 7 Tuntutan Demo Ojol Hari Ini, Hapus Multi Order hingga Copot Menhub
- Tiga Tersangka Korupsi Sritex Dilimpahkan ke Kejari Surakarta
- Kawal Demo Pengemudi Ojol, 6.118 Personel Gabungan Dikerahkan
- Kecelakaan Maut di Lereng Gunung Bromo, Jalur Penyelamat Perlu Ditambah
- Zulhas Dorong Pembentukan Kopdes Merah Putih di Pesantren
Advertisement
Advertisement