Advertisement
Kiai NU Disebut Menginginkan Presiden Tak Lagi Dipilih Rakyat
                Dokumentasi Ketua MPR, Bambang Soesatyo, saat mengangkat palu sidang usai pelantikan pimpinan MPR periode 2019-2024 di ruang rapat Paripurna MPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/10/2019). Sidang Paripurna tersebut menetapkan dia sebagai ketua MPR periode 2019-2024.  - ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
            Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--PBNU disebut menginginkan agar pemilihan presiden tidak lagi dipilih langsung.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengatakan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
Advertisement
"Tadi disampaikan para kyai yang hadir, pengurus PBNU, menyayangkan MPR mereduksi diri menjadi lembaga negara," kata dia, saat silaturahmi kebangsaan MPR ke Kantor PBNU Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Pernyataan dia itu direspons dengan anggukan kepala Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj yang berdiri di sebelahnya. "Ya, ya...," gumam ketua umum PBNU itu.
BACA JUGA
Soesatyo mengatakan, PBNU ingin ketatanegaraan menjadi lebih rapi karena selama ini tidak ada lembaga tertinggi sehingga terjadi kerancuan dalam ketatanegaraan Indonesia.
Presiden dalam ketatanegaraan Indonesia pada masa Orde Baru berkuasa merupakan mandataris MPR yang posisinya adalah lembaga tertinggi negara. Presiden bertanggung jawab kepada MPR dan menjalankan GBHN. Saat itu, masa jabatan presiden tidak dibatasi hingga berapa kali, kecuali dikatakan "dapat dipilih kembali".
Reformasi pada Mei 1998 yang dipicu banyak hal, di antaranya kenaikan harga barang-barang keperluan masyarakat di tataran bawah, menghentikan hal itu sehingga presiden-wakil presiden, dan lain sebagainya dipilih langsung oleh rakyat.
"Kami pada hari ini juga mendapatkan masukan dari hasil Musyawarah Nasional (Munas) PBNU sendiri pada September 2012 di Pondok Pesantren Kempek Cirebon," kata dia.
Pada intinya, PBNU merasa pemilihan presiden dan wakil presiden lebih tinggi kemaslahatannya dikembalikan ke MPR ketimbang langsung karena lebih banyak mudharatnya. "Itu berdasarkan hasil Munas di Pondok Pesantren Kempek di Cirebon tahun 2012," kata dia.
Aqil Siradj mengatakan, hasil Munas di masa pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono itu diikuti para ulama besar NU, Salah satu yang hadir adalah Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak 1999 hingga 2014, KH Sahal Mahfudz, ikut acara sebelum wafat pada 25 Januari 2014.
"Munas ada dua ya, ada Munas kyai-kyai secara nasional. Kami Tanfidziyahnya, namanya Konferensi Besar. Di NU ya itu, Munas dan Konbes. Jadi itu suara kyai-kyai, bukan suara Tanfidziyah," kata Siradj.
Kendati demikian, dia mengatakan, semua yang disampaikan dalam Munas adalah demi bangsa dan demi rakyat. "Tidak ada dunia politik praktis, enggak. Demi kekuatan solidaritas persatuan dan kesatuan kita," ujar dia lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Turki Tuduh Israel Langgar Gencatan Senjata Gaza
 - BBMKG Denpasar Sebut Fenomena Bulan Purnama Picu Rob di Bali
 - Setelah 20 Tahun, GEM Dibuka dan Pamerkan 100 Ribu Artefak Kuno
 - Krisis Air Tehran, Stok Air Minum Diprediksi Habis dalam 2 Pekan
 - Impor Pakaian Bekas Ilegal Diduga Berasal dari Tiga Negara Ini
 
Advertisement
    
        Penataan Jalur Gose-Palbapang, Target Dua Lajur hingga Dongkelan
Advertisement
    
        Wisata DEB Balkondes Karangrejo Borobudur Ditawarkan ke Eropa
Advertisement
Berita Populer
- Paku Buwono XIII Wafat, Sri Sultan HB X Akan Takziah Ke Solo
 - Rekayasa Lalin Satlantas Polres Bantul Saat Arafat Berselawat
 - Bupati Gunungkidul Soroti SPPG Tak Ditutup Pasca-Kasus Keracunan MBG
 - Tegang, Lebanon Siagakan Tentara di Perbatasan Israel
 - Kecelakaan di Nanggulan, Lansia 74 Tahun Meninggal di Lokasi
 - QRIS Tap Belum Bisa Digunakan untuk iPhone, Ini Penjelasannya
 - Lagi, Binaan Astra Honda Melesat Kencang di Barcelona Ciptakan Sejarah
 
Advertisement
Advertisement


            
