Advertisement
Kiai NU Disebut Menginginkan Presiden Tak Lagi Dipilih Rakyat
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA--PBNU disebut menginginkan agar pemilihan presiden tidak lagi dipilih langsung.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo, mengatakan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendorong MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
Advertisement
"Tadi disampaikan para kyai yang hadir, pengurus PBNU, menyayangkan MPR mereduksi diri menjadi lembaga negara," kata dia, saat silaturahmi kebangsaan MPR ke Kantor PBNU Jakarta, Rabu (27/11/2019).
Pernyataan dia itu direspons dengan anggukan kepala Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siradj yang berdiri di sebelahnya. "Ya, ya...," gumam ketua umum PBNU itu.
Soesatyo mengatakan, PBNU ingin ketatanegaraan menjadi lebih rapi karena selama ini tidak ada lembaga tertinggi sehingga terjadi kerancuan dalam ketatanegaraan Indonesia.
Presiden dalam ketatanegaraan Indonesia pada masa Orde Baru berkuasa merupakan mandataris MPR yang posisinya adalah lembaga tertinggi negara. Presiden bertanggung jawab kepada MPR dan menjalankan GBHN. Saat itu, masa jabatan presiden tidak dibatasi hingga berapa kali, kecuali dikatakan "dapat dipilih kembali".
Reformasi pada Mei 1998 yang dipicu banyak hal, di antaranya kenaikan harga barang-barang keperluan masyarakat di tataran bawah, menghentikan hal itu sehingga presiden-wakil presiden, dan lain sebagainya dipilih langsung oleh rakyat.
"Kami pada hari ini juga mendapatkan masukan dari hasil Musyawarah Nasional (Munas) PBNU sendiri pada September 2012 di Pondok Pesantren Kempek Cirebon," kata dia.
Pada intinya, PBNU merasa pemilihan presiden dan wakil presiden lebih tinggi kemaslahatannya dikembalikan ke MPR ketimbang langsung karena lebih banyak mudharatnya. "Itu berdasarkan hasil Munas di Pondok Pesantren Kempek di Cirebon tahun 2012," kata dia.
Aqil Siradj mengatakan, hasil Munas di masa pemerintahan Presiden Susilo Yudhoyono itu diikuti para ulama besar NU, Salah satu yang hadir adalah Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sejak 1999 hingga 2014, KH Sahal Mahfudz, ikut acara sebelum wafat pada 25 Januari 2014.
"Munas ada dua ya, ada Munas kyai-kyai secara nasional. Kami Tanfidziyahnya, namanya Konferensi Besar. Di NU ya itu, Munas dan Konbes. Jadi itu suara kyai-kyai, bukan suara Tanfidziyah," kata Siradj.
Kendati demikian, dia mengatakan, semua yang disampaikan dalam Munas adalah demi bangsa dan demi rakyat. "Tidak ada dunia politik praktis, enggak. Demi kekuatan solidaritas persatuan dan kesatuan kita," ujar dia lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
- Boyolali Kembali Diguyur Hujan Sore Ini, Simak Prakiraan Cuaca Sabtu 27 April
- Prakiraan Cuaca Klaten Sabtu 27 April: Pagi Cerah Berawan, Sore Hujan
- Bersahabat! Tidak Ada Hujan di Wonogiri pada Prakiraan Cuaca Sabtu 27 April
- Garuda Selangkah Lagi Menuju Paris, Ini Fakta tentang Olimpiade Melbourne 1956
Berita Pilihan
- Siap-Siap! Penerapan SLFF di Tol Sebelum Oktober 2024
- Ditanya soal Kemungkinan Maju di Pilkada, Kaesang Memilih Ini
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Meningkatkan Perlindungan dari Penyakit Menular, Jemaah Calon Haji Disarankan Vaksin
- Dugaan Pelanggaran Wewenang, Wakil Ketua KPK Laporkan Anggota Dewas
Advertisement
Catat! Ini Jadwal dan Lokasi SIM Keliling di Jogja Sabtu 27 April 2024
Advertisement
Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali
Advertisement
Berita Populer
- Penetapan Caleg Terpilih di DIY Menunggu BRPK Mahkamah Konsitusi
- Surya Paloh Enggan Jadi Oposisi dan Pilih Gabung Prabowo, Ini Alasannya
- Izin Tinggal Peralihan Jembatani Proses Transisi Izin Tinggal WNA di RI
- Satuan Pendidikan Diwajibkan Memperhatikan Kebutuhan Siswa dengan Kondisi Khusus
- Gaji Prabowo-Gibran Saat Sudah Menjabat, Ini Rinciannya
- Iuran Pariwisata Masuk ke Tiket Pesawat, Ini Kata Menteri Pariwisata
- KASD Sebut Penggantian Istilah dari KKB ke OPM Ada Dampaknya
Advertisement
Advertisement