Advertisement
Terindikasi Melanggar UU, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Jokowi Tak Libatkan TNI dalam Pencegahan Terorisme
Ilustrasi TNI - ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA- Pemerintah diminta untuk tidak melibatkan TNI dalam pencegahan terorisme.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak Pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi merevisi draf Peraturan Presiden tentang tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme. Isi draf Perpres itu dinilai bertentangan dengan UU Terorisme dan UU TNI.
Advertisement
Koalisi Masyarakat Sipil berpendapat bahwa dalam draf tersebut terdapat penggunaan istilah penangkalan yang tidak dikenal dalam UU Terorisme. UU terorisme dalam pasal 43A hanya mengenal istilah pencegahan sebagai tugas pemerintah yang dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Sehingga, wewenang pencegahan seperti yang diatur dalam UU Terorisme diberikan kepada BNPT bukan kepada TNI.
BACA JUGA
Aturan turunan dari pasal 43A itu, kata dia, juga seharusnya diatur melalui peraturan pemerintah (PP) bukan Perpres. Dalam draf tersebut juga mengatur fungsi BNPT yang diberikan juga kepada TNI seperti dalam melaksanakan kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi.
Pada pasal 2 draf tersebut menyebutkan TNI ikut menjalankan fungsi penangkalan, penindakan dan pemulihan.
"Teman-teman yang melakukan 'legal drafting' ini menafikan peraturan yang sudah ada. Tidak peduli dengan undang-undang di atasnya seperti UU TNI dan UU Terorisme," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi Muhamad Isnur di kantor Imparsial di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2019).
Mereka berpendapat TNI seharusnya fokus pada fungsi penindakan terorisme yang dilakukan jika aparat penegak hukum sudah tidak mampu mengatasi terorisme dan atas keputusan politik negara.
"Sedangkan tugas penangkalan dan pemulihan sebaiknya dikerjakan badan lain yang memiliki kompetensi seperti BNPT, BIN, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan lembaga lain," kata Isnur.
Sementara itu, peneliti senior Imparsial Anton Ali Abbas menampah draf tersebut juga bertentangan dan melampaui UU TNI terutama terkait dengan penggunaan anggaran daerah dan sumber lain di luar APBN sesuai dalam pasal 17. Menurut dia, hal itu berlawanan dengan pasal 66 UU TNI yang menyebutkan anggaran TNI hanya melalui APBN.
"Ini bisa mempengaruhi independensi kalau anggaran dari sumber lain. Begitu juga terkait transparansi karena tidak ada ketentuan mengatur sumber lain bagi sektor pertahanan," katanya.
Ia mengharapkan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme harus sejalan dengan UU Terorisme dan UU TNI. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan terdiri dari Imparsial, Kontras, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Pers, Walhi, dan Institut Demokrasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem di Jawa Tengah hingga 10 Desember
- Uji Klinis Vaksin Dengue Masuk Babak Baru dalam Riset Nasional
- Hakim: Uang Suap untuk Sosial Tetap Tidak Dibenarkan
- Sudan Tawarkan Pangkalan Laut ke Rusia Demi Senjata Perang
- Gubernur Bali Bakal Setop Airbnb, Dorong PAD dari Pariwisata Legal
Advertisement
Advertisement
KA Panoramic Kian Diminati, Jalur Selatan Jadi Primadona
Advertisement
Berita Populer
- Ribuan Warga Jogja Terdata HIV-AIDS, Pemkot Perketat Penanganan
- Leeds Libas Chelsea, Skor 3-1, The Blues Tergeser ke Peringkat 4
- Top Ten News Harianjogja.com, Kamis 4 Desember 2025
- Libur Nataru, DIY Perketat Mitigasi Saat Kunjungan Wisata Membludak
- Inter dan Napoli Melaju ke Perempat Final Coppa Italia
- Hakim: Uang Suap untuk Sosial Tetap Tidak Dibenarkan
- Athletic Club Vs Real Madrid, Skor 0-3, Mbappe Cetak Brace dan Assist
Advertisement
Advertisement




