Advertisement
Sengketa Pilpres 2019: Ini Kritikan untuk Majelis Hakim MK

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 mendapat sejumlah kritikan.
Direktur Pusat Studi Konstitusi FH Universitas Andalas Padang, Feri Amsari menyatakan masih ada beberapa sikap Majelis Hakim yang bisa disorot sebagai kekurangan. Salah satunya, terkait pembatasan jumlah saksi.
Advertisement
"Membatasi jumlah saksi sebelum sidang dimulai itu tidak tepat, misalnya sudah menyebut 15, itu tidak tepat," ujar Feri dalam sebuah diskusi di Bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
Menurut Feri, Peraturan Mahkamah Konstitusi memang tidak mengatur terkait jumlah pembatasan saksi. Oleh sebab itu, idealnya Majelis Hakim melemparkan wacana tersebut terlebih dahulu ke dalam forum sidang, untuk disepakati para pihak.
Selain itu, Feri menyoroti ketidaktegasan Mejelis Hakim yang memutuskan tak memberikan jawaban atas perbaikan permohonan pihak Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga.
Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga selaku pemohon gugatan mengajukan permohonan tambahan pada 10 Juni 2019 dengan dalih lampiran pelengkap gugatan awal yang diserahkan 24 Mei 2019.
"Di aturan jelas, pasal 3 ayat 2 PMK Nomor 5 tahun 2018, tahapan perbaikan permohonan, dikecualikan untuk PHPU Pilpres. Apalagi kalau kita lihat, di lampiran peraturan itu, kan ada jadwal begitu, di poin tiga jadwal perbaikan cuma ada DPR, DPD, dan DPRD. Sama sekali tak ada tanggal untuk perbaikan Pilpres," jelas Feri.
"Artinya, berdasarkan pasal pengecualian itu, dan lampiran itu, harusnya MK tegas tidak ada perbaikan permohonan. Sehingga yang dibahas dalam proses persidangan itu bertanggal 24 Mei," tambahnya.
Menurut Feri, diterima atau tidaknya perbaikan permohonan ini memang wewenang Majelis Hakim melalui putusannya. Tetapi, dirinya menilai sikap MK telah menimbulkan persepsi ketidakpastian hukum di publik. Para pihak bisa dianggap telah dirugikan.
Apabila menerima, maka pihak termohon (KPU), pihak pemberi keterangan (Bawaslu), dan pihak terkait (Tim Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf) akan dirugikan sebab telah bolak-balik harus mengoreksi dan menyerahkan kembali jawaban gugatan ke MK.
"Pemohon [Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga] juga dirugikan, karena bisa saja kemudian cacat formal pengajuan permohonan, sehingga nanti tidak diterima permohonanya. Ini kan soal melindungi hak-hak orang. Kenapa tidak ditolak sejak awal?" ujar Feri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kasus Pemerasan Artis Sinetron MR, Polisi Menyita Enam Video Syur Sesama Jenis
- Adik Ipar Ganjar Pranowo Dituntut 5,5 Tahun Penjara karena Korupsi Pembangunan Jembatan Sungai Gintung
- Akan Tenggelam, Ribuan Warga Tuvalu Ajukan Visa Iklim untuk Bermigrasi ke Australia
- Buntut Tragedi di Maluku Tenggara, UGM Evaluasi Sistem KKN
- Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI Somasi Gibran, Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres
Advertisement

Porda XVII DIY 2025: Sleman Mulai Siapkan OPD Pendamping Cabor Demi Membidik Juara Umum
Advertisement

Kampung Wisata Bisa Jadi Referensi Kunjungan Saat Liburan Sekolah
Advertisement
Berita Populer
- Jumlah Jemaah Haji Meninggal Dunia Terus Bertambah, Capai 418 Orang
- Dirut Sritex Iwan Lukminto Klaim Uang Tunai Rp2 Miliar Disita Kejagung Adalah Tabungan Keluarga
- Viral Video Pria Pamer Senjata Api dan Mengaku dari Ring 1 Istana, Pelaku Diringkus Polisi
- KPK Cekal Mantan Wadirut BRI ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan EDC
- Kejagung Periksa Pihak Google Terkait Penyidikan Dugaan Korupsi Laptop Chromebook
- Kemenag Siapkan Regulasi Terkait Tata Kelola Rumah Doa
- Api Melahap RS Hermina Jakarta, Polisi Selidiki Penyebab Kebakaran
Advertisement
Advertisement