Advertisement

Sengketa Pilpres 2019: Ini Kritikan untuk Majelis Hakim MK

Aziz Rahardyan
Minggu, 23 Juni 2019 - 20:02 WIB
Budi Cahyana
Sengketa Pilpres 2019: Ini Kritikan untuk Majelis Hakim MK Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019). - Antara

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang menangani Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2019 mendapat sejumlah kritikan.

Direktur Pusat Studi Konstitusi  FH Universitas Andalas Padang, Feri Amsari menyatakan masih ada beberapa sikap Majelis Hakim yang bisa disorot sebagai kekurangan. Salah satunya, terkait pembatasan jumlah saksi.

Advertisement

"Membatasi jumlah saksi sebelum sidang dimulai itu tidak tepat, misalnya sudah menyebut 15, itu tidak tepat," ujar Feri dalam sebuah diskusi di Bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).

Menurut Feri, Peraturan Mahkamah Konstitusi memang tidak mengatur terkait jumlah pembatasan saksi. Oleh sebab itu, idealnya Majelis Hakim melemparkan wacana tersebut terlebih dahulu ke dalam forum sidang, untuk disepakati para pihak.

Selain itu, Feri menyoroti ketidaktegasan Mejelis Hakim yang memutuskan tak memberikan jawaban atas perbaikan permohonan pihak Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga.

Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga selaku pemohon gugatan mengajukan permohonan tambahan pada 10 Juni 2019 dengan dalih lampiran pelengkap gugatan awal yang diserahkan 24 Mei 2019.

"Di aturan jelas, pasal 3 ayat 2 PMK Nomor 5 tahun 2018, tahapan perbaikan permohonan, dikecualikan untuk PHPU Pilpres. Apalagi kalau kita lihat, di lampiran peraturan itu, kan ada jadwal begitu, di poin tiga jadwal perbaikan cuma ada DPR, DPD, dan DPRD. Sama sekali tak ada tanggal untuk perbaikan Pilpres," jelas Feri.

"Artinya, berdasarkan pasal pengecualian itu, dan lampiran itu, harusnya MK tegas tidak ada perbaikan permohonan. Sehingga yang dibahas dalam proses persidangan itu bertanggal 24 Mei," tambahnya.

Menurut Feri, diterima atau tidaknya perbaikan permohonan ini memang wewenang Majelis Hakim melalui putusannya. Tetapi, dirinya menilai sikap MK telah menimbulkan persepsi ketidakpastian hukum di publik. Para pihak bisa dianggap telah dirugikan.

Apabila menerima, maka pihak termohon (KPU), pihak pemberi keterangan (Bawaslu), dan pihak terkait (Tim Hukum TKN Jokowi-Ma'ruf) akan dirugikan sebab telah bolak-balik harus mengoreksi dan menyerahkan kembali jawaban gugatan ke MK.

"Pemohon [Tim Hukum BPN Prabowo-Sandiaga] juga dirugikan, karena bisa saja kemudian cacat formal pengajuan permohonan, sehingga nanti tidak diterima permohonanya. Ini kan soal melindungi hak-hak orang. Kenapa tidak ditolak sejak awal?" ujar Feri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jalan Rusak di Sleman Tak Kunjung Diperbaiki, Warga Pasang Spanduk Obyek Wisata Jeglongan Sewu

Sleman
| Sabtu, 20 April 2024, 18:57 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement