Advertisement

Ibu Kota Baru Perlu Dirancang dengan Konsep Kota Hijau

Gloria Fransisca Katharina Lawi
Selasa, 14 Mei 2019 - 22:27 WIB
Budi Cahyana
Ibu Kota Baru Perlu Dirancang dengan Konsep Kota Hijau Niel Makinuddin - JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harianjogja.com, SAMARINDA -- Pemerintah perlu merancang konsep pembangunan hijau sebelum memindahkan ibu kota ke Kalimantan. Tak perlu membabat banyak pohon untuk mendirikan ibu kota di tempat baru.

Pemerhati sosial dan lingkungan hidup dari The Nature Conservacy (TNC) Kalimantan Timur, Niel Makinuddin, mengusulkan agar pembangunan ibu kota baru bisa berbasis urban forest atau kota hijau tanpa membabat banyak pohon dari hutan.

Advertisement

"Kami usulkan urban forest di Kaltim. Tidak sama dengan New York yang saat ini baru menanam tanaman di atas gedung. Kita sebaiknya dari awal rancangan sudah hijau. Ini belum saya dengar arah ibu kota seperti apa," jelas Niel di kantor Dinas Lingkungan Hidup, Selasa (14/5/2019).

Niel menambahkan salah satu fokus dia adalah wacana lokasi ibu kota di Tahura Bukit Soeharto. Menurut Niel, fungsi hidrologi Bukit Soeharto sebagai resapan air di Kutai Kertanegara, Samarinda, dan Balikpapan perlu jadi pertimbangan matang sebelum pemindahan.

Lokasi ini juga termasuk tujuh daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara pada tiga tempat yakni; Sungai Mahakam dan Sungai Loa Haur, DAS yang bermuara di Selat Makassar adalah Sungai Seluang, Tiram, Bangsal, Serayu, dan Salok Cempedak.

Ketiga, adalah DAS yang bermuara di Teluk Balikpapan adalah Sungai Semoi. 

"Maka jangan ditetapkan dulu di Bukit Soeharto kalau belum ada kajian. Identifikasi dulu," paparnya.

Niel menyatakan pengubahan fungsi Taman Hutan Raya Bukit Soeharto jadi ibu kota akan memberi dampak pada terumbu karang di Selat Makassar. Padahal kawasan itu termasuk dalam Segitiga Karang Dunia yang kaya dengan keindahan terumbu karang.

"Terumbu karang akan mati kalau sedimentasi tinggi karena lumpur yang lewat sungai bawa ke laut. Yang menjaga lumpur ini adalah pohon dan itu fungsi hutan," jelas Niel.

Oleh sebab itu Niel mengusulkan akan lebih baik jika Tahura Bukit Soeharto direvitalisasi sebagai hutan wisata ketimbang menjadi ibu kota. Dengan demikian tetap bisa menguntungkan dan menjadi sumber pendapatan bagi pemerintah daerah.

"Direstore jadi tempat wisata. Tetap untung. Bisa membawa keuntungan dan menyerap tenaga kerja juga," terang Niel.

Dia juga menambahkan jikalau pemerintah pusat bersikeras membangun ibu kota di Tahura Bukit Soeharto, maka fungsi DAS akan dibuat yang baru. Namun kondisi itu tidak memberi jaminan pada kualitas dan kapasitas air yang dihasilkan.

Menurut Niel, lokasi lain yang layak dipertimbangkan adalah Kota Balikpapan dan Penajam Paser Utara (PPU). Selain dekat bandara juga dekat dengan pelabuhan. Selain itu masih bisa seiring dengan pembangunan urban forest yakni 40% porsi hutan dalam kota.

Selain itu pemerintah pusat bersama pemerintah daerah harus memikirkan penggantian hutan. Adapun porsi lahan dan pohon harus sama dengan yang dialihfungsikan.

Adapun porsi penggantian perlu dua kali lipat mengingat keanekaragaman hayati yang ada di kawasan tersebut hanya cocok di dataran rendah dan belum tentu cocok di dataran tinggi.

Beberapa pertimbangan lain jika ibu kota dipindah ke Kaltim kata Niel adalah konsep bangunan yang harus ramah lingkungan. Setiap bangunan nantinya harus memiliki penadah hujan mengingat Kaltim termasuk kawasan dengan curah hujan yang tinggi.

Selain itu setiap bangunan harus sudah berkonsep bebas sampah plastik untuk mengurangi sampah plastik yang sampai di sungai hingga laut.

Sebelumnya, menurut Wakil Gubernur Kalimantan Timur Hadi Mulyadi penunjukkan Tahura Bukit Soeharto sebagai bakal ibu kota negara sebenarnya tidak memiliki banyak kendala ekologis, ataupun merusak hutan.

Menurut Hadi alih fungsi Tahura Bukit Soeharto tidak memberi dampak pada deforestasi. Alasannya, pengalihfungsian lahan selalu disertai dengan tanggung jawab penanaman ulang pohon untuk membentuk hutan baru.

“Ini tak masalah bisa tukar guling. Tanah yang dipakai hutan diganti tempat lain yang penting kita sekian persen ya hutan terjaga,” terang Hadi.

Dia pun menambahkan, lokasi yang dibidik oleh Presiden Jokowi berada di area pesisir di Tahura Bukit Soeharto, bukan di kawasan hutan. Tujuannya agar pembangunan ibu kota bisa memiliki buffer zone dari hutan. 

Beberapa keuntungan lain di Tahura Bukit Soeharto kata Hadi adalah kehadiran dua bandara di Balikpapan dan Samarinda, ada jalan tol, hingga sumber air baku.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Danais Rp2,7 Miliar Dikucurkan untuk Program Padat Karya di Bantul

Bantul
| Selasa, 23 April 2024, 14:17 WIB

Advertisement

alt

Rekomendasi Menyantap Lezatnya Sup Kacang Merah di Jogja

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 07:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement