Advertisement

Melihat Gus Dur dari Orang Terdekat & Mengapa Sekarang Banyak yang Merindukannya

Mahardini Nur Afifah
Minggu, 24 Februari 2019 - 21:40 WIB
Budi Cahyana
Melihat Gus Dur dari Orang Terdekat & Mengapa Sekarang Banyak yang Merindukannya Kirab Haul Gus Dur di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (23/2 - 2019).

Advertisement

Harianjogja.com, SOLO—Bertepatan dengan Haul Gus Dur IX yang digelar di Solo, sejumlah orang dekat membagikan pengalamannya melihat sisi kemanusiaan Presiden Republik Indonesia IV itu. Berikut laporan wartawan Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Mahardini Nur Afifah.

Masih lekat dalam ingatan Wahyu Muryadi ketika Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melangkah ke beranda Istana Kepresidenan sembari melambaikan tangan dengan menggunakan celana kolor pendek dan kaus oblong. Disambut riuh tepuk tangan pendukungnya, Presiden RI IV itu terlihat begitu rileks ketika diminta meletakkan jabatan.

Advertisement

Sesaat sebelum kejadian tersebut, sebagai Kepala Biro Protokol Istana Negara waktu itu, Wahyu diberi informasi beberapa dokter kepresidenan bahwa tekanan darah sang presiden sedang tinggi. Tim dokter khawatir presiden pada masa itu berisiko kembali terserang stroke. Mereka menyarankan Gus Dur segera dirawat ke Johns Hopkins Hospital, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat.

Padahal di luar tembok istana, beredar kabar Gus Dur sulit meninggalkan istana. “Pas saya masuk ruang kerja beliau, beliau tampak siul-siul. Kalau Gus Dur siul-siul, itu tandanya sedang happy,” kata Wahyu, ketika berbicara di forum Diskusi Kebangsaan Mbabar Pitutur Kamanungsan Gus Dur di Pendapi Gedhe Balai Kota Solo, Sabtu (23/2/2019).

Wahyu lantas melanjutkan ceritanya. Ia mengajukan sebuah pertanyaan kepada Gus Dur, “Ini semua orang ribet. Apa mau di sini terus atau gimana, Gus?” Dengan santai Gus Dur menjawab, “Ya, enggak.” Wahyu pun membalas lagi. “Gus, kata dokter-dokter, kita harus berobat ke Amerika.”

Sejurus kemudian, ia menerima jawaban balasan yang bakal ia kenang seumur hidup. “Gus Dur bilang ‘Elingana, tidak ada satu kekuasaan pun di dunia ini yang harus dipertahankan mati-matian’.”

Wejangan dari Gus Dur yang kembali disampaikan Wahyu itu dihujani tepuk tangan ratusan peserta forum diskusi yang memadati Balai Kota Solo. “Habis itu saya langsung saya cium tangan beliau sambil bilang, ‘Ayo kita nglencer ke Amerika!’.”

Tak hanya santai memandang kekuasaan, Wahyu yang sudah mengawal sepak terjang Gus Dur sejak Muktamar Nahdlatul Ulama di Krapyak pada 1989 itu juga melihat sisi humanisme sang presiden dalam menempatkan Papua.

Wahyu menceritakan salah satu kejadian saat ia diajak Gus Dur mengunjungi Papua. Waktu itu aparat keamanan tidak merekomendasikan Sang Presiden mendarat ke Bumi Cendrawasih lantaran menerima informasi dari intelejen bahwa ada ancaman panah dari sekelompok pemuka adat dan tokoh masyarakat.

Saat transit di Makassar, Lomandan Paspampres menghadap dan menyarankan agar kunjungan ke Papua dibatalkan karena situasi tidak kondusif. Namun respons Gus Dur kontradiktif.

“Saya perintahkan kita semua harus ke Irian, Papua. Mereka semua itu rakyat kita juga. Saya perintahkan juga jangan ada satu butir peluru pun yang ditembakkan ke arah mereka,” ujar Wahyu menirukan arahan bekas komandannya.

Ia pun mendapati Paspampres dan tim keamanan sempat dibuat pusing. Selama tiga jam perjalanan udara dari Makassar ke Papua, Wahyu juga melihat nyaris semua penumpang Hercules waktu itu tegang. Beberapa di antara mereka komat-kamit membaca doa. Sementara Yenny Wahid yang mendampingi Gus Dur bolak-balik ke toilet karena gugup.

“Bayangan saya waktu itu begitu mendarat panahnya nyantol di mana. Ternyata pas sampai sana memang banyak anak panah, tapi itu dibawakan dalam tarian. Panahnya itu tradisi. Enggak dipanahkan betulan. Untuk aksesori saja. Bukan untuk perang membunuh. Jadi rupanya banyak yang salah paham, terutama keamanan kita terhadap mereka,” bebernya.

Dari pendekatan kemanusiaan tersebut, Wahyu menyampaikan tak heran banyak warga dan tokoh adat Papua bersimpati pada Gus Dur. Salah satu simpatisannya adalah pencetus dekrit Papua Merdeka, Theys Hiyo Eluay.

“Theys bahkan menjadi sahabat Gus Dur. Enggak minat minta merdeka. Sampai pas sakit, dia menelpon Gus Dur buat minta bantuan ke Istana. Waktu itu dikasih Rp75 juta. Beberapa waktu kemudian saya dengan kabar Theys dibunuh,” kata Wahyu.

Dimensi kemanusiaan Gus Dur dirasakan betul oleh Wahyu lewat relasi Sang Presiden dengan warga saat melawat ke sejumlah daerah. Menurutnya, Gus Dur senantiasa bersikap demokratis dengan jalan membiarkan masyarakat bertanya bahkan mengritik tanpa arahan protokoler di berbagai kesempatan.

Cairnya sikap Gus Dur juga berlanjut lewat forum lawatan ke sejumlah negara tetangga seperti di Amerika Serikat dan Kuba. Di dua negara tersebut, Gus Dur mendapat sambutan istimewa dari para kepala negara setempat, Bill Clinton bahkan Fidel Castro, lantaran membawakan diri dengan cara yang santai.

Forum Diskusi Kebangsaan Mbabar Pitutur Kamanungsan Gus Dur turut menghadirkan kerabat  Keraton Solo, KGPH Dipokusumo. Dipo menyampaikan Gus Dur diberi gelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) oleh PB XII. Gelar tersebut biasanya diberikan untuk kerabat atau saudara raja.

Dipo menceritakan sisi manusiawi Gus Dur ketika menumpang salat zuhur di Masjid Pujosono kompleks Keraton Solo. “Pas salat zuhur, beliau tidak tanya kiblat dan salah arah. Tidak ada yang berani menegur. Begitu salat asar, beliau baru tanya arah kiblat mana. Pas ditanya kenapa enggak bertanya dari salat sebelumnya, beliau menjawab, ‘Kalau aku jadi imam keliru, makmumku keliru semua’,” kata Dipo menirukan ucapan Gus Dur.

Sementara Muhammad A. S. Hikam yang sempat menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi pada Kabinet Persatuan Nasional, kagum dengan sosok Gus Dur. “Beliau role model saya. Orang pesantren bisa menjadi tokoh dunia,” katanya di sela-sela diskusi.

Menurut Hikam, nilai kemanusiaan Gus Dur tepat dipelajari dan ditauladani lagi. Pasalnya dehumanisasi kerap ditampilkan pada hari-hari belakangan ini. “Kita mengalami musim kebencian, curiga, dan hoaks karena hilangnya kemanusiaan. Enggak heran banyak orang rindu Gus Dur. Kenapa? Karena banyak orang rindu dengan kemanusiaan untuk landasan berbangsa dan bernegara,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Solopos

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Tebing 100 Meter Longsor, Akses di Girimulyo Kulonprogo Lumpuh

Tebing 100 Meter Longsor, Akses di Girimulyo Kulonprogo Lumpuh

Kulonprogo
| Sabtu, 25 Oktober 2025, 19:57 WIB

Advertisement

Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia

Desa Wisata Adat Osing Kemiren Banyuwangi Masuk Jaringan Terbaik Dunia

Wisata
| Minggu, 19 Oktober 2025, 23:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement